Chereads / SAMPAI KAU TERTIDUR / Chapter 4 - Rumah

Chapter 4 - Rumah

"Sayang, bangun yuk, nanti kamu terlambat kesekolah lho"

Aku terbangun dari tidur dengan keringat yang membasahi hanpir seluruh baju tidurku.

Aku melirik jam disamping tempat tidur menunjukkan angka 05.30

"SAYAAANG.. ayo turun nak.."

Itu suara mama memanggil dengan suara keras namun terdengar lembut di telingaku.

"Ma, jangan keras-keras dong manggilnya."

Itu suara abang Winner sedang menggerutu mendengar suara keras mama memanggilku, biasanya abang selalu bicara agak kasar dan ketus sama mama tapi mama malah senyum-senyum saja dan malah meledek abang menanggapi gerutu dan keketusan abang, karena mama tahu anak sulungnya itu berhati lembut dan sangat sayang kepada keluarga.

Pernah suatu waktu mama tidak angkat telephone abang yang baru saja bekerja di perusahaan tambang karena tertidur di ruang tamu lelah menunggu kami pulang dari supermarket dekat rumah, abang langsung bergegas pulang dari kantor padahal itu masih pukul 15.00 dan mendapati mama tertidur disofa dengan satu tangannya menjulur jatuh disampingnya, abang mulai panik ketika mama tidak juga bangun setelah dipanggil, abang pun mulai mengguncang-guncang tubuh mama sambil menangis karena khawatir mama pingsan dirumah sendiri bahkan abang mengira mama sudah tiada.

Hampir saja abang menelepon ambulance jika mama tidak bangun dan memanggil nama abang.

Mama memang agak sulit dibangunkan apabila sudah tertidur pulas.

Aku, kak Lis, ade dan papa ikut tertawa mendengar cerita mama, yang pada hari itu kami memang sedang diajak papa ke supermarket dekat rumah untuk sekedar jajan dan beli cemilan untuk dirumah.

Mama selalu mengulang cerita tersebut jika abang mulai ketus yang hanya bisa dibalas abang dengan memonyongkan bibirnya.

"Masak apa ma?"

Itu suara cempreng ka Lisa, walau makan dengan porsi paling banyak dirumah dan selalu makan cemilan terutama cake buatan mama tapi badannya gak pernah gemuk, kadang aku iri sama kelebihannya yang satu itu.

"Mamaaa, adek mau bekalnya dikasih brokoli."

Adik ku yang paling kecil, Doni mulai merengek kalau sudah menginginkan sesuatu.

"Emang adek tahu brokoli itu kayak apa?"

Kak Lisa bertanya dengan nada meledek, senang menjahili adik bungsu laki-laki paling manja dan mudah percaya dengan cerita kak Lisa.

Pasti mau bikin cerita yang aneh-aneh deh ini si kakak.

"Kata Ridwan, dia bisa rangking satu karena mama nya masakin brokoli. Adek mau makan brokoli biar rangking satu kayak Ridwan."

Jawabnya riang nan polos ala anak kecil namun penuh ambisi dilontarkan oleh Doni. membuat seluruh ruangan tersebut dipenuhi gelak tawa. Papa pernah menjanjikan jika Doni bisa rangking satu dikelasnya maka papa akan membelikan sepeda baru beserta satu mainan robot Gundam.

Kak Lisa ikut tertawa mendengar jawaban polos adik laki-lakinya yang masih duduk dikelas 5 SD Nusa Bangsa, kecuali Doni yang bingung dengan alasan kenapa semuanya tertawa setelah mendengar jawabannya namun karena gelak tawa tersebut berlangsung cukup lama, detik berikutnya Doni ikut tertawa renyah.

"Anak papa sudah besar ternyata."

Suara berat papa yang bijaksana terdengar ditengah gelak tawa memuji anak bungsunya, kemudian papa menepuk lembut kepala Doni membuat Doni semakin bangga akan dirinya sendiri dan melupakan kebingungannya.

Kebiasaan papa di meja makan sebelum semua anaknya berkumpul yaitu membaca Koran pagi, melihat fluktuasi mata uang dan saham sedikit melirik sedikit tentang berita terkini keadaan masyarakat dan apabila semua anaknya sudah berkumpul dimeja makan papa akan melipat Koran tersebut dan memulai sarapan pagi dengan berdo'a bersama, setelah berdo'a ditengah sarapan papa akan bertanya tentang kegiatan masing-masing anaknya, bahkan mama juga ditanya kesehariannya.

"Lho, kakak kok berdiri aja disitu? Sini sarapan."

Suara lembut Mama menyapaku yang hanya berdiri menatap mereka.

Papa, Abang, Kakak dan Adik langsung melihat kearahku diiringi dengan senyum cerah mereka.

Ada gelitik rindu saat melihat mereka tersenyum, menelisik masuk kedalam palung hatiku.

Ah iya, kenapa aku malah berdiri saja disini?

Sejak kapan sudah berdiri disini?

Bukannya aku masih dikamar tidur tadi?

Kenapa kalian jadi berbayang dan menjauh?

Pertanyaan demi pertanyaan bertubi-tubi menyerbu masuk kedalam fikiranku, namun tak jua mendapatkan jawaban dari mereka.

Mereka hanya tersenyum melihat kearahku, aku mulai menggerakkan tanganku berusaha untuk menggapai mereka namun bayangan tersebut semakin menjauh.

"Ma.. Pa.. ?"

Lho suara ku tidak keluar?

"Abang.. Kakak.. ?"

"Dek.. Adek Doni...?"

Aaahhh kepalaku mulai sakit lagi, apa anemia ku kambuh lagi?

***

"Nadia.. Nadia.."

Siapa?

Siapa yang memanggil nama ku?

Kenapa suaranya sesedih itu?

Sedih?

Kenapa sedih?

***