Chereads / the power of memories / Chapter 1 - pertemuan

the power of memories

Zea_Nime
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - pertemuan

impiannya tidaklah muluk-muluk. Nada hanya ingin melewati kesendiriannya tanpa kehilangan hidupnya. meski harus tinggal disebuah kamar kontrakan yang super minimalis, meski harus mandi di tempat pemandian yang beresiko besar diintip orang, meski harus menyiapkan sarapan alakadarnya berupa sepotong roti yang dicoleti selai srikaya seujung sendok, meski sering kali tidak mendapatkan ketenangan dikarenakan kebisingan penghuni-penghuni kamar kontrakan lainnya, nada selalu menyambut pagi dengan semangat.

pukul 06:45, nada sedikit bergegas berdandan ala kadarnya. dilihat dirinya di cermin yang banyak retakan. jaket biru tak berlengan dipadu kaos putih oblong dan celana jeans hitam yang menggantung diatas mata kaki telah terpasang ditubuhnya yang terbilang berisi mendekati seksi. merasa sudah berpenampilan seperti biasanya, nada langsung saja mengambil gitar yang tersandar di dinding beralas kardus dan segera menuju pintu kamar sekaligus pintu keluar. di beranda kamar, selagi nada mengikat tali sepatunya, terdengar sapaan yang membuat nada mendongakkan kepalanya. seketika bete nada melihat seorang bapak bertubuh tambun yang mengenakan singlet dan celana pendek plus kain sarung yang dikalungkan menyamping dibadannya.

" masih ngamen neng? "

" gitulah pakde " jawab nada datar.

" cari kerja lain dong neng "

" udah diusahain pakde tapi belum ketemu jodohnya, mungkin rezekinya masih di ngamen kali pakde "

" belum jodoh gimana, lah neng pakde tawarin kerja ditempat kerja temen pakde gak mau "

" nada gak cocok aja kerja ditempat hiburan malam, maaf ya pakde "

" hah yo weslah, asal kamunya gak telat bayar uang kontrakan sih pakde gak masalah, inget ya pakde gak mau bulan ini kamu telat bayar lagi "

" nada usahain pakde "

nada akhirnya berdiri sambil menatap kepergian si pakde. mau tak mau nada mengeluh. harus diakui uang dari mengamen hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, cukup makan saja sudah untung, malah tidak jarang nada harus puasa karena mementingkan kebutuhan lain yang sifatnya mendadak. dikarenakan hal itu dan juga penghasilan yang tidak menentu, untuk memastikan membayar uang kontrakan tepat waktu termasuk sulit buat nada. memikirkannya saja sudah membuat nada menjadi lesu. padahal nada maunya sih seperti biasa pergi ngamen dengan semangat.

Nada berjalan menuju tempat ngamennya yang terletak dibanyak titik, entah itu di lampu merah, warteg, sampai tempat ngumpul, yang jelas tergantung dimana banyak orangnya. dalam tiap langkahnya otaknya berkerja keras memikirkan keresahan yang ia alami. masa iya harus pergi nyari nafkah dengan perasaan semrawut. sesekali ia menggaruk kepalanya yang ditumbuhi rambut ikal hitam sedikit kepirangan yang memanjang hingga batas siku tangannya.

semakin ruwet pemikiran nada hingga akhirnya nada bermaksud libur kerja saja hari ini, di paksain juga gak baik menurutnya. tapi bagi nada sehari tanpa bermain musik dan menyanyi itu bagai kopi tanpa gula, pahit, gak enak rasanya. lumayan lama nada melihat persimpangan jalan untuk menentukan arah yang harus ditujunya. ke kanan berarti kerja ngamen, otomatis tidak. arah lurus menuju ke pusat perbelanjaan, mau ngapain? duit tinggal cukup buat makan hari ini dan besok. ke kiri, nada tersenyum.

