POV Egi
Gue tidak menyangka kedatangan di pesta Vegi berujung petaka. Ternyata Bara dan Dian menjebak gue disini. Gue pikir hubungan gue dengan Bara masih bisa diselamatkan. Gue sudah berjanji tidak akan mengulangi perbuatan gue dan akan mempercayai dia.
Gue akui salah karena terbakar cemburu. Seharusnya gue yang bersanding di pelaminan bersama Bara bukan Dila. Sialan kehadiran wanita itu telah mengubah pandangan Bara. Hebat sekali wanita itu belum seminggu menjadi istri Bara namun sudah bisa mempengaruhi Bara.
Gue bukannya ragu dengan cinta Bara. Gue hanya meragukan Dila. Wanita mana yang tidak terpikat dengan pesona Aldebaran. Lelaki tampan, ambisius, mempesona dan bergelimang harta. Suatu saat Dila akan meminta haknya sebagai istri Bara. Dalam suatu pernikahan pastinya menginginkan anak. Dila akan meminta Bara untuk menyetubuhinya supaya hamil.
Gue bisa membayangkan bagaimana Dila menggoda Bara menggunakan lingerie seksi yang memamerkan aset berharganya. Jika dia tidak bisa mengajak Bara bercinta dengan suka rela bisa jadi wanita itu menggunakan obat perangsang seperti film-film yang gue tonton.
Gue jadi saksi para wanita yang menyodorkan tubuhnya untuk Bara. Mereka mengajak bercinta namun Bara tak bergeming. Bara hanya menyukai gue dan dia tidak berhasrat pada wanita. Walau pun wanita itu telanjang dan menggerayangi tubuhnya Bara tidak akan terpengaruh hanya sentuhan gue yang akan membangkitkan hasratnya.
Bara pergi meninggalkan gue bersama lima orang wanita binal. Mereka sudah lama mengincar gue. Kata mereka wajah gue mempesona seperti aktor Korea idola mereka. Gue memiliki paras tampan, berkulit putih, bermata sipit, tubuh atletis, bibir merah yang tipis. Kata mereka gue mirip artis Korea Yoochun. Mereka sudah lama mengincar gue dan menginginkan gue memuaskan birahi mereka.
Tentu gue menolak. Walau mereka seksi, putih, terawat dan sosialita, mereka bukan wanita sembarangan. Mereka anak pengusaha kaya dan politikus. Gue mengenal mereka karena kami sering bertemu di klub. Mereka sering menggoda gue dan terang-terangan mengajak gue bercinta. Mereka tak segan mengumbar aset untuk menggoda gue. Pakaian minim dengan belahan dada rendah.
Bara melambaikan tangan mengucapkan selamat tinggal. Harusnya gue tidak gampang tertipu. Bara laki-laki bajingan yang tak berperasaan. Dia menghukum gue sekarang. Dia memasukkan obat penenang dalam wine. Tubuh gue merasa lemas dan tak berdaya. Namun gue masih sadar.
Shit!!!! Kelima wanita laknat itu menyeret gue ke ranjang dengan tatapan lapar. Mereka bak singa kelaparan yang mendapatkan daging segar untuk dimakan.
Damn.....Gue tahu maksud Bara menjebak gue di kamar ini. Gue akan diperkosa kelima wanita sialan ini. Mimpi apa gue semalam akan digerayangi para wanita yang haus belaian dan kasih sayang? Andai gue tidak minum wine pemberian Bara nasib gue tidak akan naas seperti ini. Gue punya tenaga untuk mengusir para wanita kesepian ini.
Dengan menjijikkan mereka meraba seluruh tubuh gue. Dewi sialan dia memegang 'Jojo'. Percuma dia melakukannya. Jojo tidak akan tegang dengan konak. Gue hanya tertawa miris melihat mereka bernafsu dan bergairah. Jangan mimpi kalian bisa bercinta dengan gue.
"Percuma kalian meraba tubuh gue. Gue enggak akan terangsang. Kalian bodoh. Gue gay dan tak tertarik memasuki kalian," ucap gue mencibir kelima wanita itu. Mereka memasang tampang garang karena cemoohan gue.
Dengan kasar Clara menampar gue. Clara mengamuk bak banteng dan melepaskan pakaian gue satu persatu dan hanya menyisakan celana dalam. Mereka tertawa terbahak-bahak menatap tubuh gue. Mereka membelai dada gue. Mereka bergantian mencium bibir gue.
