Liam sedikit frustasi sambil memerhatikan wanita dalam dekapannya itu menghabiskan sisa gigitan sepotong pizza yang tadi. "Enak?" tanya Liam pelan.
Soraya mengangguk. "Kamu nggak takut gemuk makan jam segini?" tanya Liam lagi.
Dengan tatapan menyamping, lalu Soraya berbalik. Kedua tangan Liam masih melingkar di pinggang wanita itu, mereka beradu tatap dan Soraya berkata, "Memangnya aku terlihat gemuk?"
"Aku 'kan tanya."
"Tinggal zumba sama renang, beres." Soraya mengalungkan kedua tangannya.
"Udah berhenti jogging?"
"Masih. Kalau kamu nginep malam ini, besok aku bangunin buat jogging," ajak Soraya bersemangat.
Dengan cepat Liam menggelengkan kepalanya. "Aku nggak bisa nginep malam ini."
Soraya memincingkan matanya, mencoba menggoda Liam. "Nggak bisa atau takut?"
Sebuah senyuman tipis muncul di sudut bibir Liam, membuat Soraya semakin menarik dirinya mendekat pada lelaki berdada bidang itu. Tubuh mereka kini melekat sempurna, tidak ada jarak sedikit pun. Hanya berbataskan selembar pakaian yang mereka kenakan masing-masing. Tipis.
Liam menarik dress berkain lembut itu alias lingerie yang Soraya kenakan, lalu menyelipkan tangannya masuk dan menyentuh punggung wanita itu secara langsung. "Takut apa?" tanya Liam santai.
"Entahlah. Takut ketahuan pacar kamu atau ketahuan pacar aku?" Soraya memberi pilihan.
Liam terkekeh pelan. "Kalau kamu mau kasih tahu mereka, silakan. Bukan cuman aku yang rugi, kamu juga."
Liam tahu betul, jika Soraya sangat mencintai Reyhan, walaupun Reyhan terlalu pelit untuk ukuran pria matang. Jika ditanya mengapa wanita itu masih mencintai pria pelit, maka Soraya pasti akan menjawab, "Karena cinta bukan dilihat dari harta."
Munafik. Kata itu yang cocok bagi Liam untuk mengejek hubungan asmara teman wanitanya itu. Dan karena satu kata itu pula, kedekatanyan dengan Soraya pernah menjadi renggang berhari-hari. Oleh karena itulah, Liam kini menjadi lebih berhati-hati lagi agar tidak kelepasan mengucapkan hal tersebut pada Soraya secara langsung.
Raut wajah Soraya langsung menekuk, dia cemberut. Dengan sigap Liam mengecup bibir ranum yang terasa manis itu. Sedang jemarinya terus menjamah punggung pemilik bibir yang ia kecup.
Tak berapa lama berselang, ponsel Liam berdering dari dalam kamar. Ia melepaskan kecupan itu dan melihat sebuah senyuman dari wajah Soraya. Kemudian ia juga melepaskan dekapannya dan segera melangkah menuju kamar, meninggalkan Soraya yang kembali berkutat dengan makan malamnya.
Setelah beberapa saat, Liam kembali menuju dapur, memeluk Soraya dari belakang lagi. Ia juga langsung mengecup telinga serta leher wanita itu dengan rakus dan menggebu, membuat Soraya terkekeh kegelian.
Beberapa kali Soraya mengelak kecupan membabi-buta itu, tetapi Liam selalu berhasil menahannya dalam dekapan kedua lengannya yang kekar. Tenaga Soraya terbuang percuma saat itu.
"Liam! Lepasin! Liam, geli!" Tubuhnya menggeliat, semakin membuat Liam bersemangat.
Liam mengalihkan kecupannya ke punggung atas Soraya hingga tiba-tiba membuat Soraya melenguh tak tertahan. Liam tahu jika itu adalah salah satu titik kelemahan Soraya.
"Liam, stopped!" hardik Soraya lagi.
Awalnya Liam tidak memedulikan hardikan itu, tetapi setelah beberapa detik berlalu, barulah Liam benar-benar menghentikan kejailannya. Ia segera membalikan tubuh Soraya agar kembali menghadapnya. Liam kembali mengecup bibir seksi Soraya, setelah puas baru ia melepaskannya.
"Aku harus pulang. Bunda minta jemput," ucap Liam menatap kedua mata teman wanitanya.
"Jemput bunda atau jemput pacar kamu?" Lagi-lagi Soraya menggoda.
"Cemburu ya?" balas Liam menggoda.
"Dih! No way! Mind your own business."
Liam tertawa terbahak-bahak, lalu kembali menjawab, "Nanti aku telepon mamah kalau dia sudah masuk mobil. Dia juga pasti seneng liat kamu." Soraya mencibir.