Chereads / NARA / Chapter 17 - NARA #17

Chapter 17 - NARA #17

"Cowok sialan..!! Beraninya bertanya hal begituan sama gue di waktu pertama ketemuan. Mau nya apa sih? Pengen ngajak berantem kayaknya tuh anak! Apa dia mengorek kehidupan pribadiku agar dia bisa mempermainkanku?!! Aarrrgghhhh..!!" Teriak Nara di dalam kamarnya.

Mondar - mandir seperti setrikaan tidak membuat Nara merasa lelah. Dia semakin bergerak cepat karena sangkin emosinya yang tidak bisa dia lampiaskan langsung pada orangnya.

"Aarrrgghhhh..!! Kenapa aku jadi kepikiran terus sama tuh cowok brengsek sih?!! Kenapa dia bisa bertanya tentang hal itu? Apa dia sudah dengan lancang menguntitku? Dasar cowok kurang ajar! Cowok macem apa dengan berani berkata hal tidak sopan seperti itu dengan seorang cewek?! Awas aja kalau gue ketemu dengannya lagi! Gue hajar tuh bocah sampai babak belur!" Lagi - lagi Nara berteriak untuk meluapkan kekesalannya.

"Arrggghhhhh...!!" Teriakan ini hanya bisa mewakili penat dalam pikirannya untuk sesaat sambil mengacak - acak rambutnya.

"Ada apa sayang? Sejak kamu pulang, kamu sudah berulang kali berteriak seperti orang kerasukan begitu." Mamanya Nara datang masuk ke dalam kamar Nara.

Nara sempat kebingungan menjawab pertanyaan dari Mamanya. Dia pun segera menormalkan kembali ekpresi wajahnya dan merapikan rambutnya yang sempat acak - acakan.

"Ti.. Tidak ada apa - apa kok, Ma. Tadi Ara cuma tes vokal aja, Ma. Besok kami ada penilaian vokal di kampus, Ma. Maklum saja, kan kami masih sibuk - sibuknya praktek, Ma." Nara pun bergegas menghampiri Mamanya yang sedang berdiri di sela pintu kamarnya.

Dia berhasil mencari alasan yang sekiranya bisa membuat Mamanya berhenti untuk bertanya lagi kepadanya.

"Besok kan akhir pekan, gimana kalau kita jalan - jalan? Sudah lama sekali ketika Mama dan Ara tidak bepergian. Gimana menurutmu, Ra?" Tanya Mama Nara dengan menggenggam kedua tangan Nara.

"Boleh juga, Ma. Besok kita ke taman hiburan saja. Ara ingin bermain bersama Mama seperti masa kecil dulu," jawab Nara enteng.

"Boleh juga idemu, Ra. Ya sudah, istirahatlah. Nanti Mama panggilkan jika sudah waktunya makan malam," kata Mama Nara sambil menepuk pundak sang Anak.

*****

"Arrggghhhh..!!" Teriak Devan di dalam kamarnya sambil mengacak - acak rambutnya dengan kasar.

"Bodoh! Loe emang manusia terbodoh, Dev! Kenapa loe harus bertanya padanya seperti itu sih?!! Dasar bodoh!" Dev mengumpat kesal pada dirinya sendiri. Dia juga memukul dinding kamarnya berulang kali.

"Padahal tadi itu pertemuan pertama kalian. Kenapa harus di awali dengan pertanyaan yg konyol seperti itu?!! Pasti dia mikir yang aneh -aneh tentang gue sekarang ini. Dia pasti mengira gue ini cowok mesum. Padahal maksud gue tadi bukan seperti itu. Apa gue tidak sabaran ya? Harusnya gue pedekate dulu sama dia. Bener -bener bodoh banget Dev!!" Umpat Dev lagi dan lagi. Dia tidak menyangka akan lebih sulit menghadapi cewek yang dia suka.

"Kak! Kak Dev kenapa?! Bising banget daritadi. Hah?!! Pakai acara teriak -teriak gak jelas lagi. Terus main pukul - pukul dinding pula itu. Nanti kamar Kak Dev roboh baru tau rasa."

Tiba - tiba saja suara nyaring milik Kay datang menghampirinya. Kay yang sedang belajar di kamar sebelah merasa terganggu dengan sikap Dev yang menggila sendirian di kamarnya. Dia lamgsung menghampiri Dev agar Kakaknya itu mau menghentikan aksi gilanya itu.

"Di tanyain malah diam. Kak Dev baru di tolak cintanya ya? Hayoo.. Ngaku aja dehh, Kak. Kak Dev gak mungkin sampai begini kalau hanya ada masalah kecil. Coba Kakak cerita, kenapa Kakak bisa di tolak?" Kay memasuki kamar Dev dan duduk di sofa tepat di sebelah Dev.

