Bagaimana bisa aku berakhir dengan terjebak dalam situasi membingungkan seperti ini?
Aku terus bertanya pada diriku sendiri, kemudian karena munculnya sedikit rasa pening aku pegangi dahiku dengan tangan kanan.
Aku mencoba mengingat kembali dimana semua ini berawal, yaitu dimulai saat pagi tadi di kantorku, ketika diriku tengah mengerjakan beberapa tugas kantor yang menumpuk diatas meja kerjaku.
Ya aku hanya pemuda biasa yang menjalani rutinitas kehidupan sebagai karyawan swasta dan tak ada yang istimewa kecuali kemampuan beladiri ku yang tak pernah aku tunjukkan pada publik.
Terus menjalani rutinitas pekerjaan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pagi itu ruangan tempat kerjaku sudah dipenuhi dengan beberapa karyawan yang tengah sibuk dengan kegiatan mereka sendiri, namun ada juga yang sedang bersantai.
Dan di sudut ruang kantorku saat itu ada salah seorang rekan kerjaku yang sedang merokok disamping pintu masuk ruangan.
Saat sedang asyik merokok, dia sempat menengok ke arah luar pintu kaca yang memiliki bingkai kayu berwarna coklat tua.
Selang beberapa waktu dia tiba-tiba saja mulai terlihat kaget dan segera mematikan serta membuang puntung rokok di tong sampah metal berbentuk tabung dengan bentuk asbak diatasnya.
"Waduh... Semua kembali keposisi, manajer sudah datang."
Dia memberikan peringatan pada kami dengan suara agak keras agar semua bisa mendengar, kemudian ia bergegas menuju mejanya sendiri.
Rekan disamping mejaku pun menepuk bahu kiriku untuk menarik perhatianku, sepertinya dia ingin berbagi pendapatnya.
Dia terlihat seperti bule dengan rambut pendek warna pirang, karena memang dia dulunya adalah WNA dan telah menjadi WNI sejak kecil.
Kami jadi teman akrab setelah banyak hal yang kami lalui.
Dan karenanya seperti saat ini dimana dia lebih suka mencoba berbagi pendapatnya denganku terlebih dahulu.
"Huh... tumben Manajer mampir kesini pagi-pagi begini, mau apa coba? Merepotkan saja pria tua yang satu ini."
"Entahlah, semoga tak ada perintah merepotkan yang akan dia berikan."
Aku membalasnya namun tetap menulis beberapa dokumen yang menumpuk diatas mejaku.
"Hehehe... repotnya kita punya Manajer rewel."
Tak lama Manajer yang nampak seperti pria paruh baya dengan kacamata itu pun segera masuk kedalam ruangan kami dan semua yang didalam ruangan berlagak mengerjakan tugas kantor dimejanya.
Manajer berhenti dan berdiri tepat di bagian paling depan ruangan kantor kami dengan wajah cukup serius.
"Semuanya mohon perhatian sejenak!"
Seru Manajer untuk seisi ruangan dengan suaranya yang agak berat.
Semua staff langsung menghentikan pekerjaannya dan mulai menatap kearah Manajer.
"Ehem... hari ini kita kedatangan pegawai baru yang akan ditempatkan diruangan ini."
Semua pun mulai berbincang dengan rekan kerja disampingnya untuk mengutarakan rasa penasaran mereka.
"Dia gadis yang cantik jadi aku rasa untuk para lelaki di ruangan ini pasti akan sangat bersemangat mengenai hal tersebut."
Sambung Manajer, lalu para pria pun bersorak kecuali aku yang tidak terlalu peduli dan hanya melihat situasi sekeliling yang agak gaduh.
Yah begini lah kebiasaan sebagian besar pria jika sudah berkaitan soal gadis cantik.
Disisi lain, Manajer segera melanjutkan lagi pengumumannya.
"Tapi ingat jangan macam-macam dengannya, bukan hanya karena harus ingat dengan pacar atau istri kalian. Tapi karena dia adalah putri presiden perusahaan kita, membuat masalah dengannya maka pikirkan akibatnya sendiri."
Lalu para pria ini langsung terdiam ketika mengetahui fakta mengejutkan terkait karyawan baru itu.
"Aduh... ini sih akan repot jika nantinya harus diamati putri presiden perusahaan setiap hari."
Keluh salah seorang pegawai di ruangan ini dengan wajah kecewa ditengah keheningan sesaat.
Lalu Manajer mengalihkan pandangannya kearah pintu masuk ruangan.
"Baiklah, kamu boleh masuk sekarang."
