Yandra memegang tanganku, warna langit yang biru seakan ikut bahagia melihat kami bersama. Padang rumput yang hijau membentang luas, entah dimana aku tak tau dan tak ingin tau. Hanya merasa bahagia bisa menghabiskan waktu bersama Yandraku.
Yandra mengecup keningku dan berbisik...
"Aku mencintaumu, sangat..."
Aku tersenyum dan mengecup bibirnya.
Kami merebahkan tubuh kami diatas rumput yang hijau itu, saling menatap dan tersenyum.
Tiba-tiba terdengar suara memanggilku.
"Mishel !!!"
Aku memalingkan wajahku dari yandra dan mencari suara itu.
Namun saat aku kembali menatap Yandra, tiba tiba saja Yandra menghilang. Dia sudah tak ada disampingku, lenyap begitu saja.
"Yan.. Yandra Yandra. Kamu dimana? jangan tinggalin aku.. Jangan !!!!!"
Aku terbangun dari tidurku, ku lirik jam sudah menunjukan pukul jam 9 pagi. Semalam setelah aku sampai dirumah aku langsung merebahkan badanku ke tempat tidur tanpa mengganti bajuku.
Bahkan sepatuku juga masih kupakai, ya tuhan...
Aku melepas sepatuku, mengganti bajuku dan mencuci muka.
Ku ambil segelas air di dapur dan duduk di meja makan sambil melihat pesan masuk di ponsel-ku.
Aku mendapati 2 pesan masuk, dari ibu dan Bagas. Isinya kurang lebih sama. Setelah sampai rumah aku harus mengabari mereka.
Ku balas satu persatu pesan itu, ku katakan aku sampai dirumah dengan selamat.
Tiba-tiba aku teringat Aditya. Dia bahkan tidak mengirimku pesan apapun.
Aku tak mau terbawa suasana. Ku putuskan untuk berbenah rumah saja agar tidak slalu berfikiran yang tidak-tidak.
Ku putar lagu dengan volume speaker yang kencang dan mulai membersihkan rumah.
Sangking kerasnya, aku bahkan tak menyadari Bagas dan Aditya yang sudah sedari tadi mengetuk pintu rumahku.
Sampai setelah selesai berbenah, aku mendapati mereka berdua sedang duduk di teras rumahku.
"Bagas, Adit..Kenapa gak ketuk pintu?"
Bagas dan Aditya hanya saling memangdang dan tersenyum.
"Jadi?" Bagas bertanya padaku
"Jadi apa?" Aku malah menjadi bingung.
"Jadi apa kita harus duduk disini seharian?" Aditya menambahkan.
Sontak saja hal itu membuatku tertawa dan mempersilahkan mereka masuk.
Ku matikan suara Speakerku yang kencang itu dan kubuatkan mereka minuman dingin. Cuaca sedang sangat panas, ku pikir mereka butuh minuman yang menyegarkan.
"Gimana tidurmu semalam" Bagas memulai pembicaraan
"Lumayan...." Sembari tanganku mengambil gelas yang sudah berisi perasan jeruk dingin dan meminumnya.
"Shel, besok kamu udah bisa kerja ?"
"Kayanya aku udah bisa nerima semua ini, jadi harusnya aku juga sudah bisa kembali bekerja"
"Syukur kalo begitu"
Aditya hanya memperhatikan kami berbicara saja. Tidak seperti biasanya, kali ini dia terlihat lebih diam, seperti menjaga sikap tapi entah menjaga sikapnya dariku.. atau.... atau Bagas.
"Sebentar lagi waktu makan siang, kalian makan disini aja ya?" aku menawarkan.
Bagas hanya mengangguk sembari tersenyum, Namun Aditya hanya melirik ke arah Bagas tanpa mengatakan apapun.
"Ohya, aku belum beli bahan masakan. Dit, bisa tolong anterin aku ke Supermarket ?"
Aditya seperti kaget mendengar ajakanku.
"Gak Bagas aja?"
"Aku ada perlu sama kamu juga"
Bagas hanya melihat kami dengan tatapan yang dingin.
"Gakpapa kan Gas?"
Bagas hanya mengangguk dan kembali meminum perasan jeruk dingin di gelas yang sedari tadi dia pegang.
Aku dan Aditya bergegas membeli bahan, Supermarket yang kami tuju tidak jauh dari rumah. Hanya menghabiskan waktu 20 menit kurang lebih untuk bisa sampai disana.
Aditya mendorong trolly dan aku sibuk memilah bahan apa yang aku ingin beli.
"Kenapa?" Aku menanyakan mengapa sikapnya sedikit berbeda
"Kenapa apanya?"
"Kamu kenapa?"
"Aku?"
"Okey kalo gak mau bilang, aku langsung tanya Bagas aja nanti"
"Eh, jangan. Ngapain sih. Gak ada hubunganya sama Bagas"
Aku yang sedang memilah milih saus jadi tersenyum mendengar jawabanya. Jelas saja ada apa-apa diantara mereka berdua. Aku berbalik dan menatapnya.
"Jadi?"
"Jadi apa?"
"Ya kenapa?, masih gak mau bilang?"
"Soal apa dulu ni?"
"Apa yang Bagas bicarakan sama kamu?"
"Masalah itu...." Terlihat Aditya sedang berfikir mencari alasan.
"Okey, aku telepon Bagas sekarang" Sambil mengeluarkan ponselku dari saku celanaku.
"Eh, jangan. Iya.. aku bakal kasih tau"
"Trus?"
"Iya.. jadi Bagas gak suka kita deket, mungkin lebih tepatnya aku gak boleh deket sama kamu"
Aditya kembali berjalan sambil mendorong trolly melewatiku yang sedang terkejut mendengar ucapanya.
Aku segera menyusulnya.
"Kok bisa?"
"Ya bisa lah. Lu itu pacarnya. Oh bukan, Lu itu calon istrinya. Jadi wajar dia gak suka gue deket deket sama lu" Tiba-tiba saja Aditya menjadi ketus.
"Loh kok jadi kamu yang marah?"
"Siapa yang marah, udah cepetan. Ini trolly udah hampir penuh, lu mau penuhin ini semua baru kita pulang"
Mendengar nada ketusnya aku tak berniat berlama-lama lagi denganya.
Kami segera pulang..