"Kamu itu bocah ingusan yang belum tamat sekolah. Untuk apa mau tau urusan orang dewasa? Hah? Yang perlu Kay tau itu isi dari buku mata pelajarannya bukan malah minta diceritakan dongeng. Sana, balik ke kamarmu. Belajar yang bener."

Dev mengusir adik semata wayangnya itu. Dia tidak mau di ledèk oleh Kay karena pedekaténya dengan Nara berantakan. Akibat ulah bodohnya.

"Di bilangin malah bengong. Kakak tau kalau Kakak ini tampan. Tapi jangan gitu - gitu amet liatnya, ntar Kay malah suka sama Kakak. Itu gak boleh terjadi lho. Mendingan kamu belajar yang rajin biar gak di ambil orang peringkat satunya."

Kay menatap tajam ke arah Dev yang masih tidak mau bercerita tentang hal ini. Kay sangat yakin di dalam hatinya, kalau Kakaknya ini sedang galau karena ditolak seorang cewek.

"Tuh kan makanya kakak jangan marah - marah terus seperti ini. Oh iya, Kak Dev, gak lupa kan?" Tanya Kay dengan senyuman jahilnya.

"Maksudnya? Lupa tentang apa?" Tanya Dev penasaran sambil menatap adiknya itu.

"Tuuuhh kan, Kakak lupa. Besok akhir pekan Kak, jangan lupa sama janji Kak Dev. Kalau Kak Dev sampai lupa, Kay gak bakalan mau keluar dari kamar!" Kay pun segera beranjak dan pergi dari kamar Dev. Dev hanya terkekeh melihat tingkah Kay yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Iya, Kakak gak bakalan lupa," ucap Dev pada Kay yang sudah tidak kelihatan lagi.

Setelah Kay pergi, kesunyian kembali mambalut hati dan pikiran Dev. Dia masih saja kesal pada dirinya sendiri dengan meruntukki kebodohannya.

Keesokan harinya..

"Kak Dev. Masa jam segini Kakak belum bangun juga? Kan kita mau ke Taman Bermain. Cepat bersiap Kak. Kakak gak boleh malas gerak gitu! Kak Dev!" Teriak Kay sambil menarik pergelangan tangan Dev.

Dev hanya pasrah dengn perlakuan Kay padanya. Dia langsung bangkit tanpa berbicara 1 patah kata dan itu membuat Kay keheranan, "Kak Dev tidak tidur semalaman ya? Wajah Kakak kusam banget."

"Gak juga. Kakak tidur kok semalam. Mungkin karna Kakak belum mandi. Ya sudah, kamu tunggu di bawah aja, Kakak mau mandi dulu." Dev mencari alasan yang tepat. Kay sudah pergi tanpa bertanya lebih lanjut lagi.

Dengan cepat Dev menyelesaikan acara mandinya. Setelah siap dengan semuanya, dia pun berlari menuruni tangga dan menghampir adiknya itu, "Kay, ayo! Kita makan siangnya di luar aja ya. Nanti keburu kesiangan kita."

"Yeeee.. Ini memang udah kesiangan kali, Kak. Kakak aja yang lama. Kebiasaan pulanya, tidur sampai gak tau waktu di akhir pekan. Mentang - mentang gak ada kelas, Lihatlah Kak, ini udah jam 2 siang, Kay pun udah kelaparan," sindir Kay pada Kakaknya itu.

"Ya, maaf. Siapa suruh gak banguni Kakak lebih cepat? Salah sendiri." Ucap Dev sambil menjulurkan lidahnya pada Kay. Dia pun pergi ke garasi dan mengemudikannya menghampiri Kay yang sudah menunggu di pitu utama.

Mereka pun berangkat ke Taman Hiburan Ancol. Dev memang sengaja memilih tempat ini karena di sini terdapat banyak wahana yang bisa dimainkan oleh Kay sampai puas. Dev hanya mengiginkan adik kesayangannya itu tersenyum bahagia saat bersamanya.

"Kay mau naik yang itu lah Kak. Kakak ikut ya?" Kay langsung menunjuk ke arah salah satu wahana yang sangat ingin dinaikinya. Dev hanya bisa menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.

"Baru saja kita sampai sini, Kita makan siang dulu di sana yuk? Nanti Kay bisa bermain sepuasnya setelah kita siap makan siang. Apa Kay tidak lapar? Tadi saja di rumah ngeluhnya sudah kelaparan," ucap Dev sambil melirik adiknya.

"Lapar sih, Kak. Tapi Kay udah kenyang hanya melihat wahana yang ada di sini, Kak. Kita langsung main saja ya? Ya? Ya?" Kay membujuk Kakaknya yang menurutnya tidak adil membuatnya menunda waktu untuk bermain dengan wahan yang sangat menggiurkan baginya.

