Kini aku sudah menduduki sekolah menengah pertama atau bisa disebut SMP.
"Pagi bu" sapa ku kepada ibuku dengan senyum.
"Pagi" jawab ibuku datar, sambil merapikan makanan di atas meja.
Baru saja aku menyapa ibu, tiba-tiba terdengar suara yang memecahkan suasana senangku, ia adalah kakak perempuanku.
Aku tinggal di daerah khusus ibu kota di era tahun 1999 setelah pindah dari daerah "B".
Aku membeli rumah tua di kota ini karena tuntutan pekerjaan dari bapak yang mengharuskan untuk pindah, hingga sekarang aku bersama dengan ibu & bapak-ku tinggal di kota ini. aku sebagai anak cowok terakhir dengan satu kakak perempuanku, Ani namanya. Aku biasa memanggilnya dengan sebutan mbak kepadanya.
"Hey, sony mana PR-ku, sudah kau kerjakan belum?" cetus mbak ani sambil melotot kepadaku.
"Enak saja, memangnya aku ini budak-mu mbak.!!" pekik-ku kepadanya.
Kini ia semakin melotot kepadaku dan semakin mengeraskan nada suaranya seolah-olah mengancam diriku.
"Tapi kan kau sudah meminjam uangku kemarin" bicara mbak ani dengan nada yang semakin kesal padaku.
"Iya memangnya kenapa!!" timpalku dengan nada yang kesal juga.
"Kau kan sudah berjanji kalau mau mengerjakan PR-ku, mana janjimu ?" mbak ani mencengkram sendok menahan luapan emosinya.
Memang minggu lalu aku meminjam uang mbak-ku karna kebutuhan sekolah yang kurang. karena aku takut meminta kepada ibu, terpaksa aku meminjam kepada mbak ku dengan perjanjian mengerjakan PR-nya dengan waktu 1 minggu.
"Tapi kan mbak bilang, PR-nya ku kerjakan dalam waktu 1 minggu. Sedangkan sekarang baru 5 hari, lagi pula PR itu mudah kok, bagi orang sepertimu" jawabku melakukan pembelaan.
Aku memang anak yang suka belajar & mbak-ku cukup pintar juga, hanya saja ia senang sekali menyuruhku se-enaknya & bermalas-malasan. bukan seperti saat ini saja, ketika aku meminjam uangnya.
Tiba-tiba saja di saat suasana memanas di antara aku & mbak ani, terdengar pukulan keras di meja makan.
"Bruakkk…." suara pukulan meja
"Sudahlah kalian jangan berantem terus, cepatlah ani sudah jam 06:30 nanti kamu telat sekolah" marah bapak melerai kami berdua.
ternyata bapak-ku yang baru sampai ke meja makan, melihat aku & mbak ani saling bertengkar. Hingga bapak marah kepada kami berdua.
"Oke sony, aku tunggu besok" ancam mbak ani kepadaku.
lalu mbak ani mencium pipi ibu & menghilang begitu saja dari ruang makan yang sempit ini. Sekarang hanya aku & ibuku yang berada dirumah, karena bapak juga sudah berangkat kerja. dengan lemah lembut ibuku bertanya.
"Jam berapa kamu berangkat sekolah sony?" tanya ibuku.
"Nanti sehabis sholat dzuhur" jawabku sekena-nya sambil mengunyah sarapanku.
lalu aku menuju kamar ku lagi, menyalakan radio yang sudah usang, dengan suara speaker yang sedikit pecah, ketika para band favoritku di radio mulai berdendang.
jujur saja aku sangat suka sekali mendengarkan musik, walaupun aku tidak terlalu berbakat memainkan alat musik.
Mungkin jika aku memiliki banyak uang, aku ingin sekali bisa membeli alat musik biola dan memainkan-nya. Seperti band favoritku "The Corrs", yang sangat indah tiap melantunkan melodi dari biola yang di mainkanya.
Tidak terasa mata ku mulai berat seiringnya lagu yang terus berputar di radioku, hingga aku tertidur pulas & terbangun kaget melihat jam sudah pukul 12:30.
"Ya ampun telat .... udah jam 12 lewat" teriak ku dalam hati dengan panik.
Segera aku matikan radioku & bergegas mandi, lalu tak lupa aku sholat dzuhur. setelah aku selesai, karena aku sudah panik, aku memakai baju ku sambil berjalan tergesa-gesa. Belum sempat aku merapihkan bajuku yang compang-camping ini di depan rumahku, tiba-tiba saja ibuku memanggil dari arah dalam.
"Sony....!! kamu hati-hati ya" ingat ibuku dengan lembut.
"Iyaa bu pasti" jawabku lirih.
Kini hatiku bertanya-tanya, ada apa dengan ibu ya. Tidak biasanya ibu mengingatkan seperti ini. Tak ada waktu berfikir karena ku juga sudah telat, ku cium ibuku lalu aku bergegas pergi ke sekolah.
"Aku berangkat ya bu" ucapku sambil berlari melambai kepada ibuku.
Ku lihat dari kejauhan, ibuku juga melambai dari depan rumah dengan senyuman. Hatiku masih bertanya-tanya, mengapa ibu sangat perhatian seperti ini. Aku tau ibu memang lah orang yang penyayang, tapi ia bukanlah tipe orang yang sering melihatkan rasa sayangnya begitu saja. Bahkan ibu adalah orang yang datar, terkadang agak sedikit judes, jarang tersenyum & tertawa.
