Chereads / Tomboyish Women / Chapter 2 - Hidup yang membosankan

Chapter 2 - Hidup yang membosankan

Tomboyish Women

chapter 1

Namaku Mitsuko Inoue, seorang wanita tomboy yang tidak diinginkan siapapun, bahkan oleh keluargaku. Aku memiliki ibu bernama Reina Inoue dan ayah bernama Hayate Inoue. kami dulunya keluarga yang sangat bahagia, seperti namanya, ibuku memiliki hati bagaikan permata yang indah dan ayahku sangat halus kepadaku. Mereka tidak pernah menyakitiku sama sekali

Aku lebih senang  bermain bersama laki-laki seusiaku dibandingkan dengan teman perempuanku. Mereka biasa memanggilku dengan sebutan "Tomboy" tetapi, ayah ibuku tidak memperdulikan sifatku yang seperti laki-laki ini, mereka tetap memperlakukanku layaknya malaikat kecil mereka dan selalu memanjakanku

Saat itu kami benar-benar keluarga yang bahagia, aku sangat bahagia memiliki keluarga seperti mereka. Tapi semua itu hanya kebahagiaan sesaat, karena kelakuan tomboyku ini, ayahku menjadi korbannya

Ayahku meninggal saat aku berusia 7 tahun dan itu adalah kesalahanku. Saat itu aku memanjat pohon dengan ketinggian kurang lebih 10 meter. Entah aku mendapat keberanian dari mana, aku hanya terus memanjat tanpa melihat ke bawah. Dan saat aku sudah mendaki sampai ujung, saat itulah aku melihat ke bawah dan baru menyadari betapa tingginya aku memanjat

"Ayah!!"

Aku berteriak sekuat tenaga sambil menangis sekencang mungkin. Karena pohon yang kudaki ini tepat berada di depan rumah kami yang megah, tentu saja ayahku langsung mendengar teriakanku dan langsung keluar rumah bersama ibuku

"Astaga! Bagaimana kau bisa sampai sana, Mitsuko!"

Ibuku terlihat sangat syok melihat ku berada jauh di atas pohon sambil menangis ketakutan. Akhirnya ayahku memberanikan diri untuk memanjat pohon itu untuk menjemputku

"Kemari, Mitsuko. Berpelukanlah pada ayah"

Dengan tangan gemetar aku memeluk ayahku dengan erat. Saat itulah kecelakaan terjadi, kaki ayahku tergelincir saat ingin turun. mungkin kalian berpikir ayahku hanya mengalami patah kaki dan sebagainya.Tetapi takdir berkata lain, ayahku terjatuh dengan posisi terbalik dan kepalanya berbenturan langsung dengan batu yang ada di bawah pohon sambil memeluk erat tubuhku

"Sa-sayang…"

"Ayah? Ibu, kepala ayah mengeluarkan banyak darah. Ayah bangun"

Ibuku hanya menangis dan memeluku dengan erat. Aku tidak tau kalau itu adalah saat terakhir aku melihat ayahku. Semua kekayaan keluargaku di ambil alih oleh bank karena ayahku memiliki hutang yang belum di bayar

"Tenang Mitsuko, semua pasti akan baik-baik saja"

Tetapi ibuku berbohong kepadaku, semua tidak baik-baik saja. Setahun setelah kami jatuh miskin senyum di wajah ibuku mulai menghilang. Sifat ibuku yang tadinya bagai permata yang indah, permata itu sedikit demi sedikit mulai kusam dan menjadi gelap

Ibuku mulai menyalahkanku atas kejadian itu dan mulai melakukan kekerasan padaku dengan cara memukul. Bahkan masih ada bekas luka yang tersisa di pipi kananku ini

Keluarga yang tadinya bahagia kini berubah menjadi neraka dunia. Yang tadinya aku bersyukur memiliki ibu sepertinya, sekarang aku malah ingin berkata "Sebaiknya kau mati saja"

Hidupku benar-benar hancur, keinginan ku untuk hidup saja bahkan sangat kecil melihat bagaimana aku hidup dan diperlakukan oleh ibuku

Beberapa tahun terlewatkan dengan suram, sekarang aku adalah siswi SMA di sekolah dekat tempat tinggalku

Karena masa laluku yang suram, akhirnya aku tumbuh menjadi wanita yang suram juga. Saat pertama kali sekolah aku sudah berkelahi dengan pria di kelasku dan membolos sekolah

"Mitsuko! Apa maksud semua ini!"

