Mobil Arga akhirnya sampai di rumah. Tidak mau membangunkan Arga yang masih tertidur, dengan pasrah Molly tetap diam ditempat sedangkan Firman telah keluar dari mobil.
''Emh,'' erang kecil Arga lalu membuka kedua matanya dan duduk normal.
''Daritadi sampainya?'' tanya pelan Arga dan Molly hanya mengangguk singkat.
Terdengar helaan napas dari mulut Arga. ''Seharusnya tadi kamu bangunin aku supaya suruh Pak Firman mengantar kamu pulang.''
Molly terdiam merasa serba salah. ''Itu soalnya kau tidur nyenyak dan tadi sempat sakit. Kau udah mendingan?'' tanya Molly menaruh punggung tangannya pada dahi Arga.
''Aku baik-baik saja.'' Arga mengalihkan pandangannya keluar jendela menghindari kontak mata dengan Molly. Ia merasa malu dan gembira juga.
Tiba-tiba sebuah mobil ikut terparkir di sebelah mobil Arga. Seorang pria berpakaian sangat formal dengan jas hitam, kemeja putih dan sepatu kulit keluar dari sana, tak lama kemudian Arga menarik tangan Molly dan ikut keluar dari mobil.
''Kak David,'' seru Arga tetap mememgang pergelangan tangan Molly.
''Arga? Kukira kau masih sakit. Kenapa keluar rumah?'' tanya David mendekat dan juga meletakkan punggung tangannya pada dahi Arga. Persis seperti yang dilakukan oleh Molly.
''Jangan seperti ini,'' tepis Arga merasa malu dan melirik Molly.
''Oh ya, siapa gadis manis di sebelahmu ini?'' tanya David menatap Molly sambil tersenyum.
''Teman,'' jawab Arga dan membuat Molly mengerutkan keningnya.
Sebenarnya aku ini pacar atau hanya teman sih bagi Arga. Astaga Molly sadarlah, jangan baper, batin Molly menggerutu spontan.
''Teman kok pegang-pegangan gitu,'' goda David. Muka Molly cukup memerah karena malu dan bingung.
''Iya! iya, dia pacarku,'' kata Arga mengaku dan entah mengapa Molly sedikit menyungging senyum, setidaknya ia tahu bahwa Arga agak konsisten. "Perkenalkan ini Kakak aku, David.''
''M-molly.'
''David, lucu deh,'' ucap David mencubit pelan pipi Molly sekilas.
''Udah, ayo masuk," dengus Arga melangkah masuk duluan bersama Molly dan terdengar kekehan David di belakangnya.
Arga membawa Molly ke ruang tamu kamarnya dan duduk disampingnya.
''Tadi itu kakakku, dia kerja di perusahaan ayah kani,'' jelas Arga karena melihat ekspresi Molly yang masih sedikit terkejut. setelah pipinya dicubit oleh David.
''Dia memang sedikit aneh,'' sambung Arga beranjak keluar kamar dan beberapa lama kemudian datang dengan dua botol minuman kaleng.
Dengan cepat Molly mengambil, minuman itu namun cukup sulit dibukanya. Akhirnya Arga bangkit dan mengambil alih minuman kaleng itu. Dibukakannya minuman itu dengan sekali tarikan oleh Arga.
''Kalau gini saja kau tidak tahu, pasti masak juga tidak?'' ucap Arga menatap Molly dan gadis itu mengangguk pelan.
Molly harus jujur bahwa memang ia tidak terlalu lihai dalam urusan dapur, keculai memasak mie instan dan air. Tetapi bukankah hal seperti itu bisa belajar?
''Sebagai wanita kau harus belajar memasak, bagaimana jika nanti kita menikah kau tak bisa masak.'' Ucapan Arga membuat Molly tersendak.
''Menikah?'' terlihat ekspresi Molly begitu kaget mendengar kata itu.
''Bukankah orang pacaran pada akhirnya harus menikah?''
''Tidak! Banyak dari mereka putus ditengah jalan,'' bantah Molly kesal.
''Kalau begitu mulailah menatap masa depan denganku,'' ucap Arga datar.
''Akan banyak kemungkinan. Bisa saja besok kau sudah melupakanku.''
