Chereads / WarZered Harmoni / Chapter 3 - Chapie 2 : Turnamen

Chapter 3 - Chapie 2 : Turnamen

"Bang Mardin! Bang Mardin!"

Nampak seorang remaja laki-laki terburu-buru menuruni tangga, menghampiri sosok Mardin yang sedang membaca tabnya. Wajah remaja itu terlihat sumringah saat mulai duduk di samping Mardin. Melihat keceriaan dari wajah sang remaja membuat Mardin ikut terbawa senang.

"Hei…! Ada apa ini adik Abang jadi sesenang ini?" tanya Mardin sambil mengacak-acak rambut sang adik.

"Bang! Bang! Aku tadi baru saja selesai mengalahkan Bos naga terkuat di Event game VR! Coba lihat skor yang kudapat! Aku sempat merekamnya tadi," kata remaja itu semangat memperlihatkan rekaman skor yang ia dapat.

Ketika melihat skor tertinggi dan beberapa item yang didapat, Mardin tertawa senang. Dia senang melihat adiknya bisa sebahagia ini dengan main game. Setiap kali pulang dari kegiatan sekolah, remaja itu hampir tak pernah menunjukan ekspresi apapun, bahkan terlihat segan tuk hidup. Tapi semenjak Mardin memberikan VR-Gear untuknya, sang remaja jadi jauh lebih semangat untuk menjalani hidupnya.

"Kau sudah mencapai level berapa sekarang?"

"113!"

Raut senang Mardin perlahan berubah menjadi cemas. Agak ngeri saat mendengar sang adik sudah mencapai level setinggi itu hanya dalam waktu kurang dari satu minggu semenjak ia memberikan VR-Gear.

Ada satu hal yang membuat Mardin merasa bahwa tindakannya memberikan VR-Gear beserta game-nya untuk membahagiakan sang adik merupakan hal yang salah.

"Apa kau… tidak berlebihan…?"

Mendengar pertanyaan Mardin, remaja itu berubah jengkel. Dia tidak suka kalau abangnya sampai menganggap ia berlebihan dalam bermain game, apalagi sampai melarangnya.

Jangan sampai! Bermain game adalah bagian dari hidupnya!

Mardin terkejut saat remaja itu langsung berdiri di hadapannya dengan wajah marah. Setiap kali disinggung soal masalah kecanduan main game, remaja itu selalu saja bertingkah tidak suka seperti ini.

"Berlebihan katamu…? Kau anggap selama ini aku berlebihan bermain game…?! Aku ingin menjadi sosok yang terbaik walau itu hanya dalam dunia game! Aku muak dengan kehidupan nyataku, Bang! Aku muak tidak bisa menjadi siapapun yang berguna dan berpengaruh di lingkunganku!"

"AKU INGIN MENJADI YANG TERBAIK, WALAU HANYA BISA DI DALAM DUNIA GAME!!!"

Setelah berani membentak saudaranya, remaja itu segera berlari kembali menaiki tangga, tak peduli dengan teriakan Mardin memanggil-manggil namanya.

Melihat kepergian sang adik membuat Mardin semakin dihantui rasa cemas. Dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya pada adiknya hingga membuatnya kecanduan main game.

Adiknya tidak pernah menceritakan apapun padanya.

~*~*~*~

Mardin baru saja tiba di apartemennya. Lega rasanya saat tubuh yang lelah setelah seharian bekerja bisa duduk, bersandar dengan nyaman di kursi depan komputer. Sejenak Mardin memejamkan matanya untuk menikmati kenyamanan duduk ini sambil menarik dan menghebuskan nafas secara beraturan.

Saat membuka kedua mata, ia menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Sekelebat ingatan masa lalu tentang adiknya lewat di ingatannya. Mardin jadi sangat merindukan sang adik. Mungkin kapan-kapan ia akan mengunjunginya jika ada waktu.

"Baiklah!" Mardin menepuk tangannya. "Waktunya persiapan menonton acara siaran langsung Turnamen Dunia WarZered Online! Jadi, apa saja yang aku beli tadi, ya?"

