Chereads / Om Fadil / Chapter 26 - Bab 26

Chapter 26 - Bab 26

Gue pulang ke rumah Om Fadil, dan masih tidak menemukan si mbak yang bersih-bersih rumah. Sakit kali ya? Ah bodo deh, gue harus cepet bikin Sop Ayam buat si Om, biar dia mau makan. Gue pergi ke dapur dan langsung membuka kulkas, syukurlah, isinya penuh. Semuanya lengkap. Gue langsung mulai masak, gak hanya Sop Ayam, tapi masak nasi juga dan bikin kue ketan item, gue jago banget bikin ini, karena Mama selalu bikin kue ini tiap Weekend, pokoknya gue jagonya lah, cuy! Hehehe.

Gue nyalain kompor, keluarin bahan masakan dari kulkas dan mulai masak. Entah kenapa gue jadi terus kepikiran, hal yang paling kuat membuat si Om bunuh diri tuh apa? jelas, yang pertama keluarga, tapi yang paling kuat banget? Gak terasa, gue yang lagi ngiris wortel, pisaunya meleset dan kena jari gue, dan gue tersentak kaget, buru-buru gue hisap kucuran darah yang terus keluar dari jari gue. Ceroboh! Itulah gue sedari dulu.

__

Zila berjalan terburu-buru di koridor rumah sakit, ia bahkan beberapa kali bersenggolan dengan orang yang lewat, sudah jam 10:15, malam. Dan Fadil belum makan malam, ia tahu bahwa makanan yang di antar Suster tidak akan laki-laki itu makan, karena menurut Fadil itu seperti muntahan bayi. Zila berdiri di depan pintu Lift yang belum kunjung terbuka, masih menampilkan Lift naik ke lantai 10 di layar kecil atas Lift itu. Gadis itu tidak bisa diam, ia menenteng tas ramah lingkungan berisi makan malam Fadil. Saat ia masih terpaku pada layar kecil diatas pintu Lift, seseorang menekan tombol Lift naik, seperti yang Zila lakukan. Ia berdiri di sebelah Zila dan diam memperhatikan pintu Lift.

Karena merasa penasaran, Zila menengok ke samping, dan ia begitu terkejut melihat sang Ayah lah, yang berdiri disebelahnya kini.

"mau ke lantai berapa dek?" Tanya Arkan, Ayah Zila. Gadis itu begitu gugup, kenapa Ayahnya ada disini dan tidak mengenalinya? Aneh!

"ma-Mau, ke lantai 8 Pak," jawabnya dengan gugup. Ia buru-buru mengalihkan pandangannya ke depan.

"oh, sama. Istri saya juga di rawat di lantai 8, bareng aja ya dek. Oh ya, siapa yang sakit?" tanya Arkan lagi.

Mampus! Zila harus menjawab apa, masa menjawab, 'suami masa depan saya, sakit pak. Karena baku hantam sama anak sekolah lain.' Kan gak mungkin, banget.

"kalo saya sih, istri saya baru ngelahirin. MasyaAllah, kamu tahu? Anak saya lucu banget, kayak Adudu Boboboy." Zila langsung tersedak ludah sendiri, tega sekali Ayahnya menyamakan dirinya dengan Addudu si kepala kotak, tokoh Antagonis di Kartun Boboboy. Jahatnya..

Pintu Lift terbuka, kosong. Mereka berdua langsung masuk, dan Arkan menekan tombol lantai 8. Ia melanjutkan omongannya lagi, "ahahaha, bercanda dek! Anak saya cantik dan lucu banget, kayak anaknya Ratu Elizabeth, beuh, lebih cantik malah.." oke! Sekarang Zila langsung besar kepala, dan mengucap syukur dalam hati, Ayahnya tidak seburuk yang ia kira, yang tega menyamakan dia dengan si kotak hijau nge-jreeng itu.

"hehehe... ia Om, saya juga ada temen di rawat disini, omong-omong selamat atas kelahiran puterinya ya pak, saya turut bahagia.."

"oh iya, makasih ya. Nama saya Arkan, nama kamu siapa?"

Oke, rasanya dunia seakan berhenti, ini agak lebay memang. Tapi, hey! Masa ada Ayah nanya nama anaknya siapa, dan tidak mengenalinya. Datang ke masa lalu, mengajarkan banyak hal pada Zila. Untung saja, pintu Lift segera terbuka, dan Zila buru-buru keluar. Meninggalkan Arkan sendiri, di dalam Lift.  