"Tidak Kay! Kita makan siang dulu." Tegas Dev pada Kay sambil menarik tangan Kay ke salah satu Restoran yang ada di sana.

"Woahh, kita ke tempat ini Kak? Kay boleh memesan banyak makanan khas Jepang dong?" Tanya Kay sambil melihat ke sekelilingnya. Tempat ini memang bernuansa Jepang dan menjual fast food khas Jepang yang berada di dekat wahana Ice Age.

"Boleh, asal kamu sanggup menghabiskannya dan tidak muntah saat kamu menaiki wahana kesukaanmu," ucap Dev sambil mendelik ke arah Kay.

Seketika Kay bertepuk tangan dan mengambil buku menu dari tangan pelayan yang sedang berdiri di samping meja mereka. Kay memesan begitu banyak jenis makanan, sedangkan Dev hanya memesan minuman saja. Dia tau betul sifat adiknya itu. Memesan begitu banyak makanan tapi tidak bisa menghabiskannya sendiri, jadi di lebih memilih memakan menu yang di pilih oleh adiknya itu daripada mubazir nantinya.

Selesai makan, Kay menarik tangan Dev menuju ke bangunan Rumah Miring. Kay sengaja memilih tempat itu karena mereka masih baru selesai makan dan harus berjalan sebentar sebelum dia mengajak Kakaknya menaiki wahana ekstrim yang ada di sana.

"Kak, fotoin aku ya, nanti aku fotoin Kakak juga, trus kita foto bareng." Pnta Kay pada Dev. Sebenarnya, Dev tidak suka dengan ajakan adiknya itu, karena pada umumnya cowok paling menghindari kamera.

Kay tetap setia menggandeng Kakaknya itu. Dia tidak mau mereka berpisah selama mereka asik bermain bersama. selasai dari bangunan itu, Kay mulai mengajak Dev ke wahana lainnya, "Kak, kita main wahana Bianglala nya yuk? Sebelum terlalu panjang antriannya, Kak." Ucap Kay sambil menujuk ke arah wahana yang diinginkannya. Dev hanya mengangguk pasrah dengan tingkah adiknya itu.

Saat berjalan menjauh dari bangunan Rumah Miring itu, secara tidak sengaja Dev bertatapan dengan Nara. Dia terkesiap sesaat karena tidak percaya akan bertemu dengan Nara di tempat seperti ini setelah peristiwa semalam.

Nara begitu terkejut melihat Dev yang juga menatapnya. Dia langsung mengalihkan pandangannya dan langsung menarik Mamanya untuk secepatnya memasuki bangunan Rumah Miring.

'Kenapa sih, harus bertemu dengan dia di sini? Mengganggu mood baikku aja. Seharusnya hari ini aku dan Mama harus bersenang - senang. Tapi kenapa ujung - ujungnya seperti ini?' Umpat Nara dalam hati.

Dev sudah tidak bisa lagi melihat Nara, karena dirinya sudah di tarik oleh Kay menjauhi bangunan itu.

'Padahal aku masih mau melihatnya. Aku harus bisa meminta maaf padanya. Kelihatannya dia masih marah dengan ucapanku semalam." Dev merenung mengingat bagaimana Nara menamparnya dengan begitu keras.

Dev pun menemani Kay bermain begitu banyak wahana. Mulai dari Bianglala, lalu di lanjut dengan Kora - Kora, Hysteria, Tornado hingga Halilintar.

"Cukup Kay, ini sudah waktunya makan malam. Kita harus segera pulang sebelum malam. Nanti Papa marah kalau kita terlalu lama berada di luar. Kalau Kakak sih, sudah biasa. Tapi, Kakak gak mau kalau kamu yang dimarahi Papa." Ucap Dev meminta pengertian dari Kay.

"Tapi Kay masih mau ke sana, Kak. Ini yang terakhir ya, Kak? Kita ke wahana baru itu yuk? Ice Age Arctic Adventure. Itu wahana barunya, Kak. Kay pengen masuk ke dalam. Sekedar melihat - lihat saja pun gakpapa, Kak. Yah? Yah? Yah?" Mohon Kay pada Dev dengan menunjukkan puppy eyes nya.

Fix. Devan menyerah. Dia pun menganggukkan kepalanya pada Kay. Kay pun langsung berlari menyerbu ke arena Ice Age itu. Tapi, dia tidak menyadari bahwa Devan ketinggalan jauh di belakang dan tidak tau lagi kemana arah perginya sang Adik.

Begitu dia menyadari bahwa dirinya sudah berda di kerumunan orang - orang dan tidak mendapati Dev di sekitarnya, Kay pun mulai ketakutan dan berdiri diam di tempatnya saat ini. Dia hanya berharap sang Kakak menemukannya. Kay memang sudah SMA, tapi dia tidak terbiasa pergi kemana pun tanpa penjagaan. Apalagi di tempat yang ramai seperti ini.