Masih di posisi duduk, Mardin meraih kantong belanjaan yang berisi beberapa makanan dan minuman yang sempat ia beli di jalan. Hal ini sudah ia persiapkan agar bisa lebih menikmati turnamen E-Sport yang paling ia tunggu-tunggu. Ada burger, kentang goreng, smoothie, minuman isotonik, kerupuk, dan masih banyak camilan lainnya.

Setelah persiapan makanan sudah tertata di sisi komputer, Mardin mengaktifkan komputer dan mulai mencari acara siaran langsungnya. Di saat itu pula, panggilan video masuk di sisi monitor.

"Hei, Bung! Sudah sampai di apartemen? Akhirnya…! Aku bisa menghubungi lewat panggilan video."

Rupanya yang menghubungi adalah Janu, sahabat Mardin. Mardin agak terkejut saat melihat penampilan Janu sangat berantakan, rambut pirang acak-acakan, kantung mata lebar, wajah pucat, dan Mardin bisa melihat seluruh ruang kamarnya sangat berantakan dari belakang tubuh Janu.

"Eee…. Kau baik-baik saja, Jan?"

"Eh?"

Janu menyadari kalau Mardin sedang melihat ke arah belakangnya, tepatnya ke seluruh kamar Janu. Janu pun nyengir canggung, buru-buru bangkit dari kursi dan merapikan kamar ala kadarnya.

Ya, terserah mau enggak bersih atau enggak rapi, yang penting agak enakan dipandang. Malu sama teman yang dikenal naujubillah ramahnya ini.

"Eee…. Maaf soal kamarku." Janu terlihat memijit pelipisnya. "Aku melakukan siaran langsung di internet sambil main game paling membosankan dalam hidupku. Bayangkan saja, Mar…! Delapan jam! Aku main game yang…. Sumpah! Membosankan minta ampun! Kalau bukan karena permintaan para penontonku dan juga pemasukan uang, enggak bakal aku main game kek begituan."

"Game apa memangnya?" Mardin meraih kentang goreng di samping komputer, mulai memakannya. "Sorry, makan di hadapanmu. Laper, nih. Abis kerja."

"Enggak apa-apa. Aku juga lagi nunggu makanan pesananku, nih," sahut Janu lewat panggilan video mereka, "Itu… Game Fantasia Azure, VRMMORPG Fantasy."

"Oh! Game itu? Fantasia Azure 'kan termasuk game VR terbaik. Kemarin teman-temanku juga merekomendasikan main game itu. Tapi aku bilang aja, bosan main game fantasi. Main game VR Battle Royale?"

Janu menggeleng, "Enggak, ah. Baru terjun, dah entet."

Mardin tertawa menanggapinya, "Hahaha…. Itu emang kaunya yang Noob." Karena ingin mendengar lebih jelas suara Janu, Mardin memasang earpiece di telinganya.

Belum sempat Janu ingin kembali mengobrol, ia mendesah mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Janu pun beranjak dari kursi, hendak keluar dari kamar.

"Mar, aku tinggal bentar, ya. Kayaknya abang ojol tuh datang, nganterin makanan pesanan."

"Cepat, ya! Nanti ketinggalan turnamennya."

Janu hanya membalas dengan sentilan jari di depan kamera sebelum benar-benar keluar dari kamar.

Sambil menunggu kehadiran Janu di panggilan video, Mardin mulai melihat acara siaran langsung Turnamen WarZered yang baru saja menampilkan acara pembuka berupa hiburan musik elektronik, lalu disusul dengan basa-basi dari sang pembawa acara dan komentator.

"Awuih…! Laksa dari Warung Mang Dodot memang yang terbaik!"

Terlihat Janu baru saja kembali masuk ke kamar, duduk di kursi sambil membuka paket makanan yang ia pesan berupa laksa dan makanan-minuman lainnya.

"Beli laksa, ya?" tanya Mardin, meminum smoothie coklat.

"Iya, nih. Lagi pengen aja. Dah lama enggak makan laksa."

"Turnamennya 'dah mulai, tuh."

Janu hanya menjawab dengan acungan jempol.