Perintah manajer pada seseorang yang berdiri dibalik pintu.
Kemudian gadis menawan dengan rambut ungu gelap dan panjang pun memasuki ruangan dengan wajah tenang serta penuh keanggunan.
Tatapan mata milik gadis itu telah memberikan dirinya kesan mendalam di benak tiap orang yang pertama kali melihatnya.
Semua terperangah melihat dirinya, dia berhenti melangkah dan berdiri tepat disamping manajer dengan senyum penuh aura kelembutan wanita.
Gadis ini nampak seperti dari dunia yang berbeda dan tak terjangkau oleh orang biasa seperti kami, bukan cuma karena status tapi juga karena parasnya yang diatas rata-rata.
Wajah kecewa mereka sebelumnya berubah jadi terpukau kagum.
"Baiklah silahkan perkenalkan dirimu pada rekan-rekan baru anda nona."
Pinta sang manajer pada pegawai baru itu.
"Perkenalkan nama saya adalah Gita Trisha Sanjaya, boleh dipanggil Gita saja. Meski status saya sebagai putri presiden perusahaan, mohon bersikap santai saja dengan saya. Saya juga mohon bimbingannya pada rekan-rekan semua."
Dia memperkenalkan diri dengan wajah penuh ketenangan serta tatapan yang seolah menatap dunia dengan cara lain.
Aku sedikit terpana melihat sikapnya itu, tapi aku segera melirik kebawah untuk menutupi reaksi ku.
Manajer segera menyambung kembali sesudah kalimat perkenalan Gita selesai.
"Baiklah mbak Gita bisa duduk pada meja kosong disamping mas Arya yang ada didekat jendela itu, anda bisa mulai kerjakan tugas yang sudah saya arahkan tadi. Jika butuh bantuan bisa tanya mas Arya atau rekan yang lain."
Aku tersentak mendengarnya, mimpi apa aku semalam hingga mendapat hal yang jadi keinginan banyak pria di ruangan saat ini.
Semua pria di ruangan ini langsung memberi tatapan iri padaku.
"Arya... Kau selalu saja beruntung soal gadis cantik, enaknya."
Seru rekan kerja di meja sebelahku itu sembari menepuk bahuku ditemani gelengan kepala kecilnya.
"Eh... ?!!"
Aku sedikit mendesah heran dan juga kelabakan karena situasi ini.
Manajer hanya tersenyum kecil setelah melihat tingkahku tersebut.
"Tenang saja mbak Gita tak perlu khawatir digoda, dia paling payah mengenai komunikasi dengan perempuan di kantor ini."
Semua yang berada diruangan kantorku pun tertawa, namun gadis itu hanya tersenyum.
Argh... Manajer kurang ajar, bisa-bisanya mempermalukan diriku didepan karyawan baru.
Aku menatap gadis itu dengan wajah penuh rasa malu yang kutahan.
Lalu dia berjalan ketempat yang sudah diarahkan dan duduk disampingku.
Dia pun menoleh padaku dengan tatapan yang membuat jantungku berdebar.
"Mohon bantuannya, Senior Arya."
Gadis ini menyapaku dengan suara lembutnya.
Sungguh gadis yang percaya diri karena mau menyapa dahulu pria yang baru dia kenal tanpa rasa gugup.
Aku hanya bisa memegang kepala bagian belakangku dan tersenyum bingung karena tak tahu harus bagaimana bereaksi dalam situasi ini.
"I..Iya tentu saja. Jangan sungkan untuk bertanya bila ada masalah, mbak Gita."
Balasku padanya, lalu tanpa sadar aku melirik ke pegawai perempuan yang duduk di meja kerja berseberangan dengan mejaku yang mana merupakan temanku juga.
Dia nampak sedikit cemberut, akupun cuma tersenyum kecut.
Entah apa yang membuat dia jadi terlihat kesal.
Kalau untuk laki-laki aku bisa memahami itu, tapi alasan untuk seorang perempuan, aku masih tak ingin terlalu cepat memutuskan sebabnya.
Kesampingkan hal itu dulu untuk dipikirkan nanti.
Setelah Gita berkenalan dan berbincang dengan rekan dikantor, orang-orang mulai terbiasa pada Gita dengan cepat karena sikap ramahnya dan mudah bersosialisasi.
Aku juga menjelaskan pada Gita soal tugas dikantor dengan nyaman, walau sambil ditemani tatapan iri para pria.
Dalam sehari saja dia sudah dikagumi banyak orang di kantor.
"Semoga dia tidak membuat hidup di kantor ini makin merepotkan bagiku."
Helaan napas aku keluarkan untuk merilekskan tubuh sesudah gumaman keluhan ku barusan sembari menatap kearah luar jendela, tak lupa diriku menyandarkan pipi kananku pada telapak tangan dengan sikut sebagai penopang di meja untuk kepala yang sedang terasa agak berat.
***
Setelah seharian di kantor berlalu, aku akhirnya pulang larut karena lembur dan pulang naik taksi online.
Sesampainya di komplek perumahanku, aku turun dan berjalan menyusuri jalan kecil milik komplek itu untuk menuju rumah dengan agak loyo karena sehabis kerja lembur.
"Ya ampun, tugas hari ini banyak sekali."
Rasa lelah karena beberapa hal di kantor tadi yang membuatku terus mengeluh seperti ini.
"Eh?"
Aku kaget karena sosok Gita yang menyapaku tadi muncul dalam kepalaku.
"AAARRRGH!!!! Sadar bodoh... Dia itu juniormu dan seseorang dengan status yang tak bisa digapai oleh orang biasa seperti dirimu."
Aku mengucapkan itu sambil memegang kepala dengan kedua tangan untuk mengukuhkan hatiku agar bisa sadar diri.
"Terlalu banyak memikirkannya tidak bagus buat diriku, mungkin aku hanya sedikit penasaran karena dia agak berbeda dari gadis lain."
Aku meyakinkan diriku sendiri dalam hati agar tidak terlalu berharap.
Tak disangka pada saat yang sama tiba-tiba sesuatu terjatuh dari atas dan tergeletak tepat disampingku.
Aku kaget sekali dan segera melihat apa yang baru saja terjatuh itu.
Ternyata seseorang dengan mantel putih dengan sebuah logo warna putih berbentuk sepasang mata dan api putih di kain melingkar warna biru gelap pada lengan kanan.
Lalu dari armor yang ia kenakan berupa rompi hitam, nampak rembesan darah keluar dari baliknya disekitar pinggang hingga tembus ke mantel.
"ASTAGA!!!"
Aku berteriak dengan panik, lalu aku segera mendekati dan menggoyangkan sedikit tubuhnya untuk memastikan kesadarannya.
Pria itu merintih menahan sakit dengan suara yang pelan.
Tanpa pikir panjang aku bertanya pada pria ini mengenai kondisinya.
"Mas.. Hey mas, bagaimana keadaanmu? Kenapa bisa terluka begini ?"
Orang itu lalu meraih sakunya dengan pelan dan mengulurkan sebuah benda dengan tangan gemetar, ternyata itu sebuah USB.
"T-tolong jaga benda ini untukku... uhuk... nanti akan ada temanku yang mencarinya, disitu sudah terpasang pelacak dan sudah aku aktifkan. Jadi kau tak perlu khawatir untuk mencari mereka."
Suaranya terdengar sangat rintih ketika berbicara ditemani napas tersengal-sengal.
"Tunggu untuk apa ini, yang penting pergi ke rumah sakit dulu mas. Biar aku hubungi ambulans untuk saat ini."
Aku merogoh kantong celana untuk mencari ponsel milikku.
Namun pria ini justru menggenggam tanganku yang sedang mencari ponsel.
"Larilah dari sini sebelum terlambat, kau bisa ikut terbunuh."
Aku memandangnya dengan wajah syok ketika mendengar kata terbunuh.
"Kamu sedang bermasalah dengan apa? Sampai ada yang ingin membunuhmu."
Lalu aku melepaskan genggaman tangannya dan berlalih tanganku yang menggenggamnya.
"Sial.. baiklah jika begini aku sembunyikan dulu kamu baru hubungi ambulans."
Saat itu juga telapak tangannya yang tengah aku genggam justru menggenggam tanganku kembali lebih keras.
"Jangan... lari dan tinggalkan aku, benda itu sangat penting! Kumohon... uhuk... uhuk. Kamu tak akan mampu berusan dengan mereka."
Namun keputusanku tidak akan goyah meski dia memperingati diriku dengan sungguh-sungguh.
"Bagaimana mungkin aku lari dan mening-"
Tap... Tap... Tap... Terdengar suara beberapa orang yang menghentikan langkahnya di belakangku.
Ketika aku menengok kebelakang sudah ada 5 orang berjubah hitam misterius dengan tudung menutup kepala mereka, Aku sangat tersentak dan membuka lebar-lebar mataku ketika melihat penampilan mereka yang terasa berbahaya.
Dan itulah awal mula kenapa aku bisa terjebak dalam situasi pertempuran yang tak pernah aku bayangkan.