Cerita ini di pindah akun dengan nama Angel_AT_Gardenia. Dengan judul yang sama dan sudah ada cover ^^.
Cerita akan di lanjut di akun itu. Mampir ya :-D
Akun ini tidak bisa dibuka dan email failed.
Maaf atas ketidaknyamannya guys :(
Sankyu ^^ Penulis amatir....
.
.
.
Selena absen sekolah hari ini. Cristine datang untuk menemuinya tapi dia tidak tahu bahwa Selena tidak datang ke sekolah.
Tadi malam saat dia datang ke rumahnya, pintu itu tertutup. Dia sudah mengetuk tapi tidak ada seorangpun yang membuka pintu. Rumah itu kosong.
Andre juga datang tidak lama setelahnya.
Saat mereka berdua bertemu. Mereka tidak banyak bicara, dan saat Andre berkata dia akan bertanya pada Ayahnya, Cristine hanya menyuruhnya untuk segera memberi dia kabar.
Selena dan keluarganya tidak berada di rumah. Yang artinya Selena di bawa pergi Lyana, entah kemana.
*****
Di dalam ruangan sempit yang gelap, Selena meringkuk kedinginan disana.
Tubuh Selena menggigil dan wajahnya sembab.
Sore itu saat dia baru saja pulang sekolah. Ibunya sudah menunggu di ruang tamu.
Tongkat yang sudah familiar bagi Selena tergeletak di atas meja. Selena takut untuk melangkah masuk. Namun suara Lyana yang mendesis marah membuatnya tidak berkutik.
"Lepaskan rok itu dan berdiri menghadap tembok." Perintah itu jelas di telinga Selena. Selena patuh dan dia tidak melawan.
Karena dia tahu, alasan apapun yang dia coba utarakan, tidak akan membuat Lyana berhenti untuk menghukumnya.
Untuk apa repot-repot membuat alasan, yang menurut Selena tidak ada gunanya sama sekali.
Jadi Selena seperti tiga tahun yang lalu, berdiri bertelanjang kaki dan menghadap tembok.
Saat kayu itu mendarat di punggung Selena, dia tidak menjerit seperti dulu. Bibirnya dia gigit kuat untuk membungkam suaranya supaya tidak keluar.
Keringat mengalir di wajah Selena dan rasa sakit menyelimuti tubuh kurus itu yang terlihat rapuh.
Suara keras rotan yang mendarat di kulit Selena menggema dalam pendengarannya yang mulai berdengung karena rasa sakit, dan jatuh menusuk langsung menembus hatinya dengan sangat pedih.
Selena dengan kepala terkukai lemah, menatap kosong pada tanah yang dia pijak, mata yang biasa bersinar hangat tampak kosong, seakan-akan kehidupan tersedot melumpuhkan dunianya.
Saat Lyana membalik tubuhnya dan kayu itu menyentuh tempurung kaki Selena, dia jatuh berlutut.
Dengan nafas terengah-engah dan ringisan sakit keluar dari mulut Selena. Dia berpikir mungkin dia akan cacat. Itu sangat menyakitkan sampai kepala Selena pusing dan matanya membelalak.
Air mata mulai mengalir dipipinya.
Dua pukulan di terima Selena di kaki depannya. Paha kanan juga menjadi sasaran berikut Lyana saat dia berlutut.
Selena mendengar jelas umpatan Ibunya, dan dia menangis terisak sampai tersedak.
"Aku tidak pernah mengajarimu bertingkah preman seperti itu pada temanmu. Kaki sialan ini tidak tahu diri sama sekali."
Kedua tangan Selena di raih Lyana dan dibentangkan di atas meja. Itu juga tidak bisa dihindari untuk tidak dipukuli.
Dalam pikiran Selena yang sedikit bingung, Dia merasa tulang-tulang di jari-jemarinya mulai retak.