"A*j*ng. Gue enggak sudi," maki gue memiringkan kepala. Para wanita durjana itu semakin bernafsu mendengar makian gue.
"Lepaskan gue. Kalo tidak kalian akan menanggung akibatnya," gue mengancam. Semoga mereka takut dan pergi meninggalkan gue.
"Jangan main-main dengan kami Egi. Ingat aku anak siapa? Papaku bisa membunuh dan mutilasi kamu jika berani padaku," jleb gue tertegun mendengar ucapan Ivy. Gue baru ingat jika Ivy anak seorang politisi. Bapaknya menjabat sebagai ketua MPR RI. Bisa mampus gue lahir dan batin. Bapaknya pasti akan memburu gue ke lubang tikus jika menyakiti putrinya. Bulu kuduk gue langsung merinding.
"Lo bilang tidak akan tegang dan konak, tapi lo enggak tahu Gi jika gue punya ini." Dewi memperlihatkan obat kuat sama gue. Gue tahu jika obat yang dipegang Dewi akan membuat 'si burung' tahan lama. Jika laki-laki normal meminum obat itu dia akan kuat bercinta semalaman. Satu orang wanita tidak akan mampu memuaskan nafsu birahinya.
"Lo punya pun enggak akan ngaruh sama gue. Dewi...Dewi... Lo bodoh atau bagaimana? Obat itu berfungsi jika 'Jojo' bangun. Kalian tidak akan mampu membangunkan 'Jojo'." Gue beradu argumen dengan Dewi si pengusaha berlian.
Dewi janda tanpa anak. Setiap malam wanita itu berganti pria. Dewi pergi ke pelukan pria satu ke pria lainnya. Dewi tak bisa berkomitmen dan cepat bosan dengan pria. Entah kenapa Dewi masih mengejar gue walau dia tahu gue seorang gay. Mungkin dia penasaran bagaimana menaklukkan gay. Jika rasa penasarannya terjawab akan cepat bosan dan melupakan gue.
"Jadi namanya Jojo?" Dengan nakal Beby meremas 'Jojo'.
Beby sialan! Awas nanti gue akan balas! Berani sekali dia meremas pusaka gue. Gue tidak Sudi tangan kotornya menyentuh 'Jojo'. Gigi gue bergemeletuk menahan amarah. Mereka melecehkan gue.
"Mari kita bangunkan Jojo," ucap Sinta sensual di telinga gue. Dia bahkan menggigit telinga gue dan menjilatnya. Benar-benar wanita binal yang haus belaian.
Jika laki-laki lain bahagia dilecehkan namun tidak dengan gue. Ini petaka dan bencana. Apa Bara benar-benar ingin mengembalikan gue ke kodrat? Gue tidak sudi! Gue sudah bahagia dan nyaman dengan kodrat gue sekarang.
Damn....Mereka menghalalkan segala cara untuk memiliki gue. Mereka memutarkan video porno gay yang sedang bercinta. Brengsek mereka! Gue terangsang dan 'Jojo' konak. Gue melihat Dewi mengambil air minum dan mencampurkan obat kuat yang dia tunjukkan sama gue.
Kalian curang! Pekik gue pelan. Mendadak suara gue hilang. Mereka berempat memegangi tangan dan kaki gue supaya tidak bisa berontak. Dewi meminumkan obat itu ke mulut gue. Ketika gue mau memuntahkan minuman itu, Dewi menutup mulut gue dengan tangannya. Ular betina itu dengan beringas membungkam mulut gue. Andai gue enggak minum wine pemberian Bara mungkin gue tidak akan berdaya seperti ini.
Gue mendengar kelima wanita itu tertawa terbahak-bahak. Mereka merasa menang karena telah memperdaya mereka. Satu persatu mereka membuka pakaian mereka. Kini mereka hanya menggunakan bra dan celana dalam.
Mereka berdiskusi di depan mata gue siapa yang lebih dulu menikmati tubuh gue. Keparat mereka menjadikan gue pemuas seks. Gue merasa seperti seorang gigolo yang sedang bekerja memuaskan tante-tante kesepian. Gue tidak sudi! Gue mau kabur dari sini.
Hasil diskusi mereka. Dewi duluan yang akan mencicipi tubuh gue. Gue menggelengkan kepala gue isyarat penolakan gue.