Chereads / Ordinary Hannah / Chapter 3 - Someone Mysterious

Chapter 3 - Someone Mysterious

Ckiiitttt....

Suara mobil Evans berdecit di pelataran parkiran kampus yang luas dengan dihiasi pepohonan rindang yang cukup asri di sekelilingnya. Semalam, sehabis membalut luka Hannah, Evans langsung pulang ke rumahnya. Paginya, Ia datang kembali ke lobby apartement Hannah untuk menjemput wanita itu dan mengajaknya berangkat kuliah bersama.

"Hari ini tidak perlu menungguku, aku akan masuk ke klub terlebih dulu" ucap Hannah sembari bersiap keluar dari mobil.

"Kau sudah memilih klub?" Tanya Evans

Yang hanya dibalas deheman dari Hannah. Evans berpikir sepersekian detik kemudian,

"Kalau begitu aku juga akan latihan bersama FOX sebentar, saat itu aku masih di kampus, jadi hubungi aku jika kau sudah selesai" balas Evans sambil melepas sabuk pengamannya cepat, Ia melenggang keluar dari mobil lebih dahulu, dan melemparkan kunci mobilnya kepada Hannah yang baru saja keluar dan berdiri di samping mobil Evans.

"Aku tidak bisa pulang tanpa itu" jawab Evans menunjuk kunci mobil yang kini berada di genggaman Hannah dengan key-chain kepala Doraemon yang ditangkap secara refleks oleh Hannah. Ia ditinggal kabur begitu saja oleh Evans.

"Evaaannnsss!" Teriak Hannah kesal. Laki-laki itu tahu sekali bagaimana cara memaksa Hannah untuk melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Evans benar-benar tidak membiarkan Hannah pulang sendiri untuk yang kedua kalinya setelah kejadian hilang kabar kemarin yang membuat Evans memenuhi riwayat panggilan teleponnya. Evans hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh sedikitpun ke belakang.

.

.

.

.

-Di kelas-

"Kau akan masuk ke klub apa Hannah?" Sapa Sofie setelah membereskan buku mata kuliah terakhir yang mereka ambil hari itu. Sofie sekelas dengan Hannah, kelas di jurusannya terbagi menjadi dua, dan Anne berada di kelas yang satunya.

"Hari ini adalah pertemuan pertama kami, aku masuk ke Volunteering Club, bagaimana denganmu?"

"Oh, bukankah masuk di klub semacam itu cukup melelahkan? Entahlah, aku benar-benar belum tau ingin melakukan apa, tapi Anne masuk ke Klub Musik, aku sedikit tertarik dengan itu jadi aku ingin mencobanya juga" ucap Sofie dengan senyum cerah sekali. Bagaimana bisa Ia bilang sedikit namun bibirnya begitu melengkung hingga ke atas? *jangan bayangkan senyum lebar Joker* Lol

Hannah baru ingat kalau Evans dan group band kampusnya, FOX, adalah salah satu kebanggaan Klub Musik, Anne dan Sofie tentu saja sudah dengar hal itu sejak awal ketika setiap klub mempromosikan dirinya saat hari orientasi kemarin, nama FOX berulang kali disebutkan dalam klub itu. FOX juga sempat menjadi salah satu pusat perhatian karena tampil di acara penyambutan mahasiswa-mahasiswi baru di angkatan Hannah, bagaimana itu tidak menjadi alasan terkuat?