Kini mereka berdua mulai mengalihkan perhatian pada acara turnamen E-Sport yang baru saja dimulai lewat siaran langsung secara daring, Turnamen Dunia WarZered Online yang tahun ini diselenggarakan di Bangkok, Thailand.

"Selamat malam, para prajurit WarZered Online di seluruh dunia!"

Ketika sang pembawa acara menyapa, terdengar riuh sorakan dan tepuk tangan para penonton sekitarnya.

"Tidak perlu basa-basa lagi! Kita akan memulai pertandingan babak pertama WarZered Online antara Tim Cina melawan Tim Indonesia! Sorot ke arena, Bung!"

Tayangan beralih masuk ke dalam game-nya langsung. Arena dalam game masih tak nampak apa-apa selain warna hitam dan dua lampu sorot kosong. Sempat muncul dua panel di sisi kanan dan kiri tayangan untuk sementara, memperlihatkan dua pemain yang akan bertarung sedang mengaktifkan VR-Gear masing-masing.

"Hm!" Janu hampir tersedak mie laksa saking hebohnya melihat siapa kedua pemain tadi. "Dua pemain ini? Pasti bakal ganas mainnya!"

"Sungguh?" ucap santai Mardin, menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. "Aku baru seminggu main Game WarZered Online, jadi kurang jauh tahu soal kemampuan para anggota tim E-Sport dunia."

Mereka kembali fokus pada acara turnamen. Terdengar sang pembawa acara kembali bersuara, kali ini akan memperkenalkan kedua pemainnya.

"Di sudut kiri kalian, ada perwakilan pertama dari Tim Cina. Dikenal sebagai pemain terdingin di seluruh WarZered, pernah memenangkan kejuaraan tingkat nasional dan juga menjadi juara dalam banyak turnamen E-Sport. Inilah dia! IceKing0889, dengan nama asli Han Quon!!!"

Terlihat sosok yang dipanggil mulai memasuki lampu sorot dengan wajah datar. IceKing0889 atau Quon nampak begitu gagah dengan penampilan avatarnya, memakai seragam militer biru kristal bergaya futuristik, tak lupa dengan jubah putihnya. Dia juga memiliki rambut putih panjang terikat, khas sekali seperti tampilan para pendekar dalam fiksi Cina, tapi jauh lebih modern.

"Wah! Ganteng juga avatarnya," puji Mardin santai sambil memakan burger.

Sambil memakan laksa juga, Janu menyahut, "Hm. Emang udah dari sononya ganteng. Kan sistem VR zaman sekarang tetap memakai fisik asli pemainnya. Tinggal pandai-pandai saja kustomisasi. No Homo." Sesaat Janu tercengang menyadari sesuatu, "Tadi kau memujinya duluan, kan? Homo, nih…."

"Eh? Siapa bilang aku homo?" Mardin mengelak, "Emang salah ya kalau cowok muji cowok?"

"Cowok mah memang nampak serba salah. Jalan bareng ama pelukan aja dianggap homo." Dari nada bicaranya saja, sebenarnya Janu jengkel dengan fakta bahwa cowok terlihat serba salah dalam beberapa hal.

Keduanya hanya bisa tertawa dengan candaan mereka sendiri.

"Di sudut kanan kalian, ada perwakilan pertama dari Tim Indonesia. Sosok yang sangat bersemangat, tapi juga tenang. Dulunya merupakan peserta E-Sport untuk kategori MOBA dan pernah memenangkan beberapa kali turnamen game VR lain. Dialah MadMeteor72, dengan nama asli Satria Handriyanto!!!"

Sosok kali ini muncul di bawah lampu sorot satunya, menyambut sang lawan di hadapan dengan senyum ramah. MadMeteor72 atau Satria terlihat berpenampilan seperti seorang militer futuristik pula. Bedanya, warna pakaiannya merupakan paduan warna merah dan hitam, serta memakai mantel dengan warna serupa berekor panjang. Gaya rambutnya tidak sebegitu mencolok seperti Quon, hanya berambut tebal berwarna kecokelatan.

"Hmm…. Pemain Indonesia memang banyak yang berpenampilan simple." Janu menyipitkan mata, memperhatikan penampilan Satria. "Tapi, fashion mantelnya epik juga, yak."

Seluruh penonton terdengar bersorak riuh mendukung masing-masing jagoan mereka, berharap salah satu di antaranya membawa kemenangan pada tim dan negara tercinta.

"Oke!" Dengan semangat sang pembawa acara bersuara kembali. "Sebentar lagi, kita akan menyaksikan pertarungan epik antara Quon melawan Satria. Siapakah yang akan menang…?! Kita akan serahkan sisa permainan pada Gladia. Hello, Gladia!"

"Hello, Gladia!!!" teriak riuh para penonton ikut memanggilnya.

Di atas tempat Quon dan Satria berdiri, nampak sebuah panel biru muncul, melebar, hanya menampakan segaris visual gelombang suara yang masih datar. Visual tersebut akan bergerak seiring suara dari sistem terdengar.

["Selamat datang di Turnamen Dunia E-Sport WarZered Online."]

Suara sistem audio menyerupai suara wanita terdengar dari panel tersebut, menyambut para pemain dan seluruh penonton yang bersorak bersemangat. Sistem audio itulah yang dikenal sebagai Gladia, kecerdasan buatan khusus untuk Game WarZered Online.

["Kali ini, dua prajurit kita akan bertarung di babak pertama. Aturan dan cara mainnya masih sama seperti pada mode PVP. Akan ada tiga ronde dalam turnamen ini. Jika ada satu pemain gugur sebelum memasuki ronde selanjutnya, akan kalah. Dan jika seri, akan ada ronde tambahan sebagai penentu pemenang."]

Quon nampak bersedekap, bicara lebih dulu pada sosok Satria. "Bagaimana? Sudah pernah masuk Turnamen WarZered dunia sebelumnya?"

Satria tersenyum, "Pernah. Sayangnya, kalah saat melawan perwakilan Brazil."

Quon hanya mengangguk menanggapinya.

["Mulai memilih arena otomatis."]

Panel tersebut secara acak memilih dengan cepat arena yang akan digunakan kedua pemain untuk bertarung. Setelah terpilih, ruang arena yang tadinya berwarna hitam kosong kini perlahan bertransformasi menjadi ruang dansa diskotik lengkap dengan lampu-lampu dansa.

"Hah! Diskotik di distrik kekuasaan para pemberontak rupanya," komentar Janu, masih memakan laksa. "Padahal mereka sama-sama dari kubu militer."

"Kan dipilih secara acak," balas Mardin.

Keduanya sempat melihat-lihat seisi ruang diskotik. Nampak Quon tidak begitu suka dengan jenis arena turnamen yang ini.

"Aku tidak suka arena ini," ucap Quon sinis.

Satria kembali tersenyum, "Ayolah, nikmati saja."

["Kedua prajurit dipersilakan untuk memberi salam sebelum pertarungan dimulai."]

Seperti yang dipinta Gladia, Quon dan Satria melangkah saling mendekat. Mereka mulai memberi salam dengan cara saling memukulkan pergelangan tangan mereka tidak begitu keras.

"Mari kita bertarung secara adil," ajak Satria mantap.

Quon menaikan sebelah alisnya sesaat dan hanya menjawab, "Tentu."

Setelah keduanya memberi salam. Mereka saling menjauh, menjaga jarak di posisi pas untuk memulai pertarungan.

["Memulai persiapan senjata."]

Mereka berdua mulai mempersiapkan senjata andalan masing-masing. Quon menghunuskan pedang Rapier putih bermotif biru dari sarung di pinggangnya. Sedangkan Satria meraih sebuah stik pendek di balik mantel, memutar stik itu dengan cepat hingga memanjang menjadi tombak merah-cokelat.

["Siap?"]

Semuanya langsung dibuat tegang saat aba-aba mulai disuarakan. Quon menyipitkan mata agar semakin fokus, Satria mulai menyeringai. Orang-orang yang menonton lewat siaran langsung internet seperti Mardin mulai melotot tegang, dan Janu dengan beringas melahap laksanya sampai belepotan.

["Mari Berpesta!"]

~*~*~*~