Sepertinya Toshiro sang kepala sekolah sangat marah dengan kelakuanku ini dan akhirnya dia mengeluarkanku

"Sepertinya aku tidak bisa membiarkanmu bersekolah di sini lagi"

"Ya sudah"

"Apa?!"

Sepertinya dia sangat kaget setelah mendengar jawabanku itu. Tentu saja bukan, mana ada anak yang di keluarkan dari sekolah menerima begitu saja

"Kalau begitu, saya permisi"

Aku pergi meninggalkan kantor kepala sekolah. Saat aku keluar ruangan ternyata seorang guru yang juga wali kelasku ibu Kazumi sudah menungguku di samping pintu ruangan

"Kau ini memang bodoh!"

Ibu Kazumi memukul kepalaku dengan buku pelajaran yang dia pegang. Meskipun dia memukulku dengan cukup keras, tapi itu tidak sakit sama sekali bagiku. Tentu saja karena pukulan yang ibuku berikan padaku tiap harinya berkali-kali lipat lebih keras

"Kenapa kau memukulku?"

"Tentu saja karena kebodohanmu itu! Kau kembali ke kelas, biar ibu yang berbicara dengan kepala sekolah"

"Kenapa sensei mau membelaku sampai sejauh ini? Aku ini hanyak anak bermasalah yang tidak diinginkan siapapun"

"Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya"

Melihat sifat keras kepala si Toshiro, kesempatan aku diampuni hanya 0.1%. tidak, sepertinya tidak ada kesempatan sama sekali

Tapi entah kenapa aku mempercayai ibu Kazumi dan kembali ke kelas. Tentu saja semua orang di kelas merasa takut padaku dan tidak ingin dekat-dekat denganku

"Lihat, dia adalah wanita tomboy pembawa masalah…"

"Hati-hati, jangan menatapnya atau kau akan di hajar olehnya!"

Begitulah pandangan teman sekelasku saat pertama kali melihatku di kelas. Kehidupan yang indah di sekolah sepertinya hanya akan menjadi omong kosong

"Baiklah anak-anak, kita akan memulai kelas pertama kita dengan perkenalan!"

Ibu Kazumi masuk begitu saja dengan wajah gembira seakan-akan dia menemukan emas batangan dijalan

"bagaimana kalau dimulai dari kau"

Ibu Kazumi menunjuk diriku untuk maju kedepan dan memperkenalkan diri

"Nama ku Mitsuko inoue. Senang bertemu dengan kalian"

Seperti yang aku bilang, teman sekelasku hanya terdiam dan menatapku dengan wajah bodohnya itu

"uwahh… Sepertinya kau sudah sangat tidak di sukai oleh teman sekelasmu"

"Aku tidak perduli sama sekali dengan mereka"

"Jangan bicara seperti itu kepada temanmu! Kalau begitu silahkan kembali ke tempatmu"

Kurang lebih seperti itulah kesan pertamaku di sekolah. Aku berkelahi, hampir di keluarkan, dan di benci oleh teman sekelasku

Aku sudah menduganya akan seperti itu. Tapi itu tidak seberapa, karena saat aku pulang ke rumahlah neraka dimulai

"Aku pulang"

Baru saja aku membuka pintu, tangan ibuku sudah menempel keras di pipiku. Ibu yang seharusnya seperti malaikat dalam rumah, kini malah terlihat seperti iblis kejam yang ingin membunuhku

"Tidak bisakah kau menjadi anak baik!? Hari pertama sekolah saja kau sudah ingin di keluarkan. Apa kau tidak tau betapa sulitnya ibu mencari uang untuk biaya sekolahmu!"

"Kalau begitu, kenapa kau tidak memberhentikanku saja dari sekolah agar kau tidak perlu mencarikan uang untuk biaya sekolah"

Saat aku mengucap seperti itu, lagi-lagi dengan enteng tangannya menampar pipiku. Setiap aku melakukan kesalahan apapun pasti seperti ini, penyiksaan yang tiada habisnya. Bukankah lebih baik aku mati? Jika aku mati, aku tidak perlu kesekolah, pulang ke rumah dan melihat ibuku

Malam tiba, sepertinya ibuku pergi entah kemana malam-malam begini. Rumah terasa nyaman tanpa adanya kehadiran ibuku

"Mitsuko! Buka pintunya!"