Selena menjerit penuh rasa sakit. Dia tidak bisa menahan lagi suara kesakitannya.
Selena menatap penuh ngeri kedua tangannya di atas meja yang mulai bengkak dan memerah menakutkan.
Dia tidak bisa menggerakkan tangannya, Selena merasa lumpuh.
Kakinya gemetar hebat namun dia paksakan dengan tetap patuh berdiri saat Lyana menyuruh Selena.
Tidak ada yang bisa membantu Selena kini.
Rehan sedang tidak ada di rumah, dia pergi ke hutan bersama pamannya untuk mencari kayu untuk di jual.
Seragam yang Selena pakai basah kuyup karena keringat. Wajahnya sudah pucat pasi. Seolah-olah Selena akan jatuh tidak sadarkan diri kapan saja jika dia terus memaksakan berdiri di sana.
Tolong aku. Selena merintih dalam hatinya.
Kali ini Selena tetap sadar. Dia meraih rok yang tergeletak di tanah dan memakainya dengan susah payah. Kedua tangannya terasa panas menyaktikan dan tidak berhenti bergetar.
Ketika Lyana membawa Selena pergi dengan menggunakan sepeda, itu sudah hampir gelap.
Lyana mengayuh sepeda jelek itu dan Selena duduk dibelakan.
Matanya mengerjap pelan saat dia dengan penuh perhatian melihat punggung berkeringat Ibunya.
Dia ingin memeluk erat dan memberitahu Lyana bahwa tubuhnya sedang kesakitan.
Mama...
Selena tidak bersalah.
Kenapa tidak percaya pada Selena.
*****
Malam itu Lyana meninggalkan Selena di ruang sempit yang berada di belakang rumah neneknya, Ibu kandung Lyana.
Tempat itu sangat gelap dan disekitarnya ditumbuhi pohon jati, di malam hari terlihat sangat menakutkan.
"Mama.... Maafkan Selena. Tolong...."
"Jangan pergi... Mama.... Mama..."
Selena menjerit penuh ketakutan dan menendang-nendang pintu reyot itu sekuat yang dia bisa. Karena kakinya yang lemah, tendangan itu tidak berarti apapun.
Selena tidak bersalah
Selena tidak salah Mama
Takut... Huu... Uuuu....
Lyana berdiri disana, mata itu tampak sangat dingin dan jahat. Saat kilatan masa lalu melintas di benaknya, tubuhnya limbung.
Untungnya wanita paruh baya segera meraih tubuh Lyana, jika tidak, dia bisa jatuh terjungkal ke belakang.
"Ayah... Lyana bersalah. Lyana takut... Takut Ayah...."
"Hiks... Hiks... Tolong Ibu... Aaaaaa."
Lyana memijat pelipisnya kuat.
"Lya, kamu tidak perlu menghukum Selena sampai seperti itu. Apa yang Ayahmu lakukan padamu dulu, jangan kamu ikuti juga."
"Bu. Lyana tahu apa yang Lyana lakukan. Saat Ayah menghukum Lyana seperti itu, sangat terbukti membuat Lyana takut dan patuh padanya."
"Lyana tidak ingin Selena menjadi anak yang tidak taat. Saat dia berbuat salah, dia harus menanggung akibat perbuatannya."
"Ketika dia mengingat semua rasa sakit itu, dia akan takut untuk tidak berbuat kesalahan itu lagi, seperti yang dulu aku lakukan. Berkat Ayah yang mendidikku keras seperti itu, aku menjadi patuh dan taat pada apa yang kalian inginkan dan katakan."
"Bahkan jika itu selalu bertentangan dengan apa yang aku mau, aku tetap patuh pada akhirnya. Aku tidak pernah membuat Ayah dan Ibu malu, jadi kenapa aku tidak bisa berbuat hal yang sama pada anakku."