" Taman kenangankah " batin nada.

nada bergerak, dari awalnya melangkah pelan, setengah berlari, sampai akhirnya berlari penuh. saat nada mencapai di ujung persimpangan yang ia tuju, nada spontan kelabakan karena kecepatan larinya membuat dirinya sulit menghindari orang yang tiba-tiba muncul. alhasil nada sukses menubruk orang tersebut.

nada jatuh terduduk lalu mengaduh. karena sadar sepenuhnya dialah yang salah, nada cepat-cepat berdiri kembali lalu membungkuk dan langsung meminta maaf.

" jika saja kami tidak ada urusan yang lebih penting, nasibmu pasti akan mengenaskan ! " ucap orang berstelan jas hitam dan berkacamata hitam yang di bangunkan oleh kedua rekannya.

nada bergidik ngeri mendengarnya. tidak kira-kira itu orang mengancamnya, sama cewek pula! antara sebel dan serba salah nada kelimpungan menanggapinya.

" se.. sekali lagi maaf, saya ngaku salah, apa ada yang bisa saya lakukan untuk menebus kesalahan saya? "

orang berstelan jas hitam yang mengancam tadi menjawab ketus " memangnya orang miskin sepertimu bisa apa! "

mak jleb, sakit tapi tidak berdarah, ngilu rasanya. nada tersenyum kecut. mau marah gak bisa, mau bela diri juga ngerasa percuma.

" ah tapi mungkin mata miskinmu itu masih berguna "

" mata? "

" ya, apa matamu melihat seorang pemuda yang berkeliaran membawa tas besar disekitaran daerah ini? "

nada mencoba mencari tahu, mengingat, apa ada pemuda yang dimaksud pernah dilihatnya belum lama ini.

" maaf, sepertinya tidak ada "

" begitu, ternyata orang miskin memang tidak ada gunanya.. " ucap orang berstelan jas hitam dengan nada bicara yang sangat merendahkan sambil berjalan.

" minggir! " lanjutnya menghardik dan menolak keras nada kesamping.

nada hampir jatuh karena kehilangan keseimbangan.

sepeninggal ketiga orang berstelan jas hitam, nada lagi-lagi mengeluh.

" hah, nasib, nasib, dua kali sial fyuuh " ucap nada sambil geleng-geleng kepala.

" moga gak ketiga kali deh " harap nada kembali bersemangat dan lanjut menuju taman kenangan.

dalam perjalanannya nada bersiul-siul riang memandangi sekitar yang sebenarnya tampak tidak harmoni secara keseluruhannya. berbanding terbalik dengan pemandangan sebelah kanan yang berjejer rapi perumahan dan gedung pertokoan sedangkan disebelah kiri ditumbuhi bermacam pepohonan yang areanya dipagari kawat pembatas. terasa janggal saja kenapa bisa kawasan yang mirip hutan bisa berada didaerah perkotaan. tapi nada justru tidak berfikir kearah sana. nada sangat menikmati pemandangan yang ada seperti menganggap si miskin yang hidup berdampingan dengan sikaya tanpa ada masalah didalamnya. tanpa nada ketahui fakta sebenarnya bahwa si miskin merupakan kawasan yang bersengketa.

sampailah nada di sebuah tempat yang memiliki pintu masuk layaknya gerbang kerajaan. gerbang itu dipasangi sekat berupa plang kayu dan ditempeli spanduk berisi peringatan dilarang masuk.

nada celingukan melihat sekitar. melihat tidak ada orang yang memperhatikannya, kemudian dengan tenang nada menunduk lalu tangan kanannya menekan bagian tengah sisi kiri gerbang dan terbukalah secara perlahan bagian yang ditekan layaknya jendela. nadapun bergegas memasukinya.

" aah akhirnya " ucap nada lega sambil merenggangkan tangan. nada lalu melihat-lihat sekitar. apa yang tampak hanyalah sebuah tempat layaknya taman namun sangat tidak terurus. properti yang ada sudah terlihat usang dan rusak disana sini bahkan ada diantaranya yang ditumbuhi tanaman merambat dan lumut.