Klub Musik berada dalam naungan induk Klub Seni Modern dan setiap klub di dalamnya berkaitan erat satu dengan yang lain. Klub Seni Modern terdiri dari berbagai macam sub kesenian modern, seperti dance, paduan suara, musik klasik, band, drama, bahkan seni melukis jalanan juga ada dalam klub ini. Hannah sempat berpikir kalau Ia tidak benar-benar berada di Fakultas Teknik saat pertama kali berkunjung ke Universitas ini bersama Evans, saat itu adalah hari festival Universitas dan Ia benar-benar melihat kalau seluruh kegiatan seni benar-benar begitu kental di dalamnya. Apakah setiap mahasiswa teknik juga mahir dalam bermusik? Pikir Hannah melihat dominasi teman-teman Evans yang Ia kenal dari Jurusan IT kebanyakan juga bagian dari Klub Musik atau Klub Seni Modern tepatnya. Tentu saja beberapa pria mahir memainkan alat musik, dan hey... Fakultas Teknik diisi oleh mayoritas pria di dalamnya. Baiklah, sepertinya Fakultas Hannah dan Evans yang berdekatan menjadi tempat yang sangat strategis dalam hal mencari jodoh, bagaimana tidak? Fakultas Sastra yang notabenenya berada persis berhadapan dengan Fakultas Evans kini sebagian besar mahasiswa seangkatannya juga ikut bergabung dalam klub itu dan tentu saja mahasiswanya kebanyakan wanita, bukankah ini suatu kebetulan yang bisa dibilang menguntungkan? Namun letak fakultas yang strategis itu tentu saja juga memudahkan untuk Hannah dan Evans bertemu, setidaknya Hannah tidak punya pikiran untuk mencari pria seperti teman-temannya untuk saat ini.

Ia tahu Evans jenius dan berkuliah di tempat yang tepat, namun pengaruh group band miliknya juga sangat lekat ada pada diri Evans. Selain jenius dan cukup nyambung saat diajak berdiskusi masalah berat, Evans juga cukup popular sejak masuk kuliah, hal itu membuat Hannah sedikit merasa puas menjadi teman dekat dan sekaligus yang paling mengetahui masa lalu Evans kecil. Hannah telah berulang kali menyaksikan penampilan FOX dengan Evans sebagai drummer di dalamnya. Posisi yang cocok untuk sahabatnya itu, mengingat Ia tidak terlalu menyukai peran utama di tengah panggung sebagai seorang vokalis. Biasanya seorang vokalis lah yang paling menonjol dalam sebuah group band, drummer selalu ada di posisi paling belakang dari para pemain musik lainnya dalam sebuah group, itulah mengapa Ia memilih posisi itu sebagai tempat menyalurkan hobinya tanpa harus merasa tidak nyaman. Namun pesona Evans bukanlah sesuatu yang mudah untuk diabaikan, Ia bahkan tidak kalah tenarnya dari Leo, sang vokalis utama FOX untuk digilai para penggemar yang kebanyakan wanita dari berbagai jurusan, yang tidak terkecuali dengan jurusan di mana Hannah berada.

Hannah tidak banyak bicara dan memberi komentar, Ia hanya menganalisis segala sesuatu di pikirannya tanpa mengutarakan kepada orang-orang yang baru sekali atau dua kali bertemu dengannya, tentu saja Hannah dapat dengan mudah memahami ekspresi gadis di depannya yang terang-terangan menunjukkan ketertarikan akan FOX, tentu saja siapa juga yang tidak tertarik dengan 4 orang laki-laki di dalamnya yang benar-benar cukup tampan bahkan menurut Hannah sendiri. Walau sayangnya Hannah terlalu mengenal salah satu di antara keempat pria itu, sehingga membuat Hannah tampak biasa saja dan tidak sebegitunya menggilai atau bahkan menjadi fans bagi group band FOX yang membesarkan nama sahabatnya.

"Baiklah, semoga menyenangkan dan berhasil, sampai jumpa besok!" Ucap Hannah kepada Sofie yang masih sibuk senyum-senyum sendiri,

"Ah, baiklah. Kau sudah mau pergi? Hati-hati dan sampai besok!" ucap Sofie membereskan peralatan yang masih tersisa di atas mejanya, Hannah hanya membalas kembali dengan senyuman dan berdehem kemudian pergi meninggalkan kelas, tangannya bergerak ke kanan-kiri bersamaan dengan Sofie yang semakin tertinggal oleh punggung tubuh Hannah yang tertutupi oleh juntaian rambutnya yang terikat.