''Atau kau yang meninggalkanku.'' Arga bangkit dan membuka pintu kamar lalu menatap Molly.
''Cukup obrolan beratnya, aku akan mengajakmu keliling.'' Molly bangkit tetapi tidak beranjak dari tempatnya, hanya berdiam diri. Matanya tertuju pada sosok yang berada di belakang Arga.
''Kak David,'' seru pelan Molly dan membuat Arga berbalik.
''Kalian akan menikah?'' tanya David dan Molly membulatkan matanya.
''Kau menguping pembicaraan kami?'' tanya Arga dengan ekspresi sarkastik.
''Aku tadi ingin mengajak Molly keliling, tidak sengaja mendengarnya,'' jawab David menjelaskan situasinya.
''Gini yah Arga. Aku tahu kau begitu menyukai bahkan mungkin mencintai Molly, tetapi soal rencana menikahmu, kurasa itu masih panjang,'' jelas David pelan.
''Tidak seperti itu Kak David, lagipula Molly juga masih SMA, mau kuliah, kerja. Dan di masa depan tidak menjamin hubungan kami,'' ucap Molly makin memperkecil suaranya dan menatap Arga was-was.
''Tidak menjamin? Akan kupastikan terjamin!'' bantah Arga kali ini.
''Sudahlah. Molly apa kau mau keli--''
''Tidak usah, biar aku yang mengajaknya,'' ucap Arga terdengar kesal sambil menarik tangan Molly.
''Maklumilah Arga. Kau adalah wanita pertama yang diajaknya ke sini,'' ucap David setengah berteriak dibarengi kekehan.
''Pertama?'' gumam Molly tanpa sadar dan Arga menghentikan langkah mereka.
''Kau adalah yang pertama Molly. Tak pernah aku memaksa seseorang kecuali dirimu. Ingat itu dan berhenti berpikir macam-macam,'' ucap Arga memegang kedua pundak Molly.
''Aku tidak berpikir macam-macam..hanya saja tak menyangka, aku saja--''
''Wow." Perhatian Molly teralihkan oleh taman yang yang begitu indah, tepat berada di belakang Arga. Ia dapat melihat semua itu karena pintu kaca yang terbuka lebar. Ia berlari seperti anak kecil yang melihat taman bermain. Dilihatnya taman bunga dengan karpet rerumputan hijau, ada kolam ikan, air mancur dan sebuah pohon cemara dengan sebuah bangku taman di bawahnya. Molly mendekat dan duduk di sana sambil menatap sekeliling. Arga mendekat dan duduk di sampingnya.
''Bunda suka bunga, dia yang bikin ini semua,'' jelas Arga dan Molly hanya mengangguk mengerti.
''Terus Bundamu di mana sekarang?'' tanya Molly menoleh ke arah Arga, namun pria itu tidak menjawab.
''Meninggal. Dua tahun lalu,''
Molly ikut terdiam.
''Tidak.''
''Tidak apa-apa, ya sudah ayo pulang, aku antar.'' Arga melenggang pergi dan Molly hanya mengikuti dengan pikiran kalut yang memenuhi kepalanya.
***
Arga memasuki dapur dan mengambil segelas air putih setelah mengantar Molly pulang. Tak sendiri, David sedang sibuk memasak. Selama ini David memang senang memasak dan selalu memaksa Arga memakan masakannya, tak jarang Arga dijadikan kelinci percobaan untuk resep yang baru dicobanya.
''Aku buatkan pasta,'' ucap David sibuk memotong tomat dan Arga duduk di meja makan.
''Ayah mana?'' tanya Arga.
''Oh dia lagi ada di Surabaya. Urus cabang perusahaan di sana. Kamu gimana dengan Molly?''
''Baik.''
''Kau suka dia?''
''Sepertinya.''
''Ternyata kau masih normal.'' David memberi sepiring pasta di depan Arga dan duduk di depan Arga.
''Dia itu sebenarnya suka pria lain. Aku saja yang paksa dia jadi pacarku,'' ucap Arga dan David terbatuk-batuk.
''Apa kau gila?'' David begitu terkejut atas pengakuan adiknya itu.
Arga terdiam, ia sendiri bingung. Sebenarnya tak tega memaksa Molly seperti itu, tetapi tak rela jika Canon bersama Molly. Awalnya hanya ingin menghindar dari Nanda dengan memakai Molly, namun lama-kelamaan ia mulai memerhatikan gadis itu dan tak suka melihatnya dengan Canon. Sesederhana itu ia jatuh cinta dengan Molly.
''Ada kalanya kita perlu terima bahwa ada orang diciptakan untuk ada hanya di dalam hati kita. Tapi bukan di dalam hidup kita,'' ucap David bijak.
''Bukan, dia hanya terlambat datang dalam hidupku,'' balas Arga.
''Asal Kakak tahu, tidak ada cinta yang tak diungkapkan kecuali bagi mereka yang terlalu mencintai dirinya sendiri. Kayak Kak David, suka sama Kak Clara tetapi gengsi juga,'' sindir Arga membuat David menjitak dahi adiknya itu.
''Aw!''
''Sudah, aku mau mandi lalu pergi sama Kak Azka,'' ucap Arga bangkit.
''Azka? Siapa dia?'' tanya David bingung. Setahu dirinya, Arga hanya jalan sama anak-anak Equidos.
''Kakak Molly, mau nonton El Classico,'' ujar Arga bangga bisa dekat dengan saudara Molly.
''Paling yang menang juga Barcelona.'' David menyungging senyuman dan membuat Arga kesal.
Arga akhirnya menghilang dan David mulai mengambil piring bekas Arga dan bersiap mencucinya.
***
Arga kini berada di ruang tamu rumah Molly, menunggu Azka yang sedang siap-siap.
''Tidak mau. Tidak.'' Terdengar suara melengking yang diyakin Arga adalah suara Molly.
''Kak Azka, akukan bisa tunggu di rumah.'' Kini Azka muncul bersama dengan Molly atau lebih tepatnya menarik paksa tangan adiknya itu.
''Ibu dan Ayah sedang keluar kota dan kau sendirian di rumah, tidak takut apa nanti ada pocong masuk,'' ujar Azka dan Molly hanya cemberut.
''Tapi aku bisa duduk manis di rumah tunggu Kak Azka, lagipula yah aku ini tidak takut pocong, setiap akhir pekan sering nonton film pocong,'' ucap Molly menolak pergi acara nonton bareng.
''Sudah, pokoknya kau tetap ikut! Lagipula pacarmu juga ikut.'' Mata Molly kini beralih pada Arga yang masih duduk manis sambil menatap pertengkaran kakak-beradik itu.
''Benar, kau harus ikut.''
Baru saja Molly akan membalas ucapan Arga, namun gadis itu mengurungkan niatnya setelah mendapat tatapan tajam dari Arga.
''Sama pacar aja nurut,'' ucap Azka beranjak pergi dan masih menyeret Molly.
Akhirnya Molly, Arga dan Azka sampai ke sebuah kafe yang telah dipenuhi oleh orang-orang yang memakai jersey Barcelona atau Real Madrid. Sebenarnya Arga dan Azka juga memakainya, namun tertutupi oleh jaket masing-masing dan Molly hanya memakai baju kaos yang juga tertutupi jaket.
''Kak Canon?'' seru Molly terkejut melihat Canon sedang memesan minuman. Kafe itu terbilang cukup besar dan telah siap layar lebar putih untuk menonton pertandingan antara barcelona dan real madrid nanti.
''Kau juga datang untuk menonton?'' Canon tak kalah terkejut melihat kehadiran Molly.
''Tidak, Kak Azka memaksaku ke sini karena tak ada orang di rumah,'' ucap Molly tersenyum ramah.
Beberapa saat kemudian dirasakan Molly sebuah tangan memeluk pinggangnya secara posesif dan saat menoleh didapatinya Arga menatap tajam dirinya.
''Oh, sama Arga juga,'' ucap Canon pada akhirnya disertai senyuman tipis.
''Ya udah, aku mau ketemu anak kelas tiga yang lain. Sampai jumpa,'' pamit Canon dan Molly melambaikan tangannya.
Setelah kepergian Canon dengan sigap Molly melepas pelukan Arga. Ia menatap kesal Arga.
''Apa?'' tanya Molly melihat Arga menatapnya dalam.
''Kau masih suka dia?'' tanya balik Arga.
''Kalau iya, kenapa?''
''Kalau tidak, juga kenapa?'' lanjut Molly memutar bola matanya.
''Kau itu pacarku dan ingat itu.''
''Kapan aku setuju?'' kini Molly mengumpulkan keberaniannya untuk melawan Arga.
''Baiklah. Kau dukung siapa?'' tanya Arga dan Molly terlihat bingung.
''Dukung apa?'' tanya Molly akhirnya.
''Maksudku Barcelona atau Real Madrid?''
''Oh, Aku Barcelona,'' ucap Molly mantap walaupun dia sendiri tak tahu apa itu, tetapi mengingat jersey yang dipakai Arga berbeda dengan Canon maka ia memilih klub yang di dukung Canon.
''Oke, kalau Real Madrid menang maka kau akan mengakuiku sebagai pacarmu dan jika kalah maka aku akan melepasmu,'' ujar Arga memperkecil suaranya saat mengucapkan kata 'melepasmu'.
''Oke,'' balas Molly terlihat senang.
Barcelona atau apapun itu, kumohon menanglah, batin Molly.
***
Sebuah mobil bergaya sport memasuki SMA Pelita Bangsa dan langsung menjadi pusat perhatian para murid di sana. Tak lama kemudian keluarlah seorang murid laki-laki yang kemudian membukakan pintu dan seorang murid perempuan pun juga keluar dengan muka memerah karena malu.
Masa mudaku, selamat tinggal, batin Molly.
''Lihat, semua orang menatap ke sini,'' ujar Molly kesal dengan tangannya digenggam Arga memasuki area sekolah.
''Siapa suruh Barcelona kalah,'' kini sebuah seringaian muncul dari bibir Arga dan Molly hanya menggerutu tak jelas.
''Sudah sampai. Belajar yang baik ya pacarku,'' ucap Arga ketika mereka berdua telah sampai di depan kelas Molly dan mengacak rambut Molly lalu pergi ke kelas juga.
Bisa dibayangkan bagaimana reaksi teman sekelas Molly terutama Lolita. Kesal, malu dan aneh, itulah yang kini dirasakan Molly dan demi menghapus semua rasa itu ia memilih duduk dibangkunya.
''Kau beneran jadian sama Kak Arga, maksudku setuju pacaran?'' tanya Lolita kepo maksimal.
''Hm, walaupun aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Janji tetaplah janji.''
''Jadi kau akhirnya suka sama KakArga?''
''Bukan seperti itu,'' balas Molly lemah.
''Terus kenapa?'' tanya Lolita masih penasaran dan akhirnya Molly menceritakan tentang pertandingan sialan yang membuat Molly harus setuju menjadi pacar Arga.
''Ini untuk pertama kalinya aku bahagia atas kekalahan Barcelona,'' ujar Lolita membuat Molly makin kesal.
''Bahkan saat tadi Kak Arga jemput aku, Kak Azka kelihatan sangat bahagia padahal dialah satu-satunya yang kuharapkan agar bisa menjauhkanku dari Kak Arga,'' ucap Molly menggelengkan kepalanya.
''Terima aja kali Mol, lagipula yah kupikir ini takdir. Real Madrid bisa menang karena kekuatan cinta seorang Arga Orion Pratama. Dulukan hubungan kalian masih desas-desus sekarang resmi hahaha,'' tawa bahagia Lolita di atas penderitaan Molly.
''Kekuatan cinta apa, nyatain cinta aja tidak.'' Molly yang tak mau naik darah pagi-pagi memilih menatap keluar jendela.
Dilihatnya Canon sedang memainkan basket dan sekilas melempar senyum kepada dirinya. Bagaimana seandainya yang pacaran denganku adalah Kak Canon? tanya Molly dalam hati.
Mata Molly kemudian beralih pada sepasang murid laki-laki dan perempuan yang berada di gedung seberang. Terlihat murid perempuan itu memeluk sang murid pria, namun yang dipeluk hanya diam tak membalas dan saat murid pria itu menoleh, matanya bertemu dengan mata Molly dan murid pria itu adalah Arga.
***