"Sudahkah kamu pikirkan hal ini matang-matang?!" sebuah lontaran kalimat tersirat jelas makna keraguan dalam setiap katanya, aku memejamkan mata sesaat sebelum mengangguk tegas, hal itu cukup membuat lelaki tua itu bangkit dari hadapanku dan menghilang dibalik tirai, aku mengantarnya dengan tatapan sebelum berpaling pada cincin pertunangan di meja depan mataku. Sebuah keputusan yang akan mengubah seluruh hidupku, bukan hanya sekedar status pernikahan tetapi juga dengan siapa aku menikah, semua orang di sekitaku sangat mengkhawatirkan aku, tidak menyalahkan mereka, aku sendiri juga merasakan kekhwatiran untuk diriku sendiri.
Aku memutuskan untuk menerima lamaran dari seorang laki-laki berkuasa, bukan tanpa alasan, bukan juga sebatas "rasa" ada hal lebih kompleks yang sulit dijelaskan pada mereka yang tidak memahami situasiku, disini aku sedang memperjuangkan kehormatan keluarga.
Ya... Aku terlibat pernikahan gantung dengan lelaki yang memang sudah aku cintai dari awal pertemuan, tapi kisahku tidak semanis buah berry, tidak se indah drama yang segalanya terjadi dengan dramatis, keluarganya menjodohkan kami dari kecil karena sebuah hubungan persahabatan antara para tetua, tentu saja aku senang dan mulai melambungkan hayalanku kepada dia, seorang pria keturunan bangsawan dengan segala kelebihan dan kekuasaan bertengger pada pundakknya, tapi..... Kenyataannya jauh berbeda. Wanita? Di hadapan pria itu wanita seperti pengemis yang terseret di jubah panjangnya demi sebuah koin.
Keluarga dan kerabatku memahami situasi ini dan mulai mengingatkan aku untuk membuang jauh-jauh hayalan konyol itu, tidak berselang lama setelah keluarga mereka melamarku, aku tidak memiliki kesempatan untuk menata hati dan perasaan yang berkecamuk ini, akhirnya aku menyerah pada harapan, tidak mungkin aku menjatuhkan harga diri keluarga dengan menolak lamaran dari sang penguasa, siapa aku? Siapa keluargaku? Bahkan semut pun terasa lebih besar di hadapannya.
Prosesi pernikahan di mulai dengan sangat megahnya, aku menikahi lelaki yang terhormat, berkuasa dan tampan, apakah itu cukup?? Tentu saja cukup membuat mereka iri dan mencabik-cabik harga diriku, ketika aku dengar bisikan-bisikan hina, ku lihat keluargaku berusaha menahan semua penghinaan, aku sungguh merasa terluka, sakit menusuk hatiku, salahkah keputusanku ketika aku masih mempunyai pilihan lain untuk menolak?! Semua sudah terlanjur tidak ada kesempatan berbalik selain menapaki jalan dari keputusan yang yelah aku ambil,
Pada malam pertama aku menyerahkan diriku pada suamiku, orang yang yang selama ini ada dalam relung hatiku, sebelum itu ia bergumam
"Aku harap kamu tidak akan menyesali keputusan telah menikah denganku?!" ia menatapku dalam, seakan menembus dan merobek jantungku, seakan ia tahu, sosok dirinya telah lama mengisi relung hatiku, aku hanya bisa menatap dalam-dalam suamiku ini, namun tidak ku temukan sebuah kehangatan dari pernikahan yang megah, aku memalingkan wajah sambil berucap
"karena aku telah memilihmu, aku tidak akan menyesal pada keputusanku, apapun yang akan aku hadapi di kemudian hari, sudah kupersiapkan" aku mengatupkan mulut dan gigiku menahan gejolak emosi di dada, lalu aku lanjutkan " satu hal yang harus kamu tahu, aku menerima pernikahan gantung ini, bukan semata-mata karena perjodohan, tapi karena memang aku memiliki rasa untukmu, tapi akau menyadari diri sendiri, aku tak akan meminta timbal balik darimu" aku mengakhiri kata-kataku sedetik kemudian dia sudah menghilang dari pandanganku, entah kemana.
Berhari-hari telah berlalu sejak pernikahan itu ia tidak pernah muncul dihadapanku lagi, aku bagaikan ratu yang terperangkap dalam kastil negeri dongeng, aku kesepian, kedinginan untuk jangka waktu yang entah sampai kapan, pernikahan ini juga menutup habis kebebasanku, aku hanya bisa terkurung melewati hari-hari dengan penuh kesunyian, sesekali aku medengar kabar suamiku sedang bersama wanita lain, dengan kedudukannya, wanita manapun akan rela merangkak di kakinya,
memikirkan itu, apa bedanya diriku dengan mereka? Kelebihan yang menghiburku adalah aku istri sah nya, dsamping itu, aku merasa tidak ada bedanya dengan wanita diluaran sana, ini adalah resiko dari keputusan yang sudah aku ambil, bukan berarti aku menyerah, dengan posisiku aku berada 5 tingkat lebih tinggi dari para wanita diluaran sana yang artinya aku lebih dekat dengan suamiku,
Aku hanya perlu bersabar, bersabar sampai dia menyadari ada aku yang tulus selalu menunggu dirumah,
Aku hanya harus berjuang lebih keras, meningkatkan kualitas diri sehingga mampu bersaing dengan wanita diluaran sana
Aku harus lebih dekat dengan keluarga untuk mendapatkan dukungannya.
Sekeras-kerasnya batu karang akan rapuh jua oleh terjangan ombak yang terus menerus.