Baru saja aku merasa ketenangan, ibuku sudah kembali. Dia membawa seorang pria yang tidak ku kenal.

"Siapa ini, Reina?" Pria itu menunjuk ke arahku

"Dia adalah anaku"

"Apa aku boleh menidurinya? Aku akan membayarmu 5x lipat!"

"Lakukan sesukamu"

Meskipun aku sudah tidak memiliki keinginan untuk hidup, tapi aku tidak ingin hidupku hancur seperti ini! memang hidupku sudah hancur dari awal, tetapi entah kenapa aku masih bisa melihat setitik harapan yang mungkin akan membawaku ke kehidupan yang sesungguhnya

"Anak baik, kemarilah"

"Sebaiknya kau mati saja, bodoh"

"Apa kau bilang!"

Dia berusaha menangkapku dengan cara memeluku. Tapi karena aku ini tomboy, tentu saja ini sangat mudah di lepaslan. Aku memutar tangannya ke belakang dan mematahkannya

"Ah…! Dasar anak sialan!"

Aku berlari keluar rumah, sepertinya aku tidak bisa hidup seperti ini. satu-satunya orang yang seharusnya bisa dipercaya, hari ini dia tega menjual anaknya sendiri kepada om-om menjijikan

"Mitsuko?"

Aku bertemu ibu Kazumi di jalan. Entah sedang apa dia dijembatan malam-malam begini, yang jelas aku tidak ingin menghampirinya dengan wajahku yang seperti ini

"Hey, tunggu Mitsuko!"

Dia terus meneriakiku sambil mengejarku. Aku harus cepat-cepat lari darinya, aku tidak ingin siapapun melihatku seperti ini

Aku berpikir kalau sudah lolos dari nya, tapi ternyata dia mampu mengejarku dan berhasil menangkapku

Saat dia melihat wajahku, sepertinya dia sangat terkejut dan tidak dapat berkata apa-apa. Siapapun akan terkejut melihat wajahku yang mengenaskan ini dengan lebam dipipinya

"Ada apa dengan wajahmu, Mitsuko!?"

"Tidak ada apa-apa"

Tiba-tiba saja dia memeluku dengan erat. Sebenarnya ada apa dengan orang ini? dia sangat aneh dari awal aku bertemu di sekolah

"Kau pasti memiliki jalan hidup yang berat!"

"Itu tidak be-"

Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, air mata menetes dari matanya ke bahuku. Meskipun aku tidak melihat wajahnya, tentu saja aku tau kalau itu adalah air mata, karena disini sedang tidak hujan

"Ke-kenapa kau menangis?"

Dia tidak menjawab apapun dan terus menangis sambil memeluku erat. Rasanya sangat nyaman berada di pelukannya, seperti inilah pelukan ibuku dulu

"Bu Kazumi, jawab pertanyaanku. Kenapa kau menangis!?"

"Jangan biarkan kehidupan mempermainkanmu. Kau harus semangat untuk hidup!"

Dia berkata seperti itu seakan-akan dia ikut merasakan kesakitan yang aku rasakan ini. air mata terus saja menetes dari matanya

"I-Ibu Kazumi, jangan menangis. Kau membuatku…"

"Lepaskan semuanya, aku akan memelukmu sampai kau merasa lega"

Terbawa oleh omongannya, akupun menangis. Aku menangis sangat keras di pelukan guruku yang baru saja aku kenal. Aku melihat sosok ibuku dulu di dalam dirinya

Saat aku sedang menangis, tiba-tiba ibuku menariku dengan cukup keras. Tentu saja bu Kazumi terkejut

"Siapa kau? Mau apa kau dengan anaku?"

"Aku adalah wali kelas Mitsuko di sekolah. Perkenalkan, namaku-"

"Kalau begitu kami permisi"

Belum sempat memperkenalkan diri, ibuku sudah memotongnya dan langsung menarik tanganku untuk pulang. Tanpa sadar aku memegang baju bu Kazumi dan tidak ingin melepaskannya

"Mitsuko!"

