Chereads / Om Fadil / Chapter 23 - Bab 23

Chapter 23 - Bab 23

Gue gak tahu selama pingsan dia ngapain gue aja, tiba-tiba gue udah ada di dalem kamar yang maskulin dan sedikit berantakan. Si Om kemana ya? Gue pegang kepala yang masih terasa pusing, dan mencoba menyandarkan tubuh gue di kepala ranjang. Jam berapa ini ya? Dari arah pintu kamar, muncul si Om remaja yang bawa makanan dan minum. Dia ngehampirin gue, terus naruh makanan itu di atas nakas.

"Sorry, kalo tadi gue kasar sama lo. Abisnya lo mencurigakan, sorry ya." Ucapnya minta maaf.

Gue senyum aja, "iya gak apa kok, Gue maklum. Sorry juga repotin lu,"

"Enggak sama sekali, btw udah makan? Makan dulu ya, gue takut lo sakit karena keujanan tadi." Dia ambil piring berisi nasi dan lauknya, terus sodorin ke gue. Dia rapihin selimutnya biar tetap bikin gue hangat, terus berdiri.

"Kalo ada perlu apa-apa, lo bisa ke kamar sebelah. Ketuk aja pintunya, itu kamar gue kok."

"Iya."Gue terdiam melihat kepergian Om Fadil, dia nutup pintunya pelan. Dan gue sendirian di kamar ini, yang entah kamar siapa. Gue menatap piring berisi makanan itu dengan air liur yang udah di ujung, hajar! Laper coy abis dingin ke ujanan. Makanan gratis asekk!

--Pukul 20:14 Malam. Gue keluar dari kamar karena tidur dari sore pas lagi ujan itu, rumah si Om sepi banget euy. Gak ada keliatan Papah atau Mamahnya gitu, padahal masih terbilang belum larut malem gitu, masih pada beraktivitas lah belum pada tidur.

Gue liat-liat, liat sana, liat sini. Gak tau mau kemana, rumah ini juga terlihat gede, gitu luas. Dan gue inget kata si Om muda kalo butuh apa-apa ke kamarnya aja yang disebelah kamar yang gue tempatin tadi.

--

Zila berjalan ke depan pintu kamar Fadil, dan hendak mengetuknya. Tangannya yang terkepal sudah melayang di udara, saat tidak sengaja Zila mendengar ada suara desahan antara laki-laki dan perempuan dari dalam kamar itu. Zila yang penasaran menempelkan telinganya di pintu dan mendengarkannya dengan seksama.

"Kayak suara orang lagi mantap-mantap." Bisik Zila, ia kemudia berdiri tegak, dan mengetuk pintu kamar Fadil dengan segenap keberanian yang ia miliki.

Tok! Tok! Tok.

Beberapa kali ketukan tidak di buka pintunya, Zila mencoba lagi. Tidak lama Fadil membuka pintu itu sedikit dan hanya kepala Fadil yang keluar dari celah pintu. Rambutnya berantakan dan matanya terlihat sayu.

Zila mengigit bibirnya tanda gugup, "ada perlu apa?" Tanya Fadil to the point.

"Mau, eum--ngobrol aja sih. Soalnya gue sendirian."

"Oohh. Nanti ya, tunggu di ruang TV aja dulu, nanti gue kesana." Zila yang entah lagi sadar dan ketidakwarasaannya melayan entah kemana itupun mengangguk saja, Fadil pun tersenyum samar sebentar lalu menutup pintunya lagi.

Blam!

Zila sedikit kaget, tapi rasa penasaran yang kini menelungkupinya. Kenapa pintunya di buka sedikit? Kenapa juga Fadil terlihat habis, err--melakukan Sex? Gadis itu gugup, ia mulai berfikir keras, sebenarnya kan tujuannya ia kesini ia harus menyelamatkan Fadil, tapi kenapa sekarang ia diam? Berfikir Zila.

Zila mundar-mandir, ia sedang berfikir entah memikirkan apa, atau cara bagaimana untuk tahu Fadil sedang apa di dalam kamarnya. Tidak lama, gadis itu menjentikkan jarinya tanda mendapat ide.Ia mendekat ke arah pintu kamar itu dengan pelan, lalu membungkuk dan mulai mengintip lewat celah lubang kunci. Menutup sebelah matanya, agar terlihat sedikit jelas.