"mampus gue, tahu nama gue ancor udah." Gadis itu berjalan cepat ke kamar rawat Fadil, ia takut berpapasan lagi dengan sang Ayah. Bukan apa-apa, horor aja gitu. Tertanya di rumah sakit ini juga, ia dilahirkan, dan Fadil di rawat. Tuhan memang maha tahu, dan penulis cerita handal untuk kehidupan umatnya. Bahkan, sedari dulu mereka sudah dipertemukan, meskipun tidak bertemu langsung, tapi itu sudah menjadi bukti kuat bahwa mereka berjodoh di kemudian hari.

Zila mengetuk pintunya terlebih dahulu, lalu masuk. Ia melihat Fadil sedang duduk bersender diranjang, dan matanya kosong menatap keluar jendela. Gadis itu mengambil posisi duduk disamping ranjang, dan mulai mengeluarkan makanan yang ia bawa. "ayo, makan malem dulu, udah gue bikinin Sop-nya, mumpung masih panas."

Fadil menoleh ke samping, ia menatap wadah berisi Sop Ayam yang masih panas, itu dengan tatapan sedih. "bentar, gue siapin dulu." Ujar Zila.

"makasih.." entah sudah berapa kali Fadil mengucapkan itu, ia beruntung ada perempuan yang entah datang dari mana, mau membantunya sejauh ini.

"jangan makasih, makasih terus, gue ikhlas dan gak harepin apa-apa kok! Jadi tenang aja, yang penting lo harus cepet sembuh. Itu mau gue"

'ada satu yang gue harepin sebenernya Om, yaitu lo gak jadi bunuh diri, dan itu karena gue. Dan untuk anak masa depan kita juga, Fatih.' Lanjutnya dalam hati.

Satu suapan berhasil masuk ke mulut Fadil, lelaki itu dalam diam tersenyum samar, bahkan wanita ini begitu baik dan cantik fisik maupun hatinya. Fadil merasa Tuhan mengirimkan sang Mama kembali padanya dalam bentuk lain.

"lo mirip Mama, bahkan cara lo memperlakukan gue, gue rasa lo adalah bentuk lain dari Mama gue. Eh btw nama lo siapa? Kita belum kenalan," Fadil mengangkat tangannya yang sedang di infus, dan Zila menyambut uluran itu.

"Zila.." your future wife, lanjutnya dalam hati.

"Fadil. Eh tangan lo kenapa?" Fadil langsung menarik halus tangan Zila, ia melihat jari telunjuk gadis itu terluka dan dibalut plaster berwarna coklat. Mata Fadil menatap bergantian pada wajah dan jari Zila yang terluka, ada raut khawatir di wajah tampan pucat, lalaki itu.

"cuman kecelakaan kecil aja, kok! Kalo masak emang hal biasa kan?" Ucap Zila mencoba menarik tangannya tapi gagal, Fadil masih erat mengengamnya.

"ck, ceroboh."

Yes, I'm. Batin Zila.

"lain kali hati-hati, gue juga gak laper-laper banget kok, bahaya banget ini. Dan lo yakin ini gak bakal infeksi?" kata-kata Fadil, menyiratkan kekhawatiran yang lumayan, membuat si empunya tangan mengulum senyumnya, tidak pernah berubah, Om Fadil selalu perhatian.

"gak bakal kok, udah di bersihin anti-septik juga. Tenang aja, yaudah makan lagi ya.."

Ia menghela nafas, dan menatap Zila, "gue gak mau lo kenapa-napa, karena lo mirip Mama, gue gak mau kehilangan wanita berharga dalam hidup gue lagi. Mungkin ini terdengar gila, karena kita baru kenal, tapi please, you're someone else looks like My best mom, and I don't want to lose it a second time..."

"gue malaikat penolong, lo." Celetuk Zila tanpa sadar, apa yang ia ucapkan.

"ya, gue tahu itu. Please stay with me." Pinta Fadil.

"always, dan gue akan lindungin lo semampu gue,"

"No! Bukan lo Zil, tapi gue, sebagai lelaki yang bakal lindungin lo."

Dreettt!!

Ponsel Fadil bergetar, dan menampilkan satu pesan Whatsapp dari nomor tidak dikenal.

0812-7654****

Segitu aja? Hahahah.. cemen anjing! Gue tantang lo lagi malam sabtu, di Jalan biasa. Kita balap, lo kalah, gue bakal permaluin lo seumur hidup, lo menang lo boleh bales sebaliknya ke gue.

-Devan.