Hannah berjalan menyusuri lorong dengan tiang-tiang yang menjulang tinggi menghiasi sisi kanan dan kiri bangunan. University of Newtbert, dengan gaya arsitekstur khas bangunan American Classic itu mulai terlihat sepi di sore hari, namun tiba-tiba suara dari dering ponselnya membuat kegaduhan dalam senyap, Hannah menepuk jidatnya.

"Ya ampun, apakah aku tidak mematikan ponselku sejak pagi hingga selesai kelas? Ah, untunglah Ia tidak berbunyi saat kelas sedang berlangsung" ucapnya pada dirinya sendiri, Hannah segera melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya. Dilihatnya barisan huruf yang membentuk sebuah kata, kata ganti orang yang menjadi favoritnya, 'Mommy', itu dari Larissa.

"Yes, Mom. How are you? Why didn't you call me back last time I called you?" Hannah melambatkan langkah kakinya, Ia begitu saja berhenti di tengah lorong sambil menikmati waktu bicaranya dengan Larissa.

"I'm sorry Darl, saat itu Loui baru saja pulang kerja dan Mommy harus menyiapkan makan malam. Kemudian tanpa sengaja ponsel Mommy tercelup dalam soup panas saat ingin meletakkannya di telinga karena licin, Mom agak panik saat itu" terang Larissa dengan suaranya yang lembut.

"Oh, Mom. Kau harus lebih berhati-hati. Bagaimana bisa kau membuat Daddy terus menerus membelikanmu ponsel baru?" Ucap Hannah merasa heran dengan kecerobohan Ibunya sendiri. Ia merasa tidak enak kepada Daddy barunya yang begitu sabar mengurus Larissa dengan sepenuh hati. Sebelum Jonathan meninggal dan Larissa belum mengalami sakit, Ia adalah wanita paling cekatan dan luar biasa di muka bumi yang pernah Hannah tau, tentu saja saat ini Larissa masih Mommynya yang hebat. Hanya saja saat itu, dengan kondisi Jonathan yang cukup sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit, sebagian besar Larissa lah yang selalu mengurus Hannah kecil bersamaan dengan menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya dengan tepat waktu, Larissa tidak pernah mengandalkan asisten rumah tangga dalam hal mengurus keperluan Alex dan Hannah sejak mereka dilahirkan, pekerjaan seperti memasak, dan pekerjaan rumah ringan lainnya masih bisa Ia lakukan sendiri tanpa bantuan pengasuh anak atau cheff khusus, lagian makanan buatan Larissa benar-benar dikategorikan lezat mengingat latar belakang Larissa adalah seorang chef sebelum menikah dengan Jonathan dan memutuskan untuk full time menjadi istri dan Ibu bagi kedua anaknya. Namun seiring dengan bertambahnya usia, Larissa sedikit mengalami perubahan pada dirinya, beberapa fungsi kerja tubuhnya sedikit menurun, seperti ingatannya yang dulu begitu cemerlang, kini Ia sering melupakan sesuatu yang baru saja Ia pegang dan menghilangkan barang-barang tanpa sengaja, ini adalah kali kedua Larissa merusakkan ponsel miliknya sendiri dan menghilangkan dasi hitam bermotif timbul kesayangan Loui, namun Loui yang seorang dokter memahami dan merawat Larissa dengan sabar dan telaten, katanya itu hal wajar apabila Larissa sedikit berubah mengingat semua yang telah dilaluinya selama ini, lagi-lagi Hannah merasa bersyukur Ibunya diberikan seorang suami yang sebaik Ayahnya. Toh, selebihnya tidak ada masalah yang begitu berarti dari keluarga kecil itu.

"Jadi, bagaimana hari pertamamu kemarin? Apakah sejauh ini menyenangkan?" Larissa begitu ingin mendengar bagaimana anak perempuan satu-satunya itu menjalani hari pertama kuliahannya.

