Chereads / Suami Sombong Jatuh Cinta (Unpublish / Chapter 4 - Chapter 4 - Restu Nenek

Chapter 4 - Chapter 4 - Restu Nenek

Mereka berdua telah sampai di rumah nenek Vian. Putri sedikit merasa gugup membayangkan reaksi nenek Vian melihat kedatangannya. Tapi ia menguatkan dirinya untuk itu, berusaha mempersiapkan diri bermain peran di hadapan wanita tua kesayangan Vian.

"Kamu bisa, kan. Jangan sampai sekalipun menyakiti perasaan nenekku, atau hidupmu tidak akan tenang nanti." ancam Vian dengan tatapan tajam.

"Kamu pikir aku sebar-bar itu? Aku galak hanya padamu, tidak pada orang lain, apalagi seorang nenek tua. Jangan samakan aku dengan dirimu!" Putri kesal, karena secara tidak langsung, Vian sudah menduga-duga yang tidak benar terhadapnya.

"Bagus, kalau Kamu bisa seperti itu. Aku sudah bilang padamu, kalau hari ini Kamu bisa bekerjasama dengan baik, aku akan memberimu bonus. Jadi bekerjalah dengan baik. Sekarang, ayo turun dan berjalan seiringan denganku. Aku akan menggandeng tanganmu untuk meyakinkan nenek," Vian membuka pintu mobilnya dan keluar dengan gagahnya. Putri di bukakan pintunya oleh Bimo. Ia segera mendekat ke Vian. Saat semua mata mengagumi kecantikan Putri, Vian justru memperhatikan sepatu yang calon istri bohongannya pakai, ia tidak menyangka, dengan model simpel seperti itu, bisa sangat cantik saat di pakai seorang Putri.

"Silahkan, Tuan dan Nyonya Muda. Nyonya Besar sudah menunggu di dalam," Seorang pelayan menyambut mereka dengan sangat ramah. Putri merasa takjub dengan kemewahan rumah nenek Vian yang seperti istana. Tanpa sadar, ia memperhatikan sekitar.

"Bersikap anggunlah, jangan kampungan. Aku tahu, kamu pasti sangat mengagumi rumah nenekku ini, kan? Tentu saja, pasti rumahmu hanya sebuah gubuk reot yang tertiup angin kencang saja roboh." Sindir Vian setengah berbisik. Cukup sakit hati Putri di hina oleh Vian, tapi apa yang Vian katakan adalah kebenaran, rumahnya di kampung hanya sebuah gubuk reot yang hampir rubuh.

Putri kembali memandang ke depan, menjadi anggun seperti permintaan Vian. Gandengan tangan lelaki itu, membuat Putri sedikit canggung. Meskipun ia merasa terlindungi dan aman, tapi ia kecewa mengingat siapa pemilik tangan itu. Vian hanya tunangan palsunya, ia segera menepis rasa nyaman yang ia rasakan. Putri tahu, ia harus profesional sekarang. Bukankah Vian sudah mengingatkannya? Begitu bisik hati Putri.

Seorang nenek tua dengan baju yang sederhana tapi anggun, tengah duduk di kursi goyang dengan rajutan di tangannya. Kacamatanya yang terhubung dengan kalung khusus menempel di matanya. Ia tampak sangat konsentrasi merajut sebuah syal.

"Nenek, berhentilah merajut. Nanti punggungmu sakit lagi," Vian tampak sangat mengkhawatirkan neneknya itu.

"Vian, kamu sudah kembali, Nak. Kemarilah..." Nenek mengundang Vian yang otomatis membawa Putri mendekat pada Sang Nenek.

"Aku baru saja datang, Nek. Perkenalkan, ini Putri, calon istri yang kemarin aku ceritakan pada Nenek, Aku harap pilihanku kali ini, sesuai dengan yang nenek inginkan."Vian bicara dengan sangat sopan. Putri heran,kenapa Vian bisa selembut itu pada neneknya, sedangkan padanya, dia garang seperti macan lapar.

Nenek tua itu menatap putri perlahan Ia lalu tersenyum ramah. Apalagi saat Putri mencium punggung tangannya, nenek itu lantas merangkul dan mencium pipi Putri. Sungguh, pemandangan ini baru pertama kalinya terjadi. Selama ini, nenek belum pernah memperlakukan wanita yang ia bawa, selembut memperlakukan Putri.

"Namamu cantik, hatimu cantik, wajahmu juga sangat cantik. Nenek sangat senang, akhirnya, Vian menemukan calon istri sepertimu.Setelah menikah denganmu, Vian pasti akan menjadi lebih baik lagi. Dia, satu-satunya cucu kebanggaanku, Nenek berharap, kamu bisa merawatnya dengan penuh kasih sayang," Nenek mengatakan semuanya dengan lemah lembut. Awalnya, Putri pikir, nenek Vian orang yang sifatnya mirip dengan Vian yang ia temui, nyatanya justru kebalikan.