"Ahhh...biarlah... ini hari yang tidak seperti biasa memang" bisiku dalam hati yang bingung.
Entah kenapa, aku sangat bersemangat sekali bersekolah, walaupun jarak tempuh ke sekolah lumayan begitu jauh. Kadang aku hanya berjalan kaki, ber-alaskan sepatu compas yang sudah sedikit bolong pada bagian bawahnya, atau terkadang menaiki angkutan umum, itu-pun kalau aku memiliki simpanan uang lebih saja.
bahkan dulu aku suka berhayal sangat ingin memiliki sepeda seperti kawan-kawan ku. Ketika ku lihat mereka yang begitu asik mengayunkan sepeda ontel tua menuju sekolah.
Tiba-tiba lamunan diriku terpecah pada suara teriakan yang begitu keras, dari arah depan papan tulis sekolah. Membuat jantungku berdegup kencang. Ternyata itu adalah teriakan pak Wanab yang menegur ku, karena tidak memperhatikan pelajaranya. Pak Wanab adalah guru yang bisa di bilang begitu seram di kalangan murid-murid sekolah, karena ketegasan-nya saat ia mengajar.
"Sonyyyy.....!!!" teriak keras pak wanab menegurku.
"Iya pak" jawabku sigap dan kaget.
"Di jam terakhir pelajaran seperti ini kamu malah asik-asiknya melamun ya.!!" timpal pak wanab sambil bertolak pinggang.
"Maaf pak...." pintaku memelas merasa bersalah.
"Coba kamu kerjakan soal di depan sini, seperti yang tadi saya terangkan.!!" sambil menyodorkan kapur papan tulis ke arahku.
langsung saja jantungku seperti berhenti berdegup. Bukan karena hal yang harus ku kerjakan, sungguh aku sudah memahami pelajaran yang pak wanab sering terangkan. Hanya saja aku adalah orang yang sangat pemalu, setiap kali aku disuruh maju ke depan kelas oleh guru, aku selalu menolak, bukan karena aku tak bisa. Hanya saja.... saat temanku melihat ke arahku, dengan pandangan yang sinis di selipi tawa, membuat glagat diriku menjadi kikuk & merasa tidak nyaman.
"Jangan di depan pak" pintaku memohon.
"Gak usah pake ngebantah, cepat..!!" cetus pak wanab.
Dengan seribu berat di hati, ku mulai melangkah dari bangku nyamanku. Gemetar yang sudah menjalar ke sekujur tubuhku, membuat langkah kaki ku terasa berat & waktu seolah berputar begitu lama. Pikiranku kini seolah terpisah dari tubuhku, menuju ke dimensi lain membayangkan kata apa yang akan mereka lontarkan dari bibirnya. Aku tak berani menengok ke arah belakang, dari seluruh tempat kawan-kawanku memperhatikanku.
"Bruakkk....!!" suara gebukan papan tulis
"Ngapain kamu malah diam saja" marah pak wanab padaku.
"...." bisu ku seperti patung tak bisa berucap.
benar saja... aku mulai mendengar ricuh tawa dari arah belakangku, di selingi suara yg menyebut-nyebut namaku dengan nada yang bukan menyemangati, malah sebaliknya.
"hahahahaha...." seluruh murid tertawa.
"dia kenapasi...?!"
"aneh.."
"hahahah..."
"kampung..!!!"
"liat tuh kakinya gemetaran"
"bodoh" ejek murid-murid kelas.
Suara itu seperti berputar-putar di kepala-ku, seolah berbisik dekat telingaku "bodohh....bodoh...bodoh...."
aku tidak bodoh bisiku dalam hati. Pelupuk mata ini seolah berontak, berusaha meluapkan air hujan-nya, aku menahan luapan air hujan ini agar tidak terjatuh membanjiri pipiku.
"Diam semuanya anak-anak..!!" teriak pak wanab memberhentikan kericuhan.
"Cepat kerjakan sony" perintah pak wanab
"Iya pak" jawabku lemas dan gemetar
Ku selesaikan soal yang tadi di terangkan begitu saja dengan cepat, tanpa memperhitungkan benar atau tidaknya jawabanku, yang aku ingin saat ini hanyalah keluar dari situasi ini. Aku berlalu menuju bangku ku lagi tanpa menengok sedikit-pun ke arah kawan-kawanku.
"Bagus sony, jawaban-nya benar" puji pak wanab kepadaku.
"Liat anak-anak caranya seperti ini, kalian harus mencontoh sony" ingat pak wanab pada murid-murid kelas.
Aku sudah tidak perduli pada jawabanku yang benar, aku hanya ingin cepat selesai jam pelajaran terakhir ini & pulang kerumah.
"Ihhh... kamu setuju kalo kita ikutin dia?"
"gak..!! gak mau aku kaya dia"
"aneh...!!"
Perbincangan antara kawan-kawanku masih belum usai, aku masih bisa mendengar semua itu di telingaku. Terlebih lagi ketika pak wanab mengingatkan pada murid kelas untuk bisa sepertiku. Cibiran mereka semakin pahit melebihi kopi atau-pun jamu gendong keliling. Sebetulnya aku-pun tidak ingin di ikuti atau tidak perduli ada orang yang ingin menjadi sepertiku, aku tidak masalah.
Yang pak wanab ingatkan adalah untuk menjadi pintar, yang lebih bisa dalam mengerjakan setