"Sudah lulus ? kuliah dimana ? sudah kerja ? sudah punya apa ? kerja dimana ? gaji berapa ? jabatannya apa ? si anu kuliah di situ loh ! si anu kerja di sini loh ! si anu jabatannya ini loh ! si anu sudah punya ini loh !" pertanyaan dan pernyataan itu sering terlontar, selalu menggema serta berbisik di telinga. Kata perbandingan dan di bandingkan seperti hal yang lumrah di masyarakat saat ini dibandingkan kata pujian seperti "Selamat yah" yang jarang terucap, kata pertanyaan dan perbandingan di atas lebih melekat di ingatan dan membekas di hati. Katanya hidup adalah plihan, tapi mengapa selalu banyak pertanyaan. Apakah memang pilihan ku yang salah ? ataukah benar dan salah ditentukan oleh mereka ?. Bukankah hidup adalah rentetan perjalanan atas semua kemungkinan dan pilihan setiap keadaan? dan semua kemungkinan serta pilihan tidak selamanya menguntungkan bahkan terkadang sangat merugikan dan menyakitkan
"Sudah lulus, mau apa ? atau sudah lulus, mau jadi apa ?" pertanyaan itu sempat membekas di benak ku untuk waktu yang cukup lama. Sempat punya usaha namun tidak bertahan lama karena cibiran datang menerpa seiring dengan kelulusan. kalimat yang menghujat saat itu adalah "punya gelar tinggi tinggi ko cuman jadi pedagang atau udah lulus ko masih diam di rumah". Bukankah setiap orang punya alasan mengapa dia melakukan dan tidak melakukan sesuatu. Saat itu aku akui aku masih lemah dan belum punya ilmu untuk menguatkan, aku hanya melakukan apa yang ingin aku jalankan tanpa berfikir panjang. maka cibiran itu membuatku tak bertahan bukan karena menyakitkan, aku tidak selemah itu aku hanya tak ingi orang tua ku menjadi korban. Aku merasa sedih karena saat ingin berkreasi dengan karya sendiri namun malah di hujat atas gelar yang di miliki. Bukankah sekolah tinggi itu untuk menemukan solusi ? entahlah, namun warga sekitar lebih suka berkomentar tanpa sadar efek yang akan terjadi nanti. Akhirnya ijazah sebagai tumbal untuk mencari nafkah. Pada akhirnya bekerja menjadi buruh adalah harapan warga sekitar. Mungkin saat ini dogma masyarakat menjadi pekerja lebih istimewa dibandingkan menciptakan lapangan kerja dan maha benar warga dengan segala komentarnya.
Mencari kerja saat ini tidaklah semudah mencari nasi. Butuh relasi dan koneksi untuk menjadi beruh di negeri sendiri. Terkadang uang sebagai jaminan. Indonesia memang lucu, uang bisa di beli dengan uang, jabatan bisa di beli dengan uang, bahkan relasi bisa di bayar pakai uang. lantas bagaimana nasib para manusia sederhana (dalam harta dan kasta) seperti ku yang hanya mengandalkan kualitas dan keberuntungan. Tenang, masih ada jalan yang di rencanakan tuhan, di beli dengan doa dan di kerjakan dengan ibadah. Apa aku masih ragu ? tidak aku sangat percaya semua akan indah pada waktunya. memang saat ini hidup ku masih terkesan biasa sajah dan tidak ada yang istimewa. Menjadi buruh demi harapan warga dan sedikit uang sangat berarti saat ini. Memang sulit menjadi manusia yang sederhana (dalam harta dan kasta), di besarkan oleh kenyataan di kuatkan oleh keadaan, lebih sering terpuruk karena ketidak berdayaan dan pada akhirnya kata "mungkin bukan rezeki" menjadi kalimat penenang.
Kesehatan adalah masalalu pendidikan ku dan obat obatan adalah keseharian ku saat menuntut ilmu, tapi itu sebetulnya bukan kehendak ku, melainkan ambisi orang tua ku. Aku tidak berada di sana saat itu, aku rasa aku punya dunia lain yang lebih ku cintai. Bercerita sebagai hobi dan bertemu orang baru sebagai kesenangan. Tapi aku tidak menyalahkan mereka atas apa yang apa yang telah ku lalui dengan terpaksa, aku lebih bersyukur karena mereka mengirimku ke sana, Aku bertemu dengan kawan yang tidak menjatuhkan saat tenggelam dan tidak menghujat saat tersesat. Taukah kamu tenaga kesehatan di negeri ini tidak di hargai ? dengan tanggung jawab yang besar, dengan nyawa sebagai taruhannya namun penghargaannya bisa di bilang minim. Tidak semua memang, tapi rata rata seperti itu. Hanya nampak baik dari depan dan kadang tertusuk dari belakang bukan tentang uang semata, tapi memang terkadang dipandang sebelah mata oleh sebagian warga. Sakit ! tapi itulah fakta dan realitanya. Itulah salah satu alasan mengapa aku pergi meninggalkan masalalu ku. Melayani sepenuh hati lebih sulit dari mencari roti di tumpukan jerami.
Aku mencoba hal baru dalam dunia bekerja dimana kata sebagai senjata utama, dan aku merasa ada di sana. Saat ini aku nyaman karena setiap insan yang ku temui selalu baru, dan aku mendapatkan pengalaman baru cerita baru hal baru. Membuka wawasan tentang kehidupan, ternyata tidak hanya saat sekolah dan kuliah semata namun saat kau bertemu orang baru pun kamu akan mendapatkan ilmu yang baru. Ternyata menjadi buruh tidak serendah apa yang pernah ku fikirkan di awal, tapi cita cita dan ambisi ku tidak pernah berubah, yaitu bekerja dengan menghasilkan karya sendiri. Saat ini ku nikmati profesi ku menjadi pegawai sambil mematangkan semua rancana dan ambisi ku. Ku cari ilmu yang memang ku perlukan untuk menggapai mimpiku dan mewujudkan cita cita ku, bukan saat tertidur namun saat warga berkata tidak aku menjawab dengan karya dan fakta.
Aku tidak akan menyerah pada keadaan, meski waktu kelak akan membunuh ku dan zamanan akan memperkosa ku aku akan tetap bertahan. Karena aku yakin aku tidak akan selamanya berada di sini. Aku yakin setiap insan punya masanya sendiri-sendiri. Entah esok, lusa, minggu depan, tahun depan, lima tahun kemudian atau sepuluh tahun kemudian. Memang akan terasa lama dan sulit, namun aku akan menikmati prosesnya dan menunggu hingga bagian ku tiba.
Untuk para pemuda penerus bangsa, hidup bukan hanya tentang cinta semata, hidup lebih kompleks dari itu. Ada mimpi yang harus di raih ada asa yang harus di gapai. Saat mimpi mu tak butuh ijazah maka lakukan lah, namun saat mimpi mu perlu ijazah maka jalankan lah. Banyak jalan kelak yang akan di hadapkan maka bersabarlah. Jangan menyerah saat strata membenturkan mimpi mu, tenang tuhan punya jalan yang lebih indah, kelak dia akan memberikan jalan untuk mu atau dia akan merubah mimpi mu secara perlahan namun pasti. Saat mimpi mu di depan mata namun terbentur suara tidak suka, jangan panik cari ilmunya, lakukan semuanya, bukankah pelaut handal terbentuk dari lautan yang kejam bukan yang tenang. Jawab semua tanya dengan karya dan fakta bungkam mereka dengan realita. Ingat seorang Amancio Ortega (Cofounder Inditex) menjadi Miliarder pada usia 65 tahun maka bersabar dan jalanilah.