"Terima kasih, Nek, Atas pujiannya. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Vian, tentu saja, aku akan merawatnya dengan penuh kasih sayang dan cinta, iya kan Sayang?" Putri sengaja mengajak Vian berinteraksi. Ia juga ingin menunjukkan ketotalannya dalam bermain peran.

"Tentu saja, Sayang. Aku lega, Nek. Akhirnya, setelah banyak wanita aku bawa ke hadapan nenek, Putri lah yang menjadi pemenang. Aku janji, akan memperlakukan Putri dengan baik." Vian bahagia, dapat melihat neneknya bahagia. Bagaimanapun, ia layak berterima kasih pada Putri, dia sudah berhasil membuat hati nenek yang kecewa kembali membaik.

"Bagus. Kamu memang cucu kebanggaan nenek.Bawalah Putri ke taman atau ke kamar tamu, dia sepertinya lelah. Biarkan dia istirahat," Tentu saja nenek dapat melihat kelelahan yang ada di wajah Putri. Bagaimana tidak lelah, ia baru saja bekerja dan harus ikut Vian ke rumah neneknya dengan paksa.

"Itu tidak perlu, Nek. Aku baik-baik saja. Nenek lihat, aku tidak lelah sama sekali," Putri mencoba untuk meyakinkan nenek Vian kalau dirinya baik-baik saja dan tidak dalam kelelahan.

"Nenek yakin, kamu sangat lelah. Sudahlah jangan sungkan. Vian, cepat antar dia ke kamarnya. Ingat, jangan macam-macam. Aku akan menggetok kepalamu pakai tongkatku kalau kamu berani merugikan cucu menantuku," Nenek tampak sangat menyukai dan menyayangi Putri. Kalau pacarnya yang lain, boro-boro di suruh istirahat, baru beberapa menit saja, nenek sudah mengusirnya secara halus.

"Baiklah, Nek. Aku akan membawa Putri ke kamar tamu. Nenek baik-baik. Kalau lelah, segeralah tiduran," Pesan Vian sebelum meninggalkan neneknya untuk mengantarkan Putri ke kamar tamu agar dapat beristirahat. Wanita tua itu memandangi punggung mereka berdua yang kian menjauh. Ia tersenyum senang, seakan sangat mendukung hubungan Vian dan juga Putri.

"Vian, jangan pikir nenekmu ini tidak tahu, kalau Putri bukanlah pacarmu. Kamu bisa membohongi nenek, tapi nenek lebih bisa membohongimu. Nenek akan membuat kamu benar-benar jatuh cinta pada Putri," Ucap nenek itu dengan pelan, setengah berbisik. Tentu saja, nenek punya banyak mata-mata. Tapi, jika dibandingkan pacar-pacar Vian yang lainnya, Putri memang gadis yang paling tepat untuk Vian. Nenek akan mengikuti, sampai dimana permainan peran mereka berdua.

"Lepaskan aku, mesum! Nenek sudah tidak ada di sini, jadi tidak perlu pura-pura manis." Putri menarik tangannya kasar dari genggaman Vian. Ia tidak ingin terlalu lama di sentuh oleh lelaki buaya di dekatnya itu.

"Baiklah, baiklah, harusnya kamu bangga, dapat bergandengan tangan dengan pria tampan sepertiku. Ah, aku lupa, kamu kan rabun. Sudahlah, aku lupa bilang, kalau mulai hari ini kamu tinggal di kamar ini, di rumah ini. Sampai kita menikah tiga hari lagi. Setelah itu, aku akan membawamu ke rumahku, rumah Vian Wirayudha."Lelaki itu segera keluar dari kamar yang akan di tempati oleh Putri, tidak perduli pada wanita yang sedang mencoba mencerna kalimatnya.

"Vian, kenapa buru-buru? Aku tidak bawa baju ganti, semua bajuku masih di tempat kos..." Protes Putri tidak terima dengan keputusan Vian yang hanya sepihak itu. Vian berbalik dan berjalan ke arah Putri, lalu berdiri tepat di hadapannya.

"Apa kamu pikir, calon suamimu ini cukup miskin? Aku bahkan bisa membeli sepuluh butik untukmu jika Kau mau,tidak usah pikirkan masalah baju, itu urusanku. Sekarang kamu istirahat, karena nanti malam akan ada acara pertunangan kita. Jangan lupa kunci pintu, jangan bicara dengan lelaki lain selain aku," Vian berbalik lagi dan meninggalkan Putri yang masih melongo. Ia sadar, kekayaan Vian memang tidak sebanding dengan dirinya. Dia hanya bisa pasrah, toh ini memang pekerjaannya yang baru. Sebagai istri pura-pura.