Semalam aku tidak tahu apa yang terjadi setelah skandal memalukan itu terjadi, tertidur pulas setelah menangis sesenggukan karena kejadian itu. Entah apa yang terjadi besok, aku tidak tahu. Canggung, mata tak ingin melihatnya lagi.
_______________________________
Paginya, aku mengerlipkan mata, mengumpulkan seluruh nyawa agar bisa berdiri dan keluar dari kapal ini. Tampak hening, hanya ada burung camar beterbangan serta suaranya berkecitan di atas laut. Baik, aku berusaha bangun, merapikan rambut, setelah itu melangkah pelan menuju luar kapal. Ternyata Salih sudah menunggu di depan! Kenapa dia tidak membangunkanku, hm? Tolong jangan membuatku semakin mencintaimu karena ulah spesialmu untukku!
Tampak pria itu memandangku, menoleh ke kanan sejenak sebagai tanda ajakan. Aku mengangguk, melangkah menyusulinya, tapi jaga jarak. Ya, jaga jarak gara-gara kejadian itu, diam dan gugup. Baik, kami berdua masuk dan duduk ke dalam mobil. Di dalam, tampak dia mulai menyalakan mesin mobil, mulai mengendarai mobilnya ke suatu tempat.
Selama perjalanan itu kami tetap diam. Sesekali kulirik pria itu yang tiba-tiba saja tersenyum aneh layaknya seperti orang jatuh cinta. Kenapa kau, Cinta? Apa karena semalam? kau menyukai ciuman itu, kan? Tuhan, aku berharap lebih padanya!
Ah, tampak Salih melirik, bahkan menoleh padaku, aku terkejut, langsung menoleh ke arah jendela mobil, memandang kosong pemandangan dari jendela. Semoga saja tidak bertanya aneh-aneh tentang semalam. "Kita mau ke mana lagi?"
"Aku tidak tahu," jawabku, tanpa memandang wajah orang yang kucintai.
"Kau masih gugup dengan yang semalam?"
"Sangat. Aku minta maaf."
"Maaf? Untuk apa? Ciuman yang semalam?"
"Mungkin aku tidak sengaja semalam. Aku—" Belum sempat aku menjelaskan, dia berbicara.
"Apakah kau menyuruhku untuk saling menjauh hanya karena ciuman saja, hn? Kau takut aku menjauhimu? Tidak! Bahkan aku justru amat takut kalau kita saling menjauh."
Salih tidak marah? Benarkah? Aku menoleh, terkejut karena mendengar penjelasan darinya. Senang sekaligus merasa lega, dan ini membuatku semakin mencintainya.
Tak lama kemudian, kudengar ponsel pria itu berdering di rak mobil. Dia mengangkat telepon tersebut.
"Hallo? Salih, kau di mana?!" Suara itu tak asing lagi bagiku. Terdengar sesegukan seperti ada masalah. Saat ini orang itu membutuhkan Salih, tapi bagaimana dengan liburan kami?
"Kristen?"
"Salih, kau di mana? Bisa kau datang kemari sekarang juga? Tolong aku, Salih!"
"Aku akan segera ke sana. Jangan ke mana-mana." Salih tentu cemas dengan orang yang dicintainya. Langsung mematikan teleponnya, melanjutkan kembali berkendara.
Aku mengerling padanya, ingin tahu apa yang terjadi pada gadis itu. "Ada apa?"
"Sepertinya dia ada masalah, Deniz. Kita harus ke sana sekarang." Salih mempercepat laju mobil yang dikendarainya.
_______________________________
Mobil ini berhenti tepat di depan rumah Kristen yang begitu sederhana. Kita turun dari mobil, melangkah cepat memasuki rumah yang pintunya terbuka lebar. Di dalam, kami melihat isi rumah yang begitu porak poranda. Kulihat Salih memaku, memelankan langkahnya mengikuti suara tangisan Kristen, sementara aku tidak menyusulinya, mengambil sapu dan plastik keresek besar, kemudian membersihkan area yang porak poranda.
_______________________________
Di halaman rumah, kubawa plastik besar yang berisi serpihan barang pecah, kemudian membuangnya ke tempat sampah. Saat tengah menutup tempat sampah itu, tak sengaja memandang rumah yang berada di depan rumah ini dan kuperhatikan seorang pria tengah memperhatikanku sinis nan tajam di balik jendela. Siapa dia? Aneh sekali! Jangan-jangan pria itu dan Kristen ada sesuatu sampai membuat Kristen agonia. Oke, kubalas juga dengan menyiniskan pandangan ke arah pria itu, menguji pria itu apakah dia pelakunya atau bukan. Entah mengapa dia itu kesal, kemudian menutup tirai jendela. Aku tersenyum sinis, kemudian masuk ke dalam rumah.
Ya, menaiki anak tangga, menghentikan langkah ini di ambang pintu kamar Kristen. Hati ini antusias tersayat saat menyaksikan Cinta yang mengusap airmata gadis itu, mencium kening gadis itu, lalu mereka berpelukan. Ah, sial! Aku lagi-lagi cemburu buta dengan Kristen yang bisa memenangkan hati Salih tanpa berjuang dan menunggu, tapi Salih datang sendiri. Hebat kau, Kristen!
"Apakah ini terkait dengan seorang pria yang ada di depan rumahmu, benar?" Tiba-tiba aku bersahut sembari melangkah masuk ke dalam kamar, lalu berlutut di hadapan mereka berdua. Mereka berdua menoleh dengan ekspresi yang berbeda; Salih terkejut, Kristen murung. "Ahsan kita berbicara di dalam mobil saja."
"Ayo, Kristen." Cinta membantu gadis itu berdiri, kemudian membopohnya sampai ke luar rumah. Sementara aku yang di samping mereka berdua, diam melihat Cinta-ku yang lebih perhatian dengan Kristen daripada aku sendiri yang lebih agonia daripada gadis itu.
Sesampainya di luar rumah, Salih membantu Kristen masuk ke dalam mobil, tepatnya di kursi bagian belakang dan kautemani, kupeluk gadis itu, berusaha untuk menenangkannya. Sementara Salih, pria itu melangkah ke depan, masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin mobil, lalu mengendarai mobil tersebut.