Larissa mengerti sekali bahwa ini adalah opsi terakhir dan pilihan terbesar yang pernah Hannah buat dalam hidupnya, memilih untuk mengubur impian yang sedari kecil sudah dibangun dalam imajinasi dan kehidupan nyata Hannah bersama Jonathan, mengakhiri usahanya beberapa tahun belakangan ini, dan mengalah dengan keadaan untuk melepaskan cita-citanya yang begitu murni, bukanlah hal yang mudah bagi siapapun, terutama untuk Hannah yang Larissa merasa, Ia telah begitu membebani putri satu-satunya dengan kesedian yang juga Ia lalui. Masuk jurusan sastra bukanlah sesuatu yang pernah ada dalam ingatan Larissa pernah diimpikan putrinya, gadis kecil itu suka berpuisi dan beberapa kali mengikuti lomba puisi dan menulis, tentu saja Larissa tidak akan meragukan kemampuan Hannah untuk bisa survive dalam jurusan sastra, anaknya adalah gadis serba bisa yang selalu melakukan segala hal dengan baik sejak kecil. Hanya saja, ada yang mengganjal bagi Larissa, bahkan Ia ingat sekali kalau putrinya adalah gadis yang sangat jenius dan benar-benar tertarik dalam bidang science. Tentu saja Larissa tahu anak perempuan satu-satunya itu begitu ingin menjadi seperti kedua suaminya, menjadi seorang dokter, hanya saja entah mengapa Hannah yang begitu cemerlang dalam ingatan Larissa, tiba-tiba berulang kali gagal dalam ujian praktek masuk kuliah kedokteran, Ia memilih mengambil gap year setelah lulus sekolah menengah atas. Padahal Ia tahu benar kalau bukan karena kejadian itu, perjalannya sudah pasti akan sangat mulus menjadi seperti yang Hannah inginkan. Kecelakaan itu benar-benar meninggalkan luka yang mendalam baginya dan putrinya.

Larissa sempat berpikir mengapa Hannah tidak mengambil jurusan yang lebih relevan terhadap ketertarikannya di bidang science ketimbang sastra, atau bahkan bisa saja putrinya mengikuti jejak sahabatnya di jurusan IT. Entahlah, ada sesuatu yang bagi Larissa terlewatkan dalam memperhatikan perkembangan Hannah sejauh ini, hanya saja Ia tidak lagi berani menanyakan keputusan putrinya yang telah tumbuh menjadi dewasa dengan segala masa lalu yang sama melukai dirinya. Larissa hanya merasa, Ia tidak memiliki hak untuk mengetahui bagaimana putri kecilnya telah memanage masa depannya yang telah cukup baik sejauh ini.

Menikah dengan Loui adalah keputusan terbesar yang Larissa buat, selain karena mencintai lelaki itu pada akhirnya, dan mengingat Loui bukanlah orang asing bagi keluarga mereka, Larissa juga ingin berhenti membebankan dirinya pada anak satu-satunya yang tersisa di keluarga, Ia tidak sakit sampai gila, Larissa memikirkan banyak hal dan karenanya Ia tak mampu menahan sakitnya kehilangan jika terus menerus sendirian, Ia masih sadar pada orang-orang yang selalu ada di sekitarnya, maka sebab itu Larissa memutuskan untuk menikah dengan Loui, Ia juga menyayangi anak Loui, Tom seperti anaknya sendiri, seperti Loui menyayangi Hannah kecil, Larissa benar-benar merasa keluarga kecilnya utuh kembali karena keberadaan Tom mengingatkannya pada Alex, Larissa memahami Tom yang membutuhkan kasih sayang seorang Ibu, dan Ia bersedia melakukannya demi apapun juga.

"Em'! Everything is alright Mom, I have some new friends, Sofie and Anne. And you already know, Evans is here. He even drove me off to college this morning" ucap Hannah

Belum sempat Hannah mendengar respons Larissa dari seberang sana, tiba-tiba...

"Jangan ikuti aku, tolong!!" Teriak seorang wanita ketakutan dari arah berlawanan, ia berjalan dengan cepat sembari membawa beberapa tumpuk buku di tangannya, kepalanya seperti berputar menengok ke belakang dengan paniknya dan berjalan agak sempoyongan menabrak Hannah.

"Oh God!" Hannah sedikit berteriak meringis kesakitan, kekuataan wanita bertubuh kurus di hadapannya benar-benar tak terduga, posturnya cukup tinggi dengan rambut ikal pirang yang Ia gerai, handphone Hannah terpental sejauh setengah meter dari posisi tubuhnya, Ia melihat layar ponselnya retak, padahal ponselnya merupakan keluaran terbaru setelah sekian lama Ia tak pernah mengganti ponsel lamanya. Namun Hannah lebih mengkhawatirkan gadis yang terlihat panik dan cemas di depannya yang juga ikut membuatnya terjatuh.

"Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku" ucapnya sambil membersihkan pakaian Hannah dan terlihat merasa sangat bersalah, matanya bahkan telah berkaca-kaca dan memerah. Wanita itu sangat kacau, batin Hannah. Hannah bangkit dan membantu wanita itu sambil membersihkan debu yang menempel di celana jeans berwarna hitam miliknya, lalu ikut membereskan buku yang berserakan di lantai.

"Hey, Are you okay?" Ucap Hannah dengan tulus. "I-I am okay, maafkan aku, oh aku benar-benar harus pergi sekarang" ucap wanita itu tergagap dan tampak terburu-buru dengan sesekali menoleh ke belakang, lalu berlari pergi meninggalkan Hannah yang masih memproses kejadian yang baru saja menimpa dirinya dan ponsel barunya.

"Hey, tunggu!" Ucap Hannah, namun wanita itu sudah pergi jauh memunggungi dirinya. Dilihatnya dari arah yang sama dengan datangnya wanita itu, seorang laki-laki datang tergesa-gesa menghampiri Hannah beberapa detik kemudian setelah wanita itu menghilang di ujung lorong.

"Kau, apakah melihat seorang wanita berambut pirang lewat sini?" Tanya pria di hadapannya dengan mata merah dan tajam.

Maksudnya berambut pirang dan ikal? Batin Hannah. Ia lalu menilai penampilan laki-laki di hadapannya dari atas ke bawah, wajahnya terlihat kusut dan putus asa penuh amarah, rambutnya acak-acakkan dan terlihat begitu berantakan, bahkan ia mengenakan sepatu dan sandal yang berbeda di kedua kakinya. Mengingat Hannah selalu bergaul dengan tipe laki-laki paling rapi dan gila kebersihan sedunia seperti Evans, tentu saja penilaiannya terhadap pria di hadapannya minus.

"Apakah Ia telah berbuat jahat kepada wanita yang menabrakku tadi? Wanita itu juga terlihat kacau dan ketakutan. Apakah wanita tadi telah disakiti oleh pria ini? Apakah Ia adalah tukang bully? Atau lebih parahnya dicampakkan? Kekerasan dalam hubungan?"

Pikiran Hannah berlayar terlalu jauh, Ia terlalu sering menganalisis perilaku seseorang, dan sebagian besar analisisnya sejauh ini selalu benar. Hannah benar-benar tipe pemerhati yang cukup bisa dibilang pendiam namun selalu hati-hati dan tepat dalam mengutarakan isi pikirannya. Kali ini, kedua orang asing yang Hannah temui barusan lah yang menarik perhatiannya, bagaimana tidak, Ia bahkan menjadi korban dan ambil bagian di antara aksi kejar-kejaran mereka di lorong kampus seperti dalam sebuah drama. Apakah keduanya juga adalah mahasiswa di Universitasnya? baiklah, yang ini tentu saja.

Siapa laki-laki di hadapannya saat ini?

To be continue...