"Kay..!! Kay..!! Kamu di mana?" Teriak Devan dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Dia kehilangan jejak Kay. Dia harus segera menemukan Adiknya sebelum terjadi apa - apa dengan Kay.

*****

"Halo, Adik. Kamu sedang apa di sini? Meringkuk di sudut tembok seperti ini?" Tanya Nara pada seorang cewek yang tampaknya sedang ketakutan. Nara merasa iba melihatnya.

Kay yang melihat ada seseorang yang menurutnya orang baik, langsung saja di peluknya dengan erat. Sambil menangis dia berkata, "Kak, aku kehilangan arah. Aku tidak sadar berlari terlalu jauh dari Kakakku. Kay takut, Kak."

Nara hanya tersenyum dan membalas pelukan Kay, "Namamu Kay? Kamu meringkuk begitu karena ketakutan?" Tanya Nara dengan ragu.

"Iya Kak, namaku Kay. Aku tidak terbiasa dengan keramaian tanpa ada Kakakku. Kay takut banget," ucap Kay sambil melepaskan pelukannya.

Kay baru sadar kalau dia sudah memeluk orang tanpa izin, "Eh, ma.. maaf Kak. Kay gak sadar, main asal peluk Kakak aja. Padahal kan kita belum kenal." Kay pun menundukkan kepalanya.

"Tidak apa - apa. Namaku Nara. Kamu tau nomor Kakakmu? Kamu bisa pakai ponsel Kakak untuk meneleponnya. Sekalian kita bareng keluar gerbang. Nanti Kay minta di jemput di sana saja. Kasihan Mama Kakak, udah kelelahan berkeliling di sini," ucap Nara sambil membawa Kay mendekati Mamanya yang sedang duduk di kursi yang tidak jauh dari mereka.

"Iya, Kak. Aku hapal nomor Kakakku. Ayo! Kita keluar dari sini, Kak. Aku neleponnya nanti saja, saat sudah di gerbang. Terlalu padat di sini Kak." Kay pun bergegas menggandeng lengan kiri Nara. Sedangkan Nara menggandeng Mamanya dengan tangan kanannya.

"Ayo, Ma. Kita pulang," ajak Nara pada Mamanya.

"Ini siapa, Ra? Temanmu?" Tanya Mama Nara sambil melihat ke arah Kay.

"Nara melihat dia di sudut tembok sana meringkuk ketakutan, Ma. Dia kehilangan Kakaknya. Jadi, aku ajak saja dia bareng kita sekalian saja keluar dari sini, Ma. Nanti di sana dia telepon Kakaknya dari ponselku saja." Tutur Nara menjelaskan pertemuannya dengan Kay secara rinci pada Mamanya. Mereka pun berjalan berdampingan tanpa melepaskan pegangan tangan mereka.

Drrrtttt.. Drrrtttt.. Drrrttt..

Devan yang sedang kebingungan mencari keberadaan Kay pun merogoh sakunya mengambil ponselnya dan melihat layar ponselnya yang sedaritadi berdering.

'Nat? Ada angin apa dia meneleponku?' Devan membatin.

"Halo?" Ucap Devan dengan ragu.

"Halo, Kak. Ini Kay. Kay udah di luar gerbang ya, Kak. Jemput Kay secepatnya."

Belum sempat berbicara, panggilan itu sudah berakhir begitu saja. Langsung saja Devan berlari menerobos kerumunan pengunjung Taman itu.

Di sisi lain, Nara yang sudah menerima kembali ponselnya langsung berpamitan pada Kay dan membawa Mamanya ke arah parkiran.

"Ma, Mama tunggu di sini ya. Ara mau mengeluarkan mobil dari parkiran," ucap Nara sambil mengeluarkan kunci mobil dari sakunya.

Begitu Nara pergi menjauh, Mama Nara hanya bisa melihat ke arah sekelilingnya. Tiba - tiba saja dia melihat seseorang yang sangat di kenalnya. Secara spontan, dia membelalakkan matanya melihat orang itu.

CINDY..!!! lalu Mama Nara langsung mengalihkan pandangannya.

Ya! Dialah teman sekaligus musuh dalam selimut baginya. Segala peristiwa yang telah terjadi di masa lalu pun dia mengetahuinya. Dia jugalah yang menjadi dalang dari semuanya. Segala perbuatan yang telah dilakukan oleh Mamanya Nara, semuanya atas ide licik dari wanita itu.

Tiinn.. Tiinn.. Tiinn..

Nara membunyikan klakson mobilnya, karena sang Mama tidak mendengar panggilannya yang sudah entah ke berapa kalinya. Mamanya pun tersadar dari lamunannya dan segera masuk ke dalam mobil. Mereka pun pergi dari Taman Hiburan itu.