" em " gumam nada saat matanya tertuju pada sebuah tempat bermain berupa tiang-tiang berbentuk kubus yang biasanya di jadikan anak-anak untuk bergelantungan. diatas tempat itu sedang duduk seseorang yang tertunduk kepalanya, dihadapannya terdapat keybord mini.

nada bermaksud menghampiri orang tersebut namun langkahnya terhenti saat mendengar alunan melodi yang begitu lembut, seketika hati nada terenyuh seakan-akan nada merasakan perasaan yang rumit namun dibalik itu ada sebuah semangat untuk mempercayai adanya keajaiban. nada begitu menikmati tiap alunan melodi yang terdengar, ia terpana, tanpa sadar ia melangkah seolah ingin merangkul orang tersebut dan mengatakan " semua akan baik-baik saja " .

tepat saat alunan melodi berhenti, saat itu nada telah berada di dekat tempat orang tersebut. fikiran nada yang masih melayang kemana-mana tidak menyadarinya. hingga akhirnya sebuah ucapan yang terdengar patah-patah terkesan dipaksa untuk dikeraskan membuat nada tersadar.

" A..ADA yang BI..sa saYA BANtu ? "

" eh.. " nada kaget lalu celingukan dan akhirnya melihat ke orang yang tersebut. orang itu ternyata seorang pemuda berparas tampan dengan potongan rambut menyamping kiri yang tertata rapi namun dinamis. meski begitu entah kenapa gelagat pemuda itu seperti tidak sinkron dengan parasnya. seharusnya dengan paras bak rahwana, pemuda itu lebih percaya diri atau setidaknya jauh dari kesan pemalu.

" eh.. sejak kapan aku nyampe kesini.. " gumam nada bingung.

" a..anu... "

" ah..maaf.. apa ya tadi? "

pemuda tersebutpun mengulangi ucapannya yang tadi.

" ah, saya cuma korban dari permainan musikmu yang luar biasa tadi "

" ko..korban! "

uwaduh, nada nepuk jidat melihat sang pemuda yang ketakutan.

" sory, sory, maksud saya tuh saya kagum dengan permainanmu barusan, yah jadi saya mau tahu aja seperti apa orangnya "

" o..owh.. emm kamu suka musik? "

nada tersenyum, kemudian ia memanjat tiang per tiang hingga sampailah nada diatas dan langsung duduk di samping kiri sang pemuda.

" suka banget.. Nada.. Nada starla lengkapnya, panggil aja nada " ucap nada menjulurkan tangan.

sang pemuda memajukan tangannya yang sedikit bergetar. tampak sekali kegugupannya, tangannya yang semakin bergetar bukan semakin maju justru mundur kebelakang.

" eh " nada bingung melihat tingkah sang pemuda yang akhirnya membalikkan badan.

" melodi rakha soetoatmoko " ucap sang pemuda lalu membenamkan wajahnya dalam posisi meringkuk.

" kamu ini aneh ya, seharusnya yang malu-malu itu saya, kan saya ceweknya disini "

" i..itu a.artinya kamu mau bilang saya macem cewek gitu "

nada spontan tertawa. " mungkinlah " jawab nada setelah puas tertawa. melodi merengut pasrah.

" gak ding, bercanda, jangan diambil hati ya.. emm btw lagu apa yang kamu mainkan tadi "

" belum ada judul "

" heh? " nada melongo.

" so..soalnya itu lagu yang baru saya buat tadi "

" hah?! " nada terkesima, matanya begitu berbinar-binar namun sayangnya melodi salah mengartikan kalau nada justru sedang memelototinya, artinya melodi merasa diintimidasi.

" ampuun " rengek melodi.

" eh, kenapa.. " nada gak habis fikir.

" ka..kamu marah kan? "

seketika lesu nada mendengarnya " kamu ini ya, sesensitive apa sih hatimu itu, kok bisa-bisanya menduga saya ini sedang marah "

" a..abisnya kamu melototin aku sih, bu..bunda dirumah kalau marah mir.. " ucapan melodi terpaksa terputus karena tiba-tiba nada tertawa.

" bu..bunda.. " ucap nada disela-sela tawanya sambil menepuk-nepuk pahanya.