Perlahan aku melepaskan pakaiannya dan ikut ibuku untuk pulang. Jujur saja aku tidak ingin pulang ke rumah busuk itu. Bukan karena rumahnya yang jelek, tapi karena ibuku

"Sebaiknya kau jangan dekat-dekat dengan orang aneh itu!"

Apa maksudnya orang aneh? Bukankah yang aneh itu ibuku? Maksudku, mana ada ibu yang rela menjual anaknya kepada orang lain dan memukulinya setiap hari

Sampailah kami di rumah, dia menampar wajahku lagi dengan wajahnya yang terlihat sangat marah. Bukankah aku yang seharusnya marah?

"Kenapa kau tidak menurut dan berikan saja keperawanan mu untuk nya!"

Kalian dengar bukan? Seorang ibu tega menampar anaknya hanya karena tidak ingin melayani seorang pria hidung belang

"Apa kau tidak tau betapa susahnya mencari uang!"

Aku tidak mengerti dengan yang ibuku pikirkan. Sebenarnya apa yang ada di kepalanya itu? Aku lebih baik hidup sendirian jika harus tinggal bersamanya. Tapi dia tidak pernah membiarkanku pergi, saat aku pergi dia selalu mencariku kemanapun

"Sekarang kau ambil es di kulkas dan kompres pada lebam diwajahmu itu dan langsung tidur"

"Baik"

Hanya itu saja yang bisa aku ucapkan kepada ibuku. Hidupku benar-benar sudah tidak beraturan. Jika saja tidak ada setitik cahaya itu dalam otak ku, mungkin aku sudah bunuh diri

Aku sendiri masih tidak mengerti, sebenarnya titik apa itu? Apa jika aku keluar dari kegelapan ini dan berlaki menuju titik itu semua akan berubah? Aku harap itu benar terjadi

Pagi tiba, saatnya aku berangkat ke sekolah. Seperti biasa, ibuku berangkat kerja dari pagi buta. Dia tidak meninggalkan sedikitpun makanan untuku. Sepertinya ini adalah hukuman karena kemarin malam.

Akhirnya aku berangkat dengan perut kosong dan tidak membawa uang sama sekali. Sepertinya kehidupan hari inipun akan penuh penyiksaan

"Selamat pagi, Mitsuko"

Bu Kazumi sudah menungguku didepan gerbang sekolah dengan membawakan 2 onigiri dan 1 minuman dingin

"Selamat pagi, Bu Kazumi. Apa ini?"

"Sarapan untukmu. Cepat habiskan sebelum kelas dimulai!"

"Ba-baiklah. Terima kasih"

Dia benar-benar seperti malaikat. Mungkin dia hanya kasihan dengan keadaan ku. Tapi jujur saja, ini membuatku nyaman berada di dekatnya

Selesai makan aku bergegas masuk ke kelas. Saat aku hendak masuk ke kelas, aku menabrak salah satu teman sekelasku sampai membuatnya terjatuh

"Ma-maafkan aku, tolong jangan bunuh aku!"

Dia benar-benar sangat ketakutan! Menatapku saja dia tidak berani. Matanya mulai berkaca-kaca dan sepertinya dia akan menangis. Bagaimana ini!

Tunggu, sejak kapan aku mulai peduli kepada orang lain? Apa karena aku sudah merasakan kasih sayang lagi dari Kazumi-sensei?

"A-Apa kau baik-baik saja?"

"A-Apa kau akan membunuhku?"

"Tentu saja tidak!"

"Ihh…."

Apa aku semenakutkan itu sampai dia tidak berani menatapku? Tentu saja, mana ada murid di hari pertamanya masuk sekolah sudah berkelahi dan hampir di keluarkan

"Ma-maaf karena sudah menabrakmu dan menakutimu"

"Eh? Ternyata kau orang yang baik! Perkenalkan, namaku Chika fukuda"

"O-Oh, namaku Mitsuko Inoue"

Eh? Apa segitu mudahnya ya mencari teman? Bukankah semua orang bisa mencari teman jika semudah ini?

Pelajaran dimulai. pelajaran pertama adalah fisika, yang berarti bu Kazumi lah yang mengajar

"Selamat pagi anak-anak. Apa kalian sudah siap belajar!"

