"Sungguh mengerikan, aku tidak mau tinggal di sini. Aku mau pindah sekolah."
"Itu hanya tahayul. Gadis yang melompat ini dia tidak naik kelas 2 kali, pasti karena dia tertekan hingga akhirnya melompat dari atap."
"Tapi hampir setiap tahun selalu ada orang yang melompat, ini…"
"Itu hanya rumor, tidak bisa dipercaya."
…
Dua orang siswa di sebelahku terus membicarakan tentang rumor tersebut. Aku berusaha untuk keluar dari kerumunan para siswa. Guru-guru pun datang karena dipanggil oleh tante penjaga asrama. Mereka menyuruh seluruh siswa untuk kembali ke dalam asrama. Aku pun kembali ke asrama dengan perasaan tak karuan.
Saat membuka pintu kamar asrama aku melihat Xu Zixi sedang duduk di atas kasurnya.
Aku berhenti di luar kamar dan meraba dinding untuk menyalakan lampu ruangan agar dapat membantuku melihatnya dengan lebih jelas.
Tubuhnya dipenuhi darah, rambutnya terurai di sebelah pipinya. Matanya menatapku membuatku takut.
Tanpa sadar aku melangkah mundur dan menabrak Cheng Fengfeng yang akan berjalan masuk ke dalam kamar asrama.
"Hei! Kamu tidak lihat ada orang di belakang?!"
Cheng Fengfeng berteriak ke arahku.
Aku segera meminta maaf, "Maaf, aku tidak sengaja."
Saat aku berpaling melihat ke arah kasur Xu Zixi, dia sudah tidak ada.
Aku menghela nafas lega dan akhirnya masuk ke dalam kamar asrama. Cheng Fengfeng dan Bai Xiaomeng ikut masuk ke dalam kamar asrama.
Cheng Fengfeng memandangku untuk beberapa saat, dengan perlahan ia berkata, "Matamu sangat unik, apakah rumor yang beredar mengenai dirimu itu benar?"
Aku tidak ingin menjawab pertanyaan Cheng Fengfeng. Bai Xiaomeng menimpali Cheng Fengfeng, "Xu Zixi baru saja meninggal, bagaimana kamu bisa membahas hal seperti ini?"
Cheng Fengan berbisik menjawab Bai Xiaomeng, "Sebenarnya, sejak awal aku selalu merasa dia lebih menakutkan dibandingkan dengan Ji Sixi."
"Cepat tidur, jangan bicara aneh-aneh!" Tante penjaga asrama membentak dari koridor.
Cheng Fengfeng dan Bai Xiaomeng sontak menutup mulutnya.
Aku pergi ke kasurku dan ketika akan mengenakan penutup mataku, aku melihat kak Yang Qin yang berjalan masuk ke dalam kamar asrama.
Kak Yang Qin melihat sekilas ke arah Cheng Fengfeng dan Bai Xiaomeng yang sudah terbaring di kasur mereka masing-masing, kemudian dia duduk di sebelahku.
Sebelum berbicara apapun dia berbaring di kasur bersamaku.
"Ini sangat sesak." kataku dengan suara pelan.
Kak Yang Qin tersenyum, kemudian tangannya yang dingin menyentuh bagian tubuhku yang tidak seharusnya dia sentuh. Hal itu sontak membuatku marah dan melepaskan tangannya sambil berkata: "Kamu sedang apa?!"
Dia bukannya marah malah tersenyum dan berkata, "Sepertinya tubuhmu sudah mulai beranjak dewasa."
"..."
Aku tidak paham apa yang kak Yang Qin pikirkan tentang apa saja yang baru terjadi.
Aku terjatuh dari kasur dan menyadari bahwa Cheng Fengfeng dan Bai Xiaomeng terduduk sambil memandang ke arahku dengan tatapan aneh.
Aku tertawa kecut dan berkata, "Tidak ada apa-apa kok, aku hanya sedang berbicara sendiri. Jangan hiraukan aku."
Kemudian mereka kembali berbaring di kasur mereka masing-masing.
Aku kembali naik ke kasurku dan berbaring membelakangi kak Yang Qin.
Dengan cepat kak Yang Qin memelukku dari belakang. Dagunya yang dingin seperti es menempel di pundakku, membuatku kedinginan tapi aku tetap membiarkan dia memelukku.
Malam ini sangat sunyi, aku hanya dapat merasakan keberadaan kak Yang Qin tanpa gangguan dari hantu-hantu lain. Tapi aku tidak tahu kapan Xu Zixi akan muncul lagi dihadapanku.
Lampu seluruh asrama telah padam, tapi masih ada beberapa siswa yang mengintip dari jendela kamarnya untuk melihat keadaan di luar gedung asrama.
Tidak lama kemudian terdengar suara sirine mobil polisi datang dan suara beberapa orang sedang berbicara.