" kenapa dengan bu..bunda " tanya melodi polos plus bingung.

nada terpaku sesaat lalu menahan tawa sekuatnya. nada berkesimpulan bahwa dia akan sangat tega kalau terus mentertawai penyebutan bunda yang dianggapnya gak banget untuk ukuran pemuda sepertinya.

" maaf.. tidak.. tidak ada apa-apa.. "

melodi jelas penasaran tapi ia lebih memilih untuk tidak membahasnya lebih lanjut " be..begitu ya "

" melodi, aku rasa kita cocok dan aku rasa takdir membimbing kita untuk bersatu " ungkap nada tiba-tiba seenak jidatnya. alhasil melodi keselek ludahnya sendiri.

" ka..kamu ja..jangan bercanda "

" loh kok bercanda sih " nada asli gagal faham karena makna ucapannya berbeda dengan yang diartikan melodi. nada menyoal tentang musik sedangkan melodi menyoal pernyataan cinta.

" ucapanmu barusan itu se..serius kan "

" seri..us..lah emm " nada mulai ngeh setelah mengingat dan mencerna baik-baik ucapannya barusan.

" duh, bisa diartikan lainnya.. maaf, maksud saya kita cocok karena musik dan mungkin takdir mempertemukan kita untuk bersatu menciptakan musik yang nantinya bisa dinikmati orang banyak, begitu " jelas nada.

" o..owh " melodi akhirnya tersenyum dan saat nada tertawa dia ikut tertawa meski pelit sekali.

waktu terus berlalu, hari sudah semakin gelap, itu artinya mereka mojok berdua sangat lama, meski begitu tidak terasa bagi mereka berdua. perlahan namun pasti mereka menjadi begitu akrab seolah mereka telah berteman lama. mereka membahas tentang permusikan di negara mereka yang terkadang mereka berselisih pendapat tapi tidak menjadi sebuah perdebatan. mereka membahas harapan pada dunia permusikan yang kelak akan semakin lebih baik, entah itu dari segi kualitas musik maupun pekerja seninya. hingga sampailah pada pembicaraan yang membuat mereka akhirnya perang mulut.

" ... ya nantinya kita akan berduet di genre... " ucap nada seperti seorang pembawa acara yang sedang mengumumkan siapa pemenang dari sebuah lomba ajang pencarian bakat.

" Dangdut " - " Pop " ucap nada dan melodi berbarengan.

" haaaaaaaah " seru keduanya kompak saling tidak terima.

" pop yang benar saja, Alunan yang kamu mainin tadi jelas mengarah ke rumpun hindi kan "

" e..enak saja.. sudah jelas itu alunan basicnya pop klasik "

" hah, kupingmu error kali "

" y..yee aku yang nyiptain kok aku yang disalahin, gi..gimana sih "

keduanya lantas saling berhadapan mengadu raut wajah merengut.

" oke, biar clear, kamu mainin lagi "

" si..siapa takut.. "

melodi kembali memainkan alunan nada yang sama seperti tadi dan ...

" tuhkan, hindi.. jadi genre kita dangdut dong "

" w..wah.. sudah je..jelas.. ! "

" Tuan muda! " panggil seseorang yang membuat nada dan melodi menoleh bersamaan melihat tiga sosok yang tersamarkan karena keremangan sore hari yang mendekati gelapnya malam.

" ka..kalian.. "

" eh, siapa ? " tanya melodi.

" na..nada.. kita kabur sekarang juga "

" eh, kenapa "

melodi bergegas memasukkan keybordnya kedalam tas sandangnya lalu menyandangnya. kemudian tanpa banyak cakap, melodi memapah lalu menggendong nada layaknya seorang pangeran yang menggendong seorang putri.

" hii, tu..tunggu dulu, jangan bilang " ucap nada kebingungan plus ketakutan. bingung kenapa harus kabur, takut karena menduga melodi akan melompat sambil menggendongnya.

" eratkan pelukanmu " pinta melodi cool seolah melodi berubah kepribadian saja. aneh, nada jelas merasa aneh tapi rasa itu terganti dengan rasa berdebar saat melodi beneran melompat.

" waa " seru nada panik.