"Jika dia membangkang dan melawanku, aku akan memberikannya rasa sakit yang dia tidak akan pernah berani memikirkannya." Pada akhir kata-katanya Lyana pergi dari sana setelah melontarkan perkataan dingin pada Ibunya.
Lina yang melihat putrinya seperti itu, merasa menyesal dalam hatinya.
"Jangan menyentuh pintu itu kalau Ibu tidak mau melihat cucu Ibu lebih sakit daripada ini."
*****
Pagi harinya Selena masih terkurung di dalam sana. Saat dia membuka mata, perutnya mual.
Dia tahu dia demam. Tubuhnya terasa sangat tidak nyaman. Dia sangat haus dan lapar.
Seragam yang masih dia pakai sudah kotor. Rambut Selena lepek karena keringat, wajah itu pucat pasi dan bibirnya pecah-pecah.
Sangat haus.
Selena merintih. Perutnya sangat sakit.
Seluruh badannya menjerit kesakitan. Dia tidak berani melihat luka-luka yang dideritanya lebih jauh.
Kedua tangan Selena berdenyut-denyut dan terasa panas. Saat dia melihat bahwa tangannya sulit digerakkan, dia menangis.
Dia cemas dia tidak bisa memegang alat tulis untuk ke depannya. Ujian kenaikan kelas beberapa hari lagi, namun dia sekarat disini.
Jika dia tidak naik kelas, apa yang harus dia lakukan.
Tepat saat Selena berpikir bahwa Ibunya tidak akan datang. Pintu itu terbuka.
Selena mendongak, dengan mati-matian dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Melihat sang Ayah dengan mata merah untuk melihatnya, dia urung untuk menangis dan mengeluh.
Mata Selena sedikit terkejut saat dia melihat Lucas dibelakang Ayahnya.
Selena menunduk malu. Padahal dia tidak ingin siapapun melihat kondisinya yang menyedihkan seperti sekarang.
Lucas melangkah maju setelah mendapatkan ijin dari Rehan.
Dia mengulurkan tangan dan meraih tubuh Selena. Bisa dia rasakan penolakan dari gadis itu terhadapnya, namun dia tetap kekeh ingin menggendong.
Lucas tidak menyangka sama sekali. Tubuh Selena seringan itu.
Hatinya sangat sakit saat dia melihat kondisi mengerikan Selena. Namun dia tidak mengatakan kalimat belas kasihan, karena dia tahu Selena hanya akan membencinya jika dia seperti itu.
"Maaf aku terlambat menemukanmu." bisik Lucas dengan serak.
Saat suara Lucas jatuh ditelinga Selena, Dia membenamkan kepalanya pada dada Lucas, dia menangis dalam diam di pelukan pria itu dengan bahu gemetar.
Lucas membawa keluar Selena dari tempat itu. Rehan berada di depannya.
Saat Lucas dan Rehan sampai di luar.
Critine datang, dia baru saja sampai dengan Andre, dan mereka melihat tubuh Selena dalam pelukan Lucas.
Mereka terlambat.
"Mengecewakan." Lucas berkata dingin saat dia melewati keduanya. Tidak tahu untuk siapa kata-kata itu dia ucapkan.
Yang jelas kini dia merasa kecewa pada dirinya sendiri yang menurutnya tidak berguna sama sekali.
Cristine menangis dengan kepala tertunduk, merasa bersalah.
Andre mengepalkan tangannya lalu dia pergi dari sana. Meninggalkan Cristine sendirian.
*****
Selena terbangun dengan rasa haus dan rasa lapar yang menyakiti perut.
Wajah Cristine adalah yang pertama kali dia lihat. Mata Cristine terpejam, dia tertidur.
Selena pikir dia sedang bermimpi saat Lucas juga berada disana. Menatap kearahnya dengan raut sedih dan menyesal.
"Aku haus." suara Selena serak dan kecil. Jadi Lucas datang padanya.
"Minum."
Lucas membantu Selena, dia meraih gelas dan menuangkan air hangat yang sudah Cristine siapkan di dalam termos di nakas.