Setelah beberapa saat aku baru dapat tidur dengan nyenyak.
Aku merasa seperti baru tertidur selama beberapa jam saja ketika bel tanda kami harus bangun berbunyi. Aku langsung terbangun dan duduk begitu mendengar bel itu berbunyi.
Aku melihat keluar jendela dan langit sudah terang.
Cheng Fengfeng dan Bai Xiaomeng bersandar pada kasur mereka. Salah seorang dari mereka berkata, "Berisik sekali, baru saja aku tertidur dan sekarang harus bangun lagi."
Setelah bel berhenti berbunyi mereka kembali berbaring dan melanjutkan tidur.
Aku turun dan mengambil peralatan mandi dari bawah kasurku. Walaupun kamar mandi selalu ramai aku tidak tahu kenapa wastafel di pojok selalu kosong sehingga aku selalu mencuci muka dan menggosok gigiku di sana. Tempat itu seperti sengaja disediakan untukku.
Kejadian tadi malam dengan cepat menyebar ke seluruh sekolah, hampir tidak ada seorangpun yang tidak membahas mengenai kejadian tersebut.
Aku terlungkup di meja belajarku dan berusaha tidak memperdulikan apa yang mereka bahas.
"Ji Sixi, wali kelas menyuruhmu untuk datang ke ruang guru."
Aku teringat kalau itu adalah suara Su Rui.
Aku membuka mataku dan melihat Su Rui menatapku dengan ekspresi serius berdiri di sebelah meja menatapku.
Aku bertanya kepadanya, "Ada apa wali kelas mencariku?"
"Aku juga kurang tahu,"
Kemudian dia kembali ke tempat duduknya.
Aku bangkit berdiri dan pergi menuju ruang guru.
Di setiap lantai ada satu ruang guru yang berisikan 3 hingga 4 orang guru.
Aku mengetuk pintu dengan sopan. Setelah terdengar suara seorang guru mempersilahkan aku untuk masuk, aku baru membuka pintu.
Di ruang guru ini ada 4 orang guru: guru wali kelas, guru Matematika, guru Bahasa Inggris, dan guru Biologi. Selain wali kelasku yang sedang melihat ke arahku, guru lainnya tidak ada yang memperhatikanku. Mereka sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Aku berjalan hingga ke depan meja wali kelasku. Ia melihat ke arahku kemudian menghela nafas.
"Ji Sixi, bagaimana hubunganmu dengan teman-teman yang lain?"
Pertanyaan ini membuatku berpikir sejenak untuk berpikir kemudian menjawab, "Biasa saja."
"Cheng Fengfeng dan Bai Xiaomeng datang mencariku dan minta untuk pindah kamar asrama. Tapi kamar asrama yang lain sudah penuh. Aku tidak bisa memindahkan mereka ke kamar lain."
"Oh…"
"'Oh'? Hanya itu tanggapanmu? Apa yang sebenarnya terjadi? Kita semua adalah keluarga, sebagai teman kalian harus berhubungan dengan baik…" Wali kelasku berbicara panjang lebar mengenai prinsip berteman dan hidup rukun.
Aku hanya diam dan mendengarkan semua ceramahnya.
Wali kelasku adalah seorang wanita yang suka mengomel, umurnya sekitar 30 tahun. Dia sering memperbaiki dandanannya sepanjang hari dan aku dapat mencium aroma parfumnya yang pekat dari kejauhan.
Omelannya terus berlanjut hingga akhirnya guru-guru yang lain beberapa kali melihat ke arahku.
"Bel berbunyi…"
Akhirnya bel pelajaran berbunyi.
Wali kelasku berhenti berbicara dan menghela nafas panjang. Kemudian ia memegang tanganku dan berkata: "Kembalilah ke kelasmu."
"Oh." jawabku singkat.
Aku berlari meninggalkan ruang guru. Begitu keluar dari ruang guru, aku dapat bernafas lega setelah mendengar omelan yang begitu panjang.
Kebisingan yang terdengar dari koridor membuat bel pelajaran tidak terlalu jelas terdengar.
Aku berlari menuju ke ruang kelas dan saat baru saja duduk, guru matematika masuk kedalam kelas dengan membawa buku.
Aku tidak dapat memahami semua yang diterangkan. Aku melihat ke arah papan tulis dan mendengarkan penjelasan guru matematika itu, tapi aku tetap tidak bisa fokus dan memahaminya.
Aku terus gelisah teringat perkataan A Zi sebelum menghilang, bahwa aku adalah korban selanjutnya.
Aku benar-benar ingin menangis jika mengingat hal itu.
Aku tidak tahu apa yang sudah aku lakukan hingga aku selalu mendapat masalah-masalah seperti ini. Aku bahkan tidak mengganggu orang lain, lalu mengapa aku harus menjadi korban selanjutnya?