Disana Fadil sedang melakukan aktifitas yang Zila sangka tadi, ia benar Fadil sedang melakukan Sex dengan seorang wanita yang terlihat lebih tua dari umur Fadil. Mereka sama-sama mendesah dan berganti posisi. Zila tak percaya, ternyata Suami masa depannya itu pernah terlibat pergaulan bebas.Gadis itu terus mengintip, sampai Fadil mendapat pelepasannya dan berguling ke sebelah wanita yang Zila tidak tahu namanya itu.

Mereka nampak mengatur nafas dan si wanita tadi memeluk Fadil dengan manja. Zila masih terpaku, entah ia harus berbuat apa setelah ini. Sebelah matanya mengedar sebisa mungkin, ke dalam ruangan kamar Fadil. Ia melihat banyak botol minuman keras yang tergeletak di atas meja atau di lantai kamar, Zila ingin marah tapi pada kedua orangtua Fadil bukan pada lelaki itu.

Gadis belia tersebut menegakkan kembali tubuhnya, dan berjalan lunglai ke arah sofa yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Ia menjatuhkan bokongnya di sofa empuk itu, lalu merunduk sambil menutup wajahnya memakai kedua telapak tangannya.Apa yang harus Zila lakukan sekarang? Bahkan ini baru terlalu awal untuk tahu alasan Fadil mengakhiri hidupnya di kemudian hari.Terdengar suara pintu di buka, Zila melirik sebentar, ternyata Fadil. Ia keluar memakai kaos putih oblong biasa dan celana boxer.

"Loh? Gue kan suruhnya di ruang TV, kok malah lu duduk disini?" Fadil menghampiri Zila dan duduk di depan gadis itu.Zila menggeleng pelan, lalu menyandarkan tubuhnya pada sofa.

"Sorry lama." Kata Fadil sembari mengambil sebatang rokok dari tempatnya dan menyalakannya. Fadil menghisap rokok itu pelan, lalu menghembuskan asapnya ke udara.

"Abis ngapain?" Zila memcoba memberanikan diri untuk bertanya, meskipun ia sudah tahu jawabannya.

"Ohh, tadi gue BAB dulu. Biasalah panggilan alam."Mendengar itu Zila tersenyum miring,

"ada ya, BAB sambil ngedesah?"Fadil tak perduli, ia tetap asik merokok. Lalu menggaruk-garuk pelan rambutnya.

"Emang kenapa?" Tanya balik Fadil.

"Enggak. Heran aja, baru tahu ada BAB sambil desah keenakan." Ucap Zila berkaca-kaca, hatinya perih melihat pergumulan Fadil tadi. Ia cemburu.

"Kenapa sih? Lo cemburu? Lo kan bukan siapa-siapa gue."Hati Zila langsung bergemuruh mendengar itu,

"iya untuk sekarang, tapi enggak untuk nanti Fadil. Gu--gue.."

"Gue apa? Ya sorry kalo kegiatan gue tadi menganggu pendengaran lo. Sorry sekali lagi"Zila membuang pandangannya ke samping, kenapa sekarang Zila terbawa baper sih. Suara dari arah pintu kamar Fadil, membuat Zila meliriknya.

"Sayaang, dingin nih, lanjut yuk." Kata si wanita itu manja. Dan Zila ingin sekali menonjok wanita itu sekarang juga.Fadil mematikan rokoknya, lalu menghampiri wanita ganjen tersebut.

"Masuk dulu, aku lagi ngobrol sama dia. Nanti aku temenin lagi."Jawaban Fadil membuat hati Zila tambah panas,

"sialan." Umpat Zila pelan.Wanita ganjen itu mencibik, lalu mengangguk dan mencium pipi kanan Fadil sebelum masuk lagi ke dalam kamar.

Fadil menutup pintunya rapat, "eh iya, tujuan lo dateng kesini mau apa? Kesesat nyari saudara? Rumah saudara lo dimana emang?" Lagi-lagi Zila dibuat kesal dengan semua ucapan yang terlontar dari bibir suami masa depannya itu.

Dalam hati Zila berteriak. "GUE CARI LO SETAN!"

"Gue gak cari apa-apa, gue cuman mau nolong seseorang disini." Ujar Zila pelan.