Setelah Selena menghabiskan dua gelas air minum. Dia mulai mengeluh lapar.
"Aku akan ke bawah mengambilkanmu bubur."
Cristine terbangun karena suara pintu tertutup. Dia tampak lega saat melihat Selena yang sudah sadar.
"Dimana kamu merasa tidak nyaman." Cristine bertanya khawatir.
Selena menggeleng. Dia sudah merasa agak baikan. Sepertinya luka-luka itu sudah diobati dan tubuhnya sudah tidak lengket.
Seragam kotor yang sudah menempel semalaman di tubuh Selena sudah diganti dengan piyama biru kelinci yang tampak lucu, pasti milik Cristine karena dia tidak memiliki piyama seperti itu di rumah.
"Apa kamu sudah tidak marah lagi." Selena meraih tangan Cristine dengan pelan meremasnya. Dia menggenggam penuh kelembutan dan Cristine ingin menangis lagi dibuatnya.
"Aku minta maaf Selena, sudah gagal menjagamu."
Selena diam saja, Cristine menyentuh tangan Selena yang sudah di perban dengan perhatian.
Saat dia melihat luka-luka itu yang tampak mengerikan, Cristine merasa hatinya hancur. Dia dengan gemetar mengobati Selena dan pada akhirnya dia tidak bisa melanjutkan.
Ketika Lucas menawarkan untuk melakukannya, Warda datang tepat waktu, jadi dia yang mengambil tugas itu akhirnya.
"Berjanjilah padaku Ris. Jangan menutupi apapun lagi. Kalau kamu tidak mengatakan apa kesalahanku, aku tidak akan tahu."
Cristine mengangguk, namun dia tidak bisa berjanji.
Dia tidak akan setega itu menyakiti Selena dengan mengatakan bahwa dia sudah jatuh cinta pada Lucas, dan karena dia merasa cemburu dia memilih menghindari Selena.
Alasan itu bagaimanapun kedengarannya tetap saja tampak konyol.
Lucas datang membawa nampan yang berisi bubur dan obat yang tadi Warda kasih padanya untuk diminum Selena. Itu obat anti-inflamasi dan antipiretik.
Dia menaruh nampan yang berisi bubur di atas pangkuan Selena. "Tante Warda bilang, kamu harus pelan-pelan memakannya. Kamu tidak bisa makan terlalu banyak saat ini, maaf untuk itu."
Selena tersenyum memaklumi. Bubur itu hanya sedikit, meskipun dia sangat kelaparan, karena perutnya tidak nyaman, satu suapan saja dan dia merasa ingin muntah.
Namun Selena tetap memaksakan bubur itu untuk tetap dia telan, masuk ke dalam perutnya.
Mangkuk itu kosong dan obatnya sudah dia minum.
Cristine meraih nampan itu dan meletakkannya di samping. Lalu Cristine menyelimuti Selena supaya dia tetap hangat.
"Lucas. Terima kasih banyak atas bantuannya kali ini."
"Kalau kamu benar-benar ingin berterima kasih. Cepatlah sembuh. Sebentar lagi ujian akan dimulai, saat itu tiba aku ingin melihatmu ada disana Selena."
Selena menatap sedih tangannya yang dibalut perban tebal.
"Aku tahu kamu kuat."
"Aku akan pergi, istirahatlah dengan baik. Jangan khawatir tentang sekolah. Aku sudah meminta ijin atas absensimu selama empat hari ini."
"Hari senin aku akan menjemputmu disini." Lucas mengusap pipi Selena lembut dan dia segera pergi dari sana setelah berpamitan pada Ibu Cristine.
Cristine hanya memalingkan matanya dari awal sampai akhir. Tidak melihat sama sekali tindakan penuh kasih sayang yang Lucas tunjukkan pada Selena.
Hatinya tetap merasa tidak nyaman.