"Gadha?" pangilku setelah ia membatalkan menarik semua alat yang terpasang di tubuh Dera. "Kita perlu bicara," ucapku. Ia mengangguk sepertinya menyetujuiku.
Kami berdua pun memutuskan untuk duduk di taman rumah sakit yang tampak sepi.
Aku dan dia duduk bersebelahan. Kami sama-sama diam cukup lama.
"Gua," ucap kami tak sengaja berbarengan.
"Lo duluan," ujarnya.
Aku mengangguk tak ingin berbasa-basi atau pun melakukan hal yang sama dengan saling lempar menyuruhnya berbicara lebih dahulu.
"Gadh, gue mau menikah sama lo bukan karena masih cinta. Gua cuma gak mau lo nyerah. Gua cuma mau nepatin janji sama Dera, kalau dia yang akan mengurus lo sampai tua dan cuma dia yang akan besarin anak kalian sampai dewasa nanti."
Gadha terlihat mendengarkan. "Gua tekanin dari sekarang, kita cuma menikah itu hanya status. Tapi gua akan memenuhi seluruh kewajiban gua sebagai istri , kecuali memenuhi nafsu lo," ucapku tegas tanpa ditutup-tutupi.