Seisi kelas hanya diam dan tidak menjawab sama sekali. Aku yakin dia sangat malu, karena terlihat dari wajahnya yang memerah

"Uhum… baiklah, kita akan memulai pelajaran pagi ini"

Sepertinya aku harus menghiburnya nanti. Aku merasa kasihan melihat bu Kazumi dipermalukan didepan muridnya sendiri. Bukan di permalukan sih, lebih tepatnya mempermalukan dirinya sendiri

Bel istirahat berbunyi. Seperti biasa, aku selalu makan sendirian di atap kelas. Tapi karena kali ini aku tidak membawa uang, jadi aku hanya duduk menyendiri di atap. Mana ada orang yang mau menemani orang menyedihkan sepertiku ini

"Mitsuko!"

Mitsuko? Siapa yang berteriak memanggilku dengan nama depanku. Aku kan tidak memiliki teman di sekolah ini? apa jangan-jangan…

"Ternyata kau di sini!"

"Fukuda? Kenapa kau berlari ke atas atap dengan meneriakan namaku! Kalau sampai ada guru yang tau kita bisa dalam bahaya tau!"

"M-M-Maafkan aku"

Lagi-lagi dia ketakutan karena aku membentaknya! Sepertinya anak ini tidak bisa dikasari sedikitpun. Meskipun begitu, aku senang karena dia adalah teman pertamaku di sekolah ini

"Ti-tidak apa-apa, santai saja"

"Dan juga, kenapa kau memanggilku dengan nama fukuda? Bukankah seharusnya Chika!"

Dia malah memarahiku balik hanya karena aku memanggilnya dengan marga, bukan dengan nama depannya

"C-C-Chika…"

"Kau imut sekali!"

Dia memeluku secara mendadak dan mengenai salah satu lebam di tubuhku. Karena dia memeluku secara mendadak, jadi aku mengeluarkan sedikit suara kesakitan

"A-Ah…"

"Ada apa, Mitsko?"

"Ti-tidak ada apa-apa…"

Dan lagi-lagi secara tiba-tiba dia mengangkat rambut panjangku tanpa permisi terlebih dahulu. Tentu saja dia melihat lebam di leherku

"Mitsuko! Ada lebam di lehermu!"

"Stt.. sudah aku bilang jangan berteriak!"

"Ma-maaf"

Saat aku ingin memberitau Chika tentang lebam yang ada di leherku ini, tiba-tiba bu Kazumi datang membawa kotak bekal berwarna merah muda

"Oh, sekarang kau sudah memiliki teman! Apa kau tidak takut berteman dengannya, fukuda?"

"Takut kenapa? Mitsuko anak yang baik"

Entah kenapa saat Chika bilang seperti itu hatiku menjadi bahagia dan berdebar begitu cepat. Rasanya aku ingin menangis mendengarnya

"ibu kira hanya ibu yang menganggap Mitsuko itu anak yang baik"

"Oh iya, kenaka kau tidak makan, Mitsuko?"

"A-Aku lupa membawa uang"

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita makan bersama!"

Akhirnya aku, Chika, dan bu Kazumi makan bersama di atap sekolah yang seharusnya tidak boleh di naiki oleh siapapun

"Eh? Bukankah kita tidak boleh makan di sini?"

"Sudah biarkan saja, ibu yang akan menanggung semuanya"

"Kalau begitu ya sudah…"

Setelah sekolah berakhir, aku memutuskan untuk pergi ke pantai untuk menyendiri. Siapapun pasti tidak ingin cepat-cepat pulang ke rumah jika keadaan rumah itu seperti rumahku

"Mitsuko!"

Lagi-lagi aku mendengar suara itu. Suara yang berisik namun tidak menggangguku sama sekali. Sebenarnya aku sangat benci kebisingan, tapi teriakan ini tidak mengganggu sama sekali

"Mau kemana kau? Aku ingin ikut"

"Apa kau tidak ingin cepat-cepat pulang?"

"Aku ingin lebih mengenalmu!"

Akhirnya aku dan Chika pergi ke pantai berdua. Kami mengobrol bersama dan tertawa bersama. Sepertinya aku sudah mulai menaiki tangga kegelapan itu dan mulai mendekati titik cahaya itu