Kali ini, suaranya terdengar benar-benar tanpa emosi.
Sama sekali tidak ada kehangatan di sana.
Bahkan ia baru menjawab telepon itu setelah dua atau tiga panggilan diabaikan dan satu pesan teks penting dikirim.
Tentu hal itu membuat hati Leng Xiaomo benar-benar teriris, tetapi ia hanya bisa mencoba setenang mungkin.
Ya, inilah rasa sakit yang akan selalu dibawanya hingga kapan pun.
Tentu saja, ia bisa mengenalinya dengan jelas.
Karena rasa sakit itu, ia sendiri yang menciptakannya. Jadi tidak perlu menangis kesakitan.
Ia sendiri-lah yang patut disalahkan. Alasannya jelas, karena ia menyukai seseorang yang tidak akan pernah balik menyukainya.
Itulah kenyataannya, lebih tepatnya, itulah kejaman dari sebuah keenyataan.
"Apa yang akan aku katakan selanjutnya sangat penting. Apa kamu yakin sekarang sedang tidak dipantau?"
Suara datar Leng Xiaomo tidak lagi histeris seperti sebelumnya.