Mundur beberapa waktu yang lalu, aku menerima pesan dari markas cabang ketika dalam misi pencarian rekan kami yang menghilang ketika mencoba melaporkan hasil penyusupannya dalam organisasi <
Notifikasi pesan itu muncul dari alat komunikasi kami yang berbentuk seperti jam digital, tapi layarnya tidak hanya berupa penunjuk waktu saja.
Benda ini bisa digunakan untuk bertukar pesan elektronik melalui jaringan khusus kami.
Ketika benda ini mendadak berkedip-kedip dengan mengeluarkan suara Bip berulang-ulang, itu menandakan adanya laporan telah masuk.
Aku mengecek alat itu yang terpasang di lengan kananku dengan menyentuh layarnya dengan tangan kiriku.
Pesan itu pun tampil dilayar dan dengan segera aku mencermatinya.
Aku mengeluarkan senyum yang agak mengerikan saat itu juga, itu karena wajah ku yang tampak seperti pria serius yang licik.
Meskipun kepribadianku tidak licik seperti kelihatannya namun orang lain yang belum mengenalku selalu salah menilai.
"Hoo... nampaknya ada kejadian yang cukup menarik."
Gumamku ketika membaca pesan yang cukup menarik ini.
"Um... anu kapten, mengapa kamu tersenyum begitu ? Kamu membuatku ku cemas akan hal buruk yang mungkin kamu rencanakan."
Ucap seorang gadis disampingku yang penuh dengan nada ejekan, sewaktu aku tengah menikmati hal ini.
Dia juga mengangkat tangan kanannya dengan pose menyapa untuk lebih menarik perhatianku yang tengah terfokus dengan pesan barusan.
Gadis berambut coklat pendek ini telah menginterupsi ku dengan pertanyaan serta pernyataannya.
Itu membuatku kesal ketika dia mengatakan sesuatu tentang senyumku.
Huft... aku hela sedikit napasku agar emosiku lebih terkontrol.
Aku pun mendekat kearahnya dan mencengkram wajahnya dengan tangan kananku sekuat mungkin hingga dia merasakan penyesalan, karena sudah melakukan hal yang tak seharusnya dia lakukan.
"Dasar kurang ajar, berani sekali meledek kaptenmu ini !!! Maaf saja jika wajahku yang nampak picik ini, tapi ini sudah bawaan sejak lahir."
"HYAAAA!!!... ampun kapten aku tidak bermaksud begitu. Lepaskan kepalaku kumohon."
Dia memberontak sambil merengek padaku dengan sikap kekanak-kanakannya.
Sikapnya itu membuatku tak bisa marah pada dirinya.
Dengan dahi yang aku kerutkan segera kulepas cengkraman tanganku.
"Huft... Kamu ini terlalu sering bersikap kurang ajar pada ku, aku ampuni kali ini tapi aku tidak tahu dengan yang akan aku lakukan berikutnya jika lain kali masih kamu ulangi lagi."
"I-ya... hu hu hu."
Ketika aku berbalik memunggunginya, dia langsung menjulurkan lidahnya.
Dasar cewek ini... dia pikir aku tidak tahu jika dia masih meledekku, sepertinya aku terlalu bersikap kendur kepadanya.
Ya sudahlah abaikan dulu, masih ada hal penting yang harus aku urus terlebih dahulu yaitu pesan tadi.
"Nampaknya rekan kita sudah ditemukan oleh seseorang dari keluarga Sanjaya. Dan dia yang telah mengirim informasi itu pada markas cabang di Yogya."
"Hee... sepertinya tugas kita bisa beres lebih cepat, tapi apa hanya itu yang membuatmu tertarik ?"
Dia menunjukkan wajah penasarannya seolah dia sudah tahu ada hal lain lagi yang terlampir pada pesan itu.
"Ada orang biasa yang terlibat dan hebatnya dia mampu membereskan beberapa anggota <
Arsyana pun tersenyum menunjukkan ketertarikannya setelah mendengar hal ini.
"Hmm... kita mendapati orang yang menarik, apa kita akan segera kesana ?"
"Tentu saja, Arsyana mari segera bersiap."
Namun Arsyana menepuk pipi kanannya dengan jari telunjuknya, tingkahnya menunjukkan ada hal lain yang ingin dia sampaikan rupanya.
"Tapi bagaimana dengan orang-orang ini kapten?"
Arsyana langsung menunjuk kebawah kami, saat itu kami berada diatas sebuah atap gedung mall yang cukup besar.
Dan tempat yang ia tunjuk adalah tanah kosong namun dipenuhi tumpukan bukit orang berjubah hitam yang babak belur tak sadarkan diri dengan banyak luka bersimbah darah serta ada banyak juga yang telah tewas diantara mereka.
Mereka adalah anggota <
Aku segera membuat instruksi perintah melalui alat komunikasi yang terpasang ditelinga kami.
Telunjuk tangan kananku meraih alat itu dan menekan tombol kecil pada alat komunikasi tersebut.
"Semuanya, segera berkumpul !"
"Dimengerti kapten !"
jawaban serentak itu terdengar dari alat komunikasi ku dengan cukup jelas.
Tak lama dua pria bermantel putih yang sama dengan milik aku dan Arsyana kenakan telah tiba, mereka menghadapku dan segera memberi hormat.
Aku membalas hormat mereka dan lanjut memberi arahan.
"Biarkan tim pembersih yang membereskan mereka, kalian semua bersiaplah karena rekan kita telah ditemukan. Kita langsung menuju lokasi rekan kita sesuai instruksi dari markas yang baru aku terima. Semua mari segera berangkat !!!"
"Siap kapten Paijo!!!"
Mereka menjawab dengan tegas secara serentak.
Tapi itu membuatku jengkel, mereka memanggil nama belakangku yang aku pikir cukup memalukan.
Aku mengepalkan tanganku serta mengerutkan dahiku saking kesalnya.
"SUDAH AKU BILANG BERULANGKALI JIKA MEMANGGIL KU MAKA PAKAI NAMA DEPAN !!!"
Mereka bersikap kikuk setelah kubentak kecuali Arsyana yang terlihat menahan tawa.
"I-ya... m-maafkan kami kapten Lasmana. Tapi kami diberitahu tadi oleh wakil kapten jika kapten sangat menyukai dipanggil dengan nama belakang"
Jawab salah satu bawahanku ini dengan ekspresi yang gugup.
Sudah kuduga ini pasti ulah Arsyana lagi.
Disisi lain Arsyana nampak menahan tawanya, namun akhirnya tawanya pecah juga.
"Pfft... fuwa ha ha ha ha ha... kenapa kamu malu dengan namamu sendiri Kapten... ha ha ha ha."
Lihatlah dirinya yang tertawa dengan puasnya, wajahku jadi memerah saking malunya setelah ditertawakan olehnya didepan bawahanku yang lain.
Lalu... PLETAK.... suara jitakan tanganku pada kepala Arsyana terdengar lumayan keras.
"Aaaaaw... uh... Kapten kejam sekali. Aku kan hanya bercanda."
Arsyana mengucapkan keluhannya padaku sembari menggaruk kepalanya yang aku jitak barusan.
Kemudian aku mengarahkan kepalan tanganku yang erat itu tepat didepan wajahnya ditemani ekspresi wajahku yang menahan amarah.
"Sepertinya kamu ingin tambah ?"
Arsyana hanya mengunci bibirnya sembari menggelengkan kepalanya beberapa kali untuk menjawab tawaranku itu.
Abaikan... abaikan saja dia saat ini, justru dia makin senang jika aku makin terpengaruhi oleh sikap usilnya.
"Sudahlah... aku lupa jika kalian adalah anggota baru. Tapi lain kali jangan sampai mau dipermainkan Wakil Kapten kurang ajar ini lagi... ayo berangkat !!!"
"Ya, kami mengerti kapten."
Mereka berdua menjawabnya secara sigap dan serentak.
Aku kemudian segera melompat ke atap-atap bangunan terdekat diikuti para bawahan ku.
***
Beberapa menit kemudian kami sudah hampir sampai, mereka sudah terlihat dari jauh pada padangan mataku.
Kemudian Arsyana mengubah tatapannya menjadi serius setelah mengamati mereka juga dari kejauhan.
"Kapten, biarkan aku langsung menuju orang biasa itu dan anggota kita yang terluka. Biar aku yang sembuhkan dia."
Pinta Arsyana kepadaku dengan sikapnya yang berubah menjadi serius.
"Baiklah, tapi tampak seperti kamu lebih penasaran pada orang itu daripada menyembuhkan rekan kita."
Dia hanya tersenyum seolah terkaanku benar dan langsung pergi menuju mereka.
"Dasar gadis ini... Ngomong-ngomong kalian berdua segera menuju para anggota <
"Dimengerti kapten."
Jawab mereka serentak lalu segera berpisah dariku untuk menuju kesana.
Sementara aku langsung menuju ke anggota keluarga Sanjaya itu.
Setelah semakin dekat aku menyadari dia seorang gadis, dengan warna rambut itu tidak salah lagi dia adalah sang putri berbakat dari keluarga Sanjaya.
Kemudian ketika aku melewati Arsyana dan orang biasa itu, aku sedikit tersentak.
Ugh... Perasaan aneh ini, perasaan ini bersumber dari orang biasa yang aku lewati ini.
Tidak salah lagi ini perasaan takut, seolah instingku memberi peringatan bahaya.
Aku tidak bisa merasakan energi rohnya sama sekali tapi kenapa tubuhku gemetar ?
Meski tubuhku tak bisa merasakannya akan tetapi seolah jiwa ku yang merasakan sesuatu yang mengerikan.
Jadi ini yang membuat Arsyana tertarik padanya.
Meski aku memiliki bakat kepekaan yang bagus akan energi roh, tapi Arsyana jauh lebih baik lagi dariku.
Mungkin dari jauh tadi Arsyana sudah merasakannya dahulu.
Akupun melirik sekilas pada pria awam itu, siapa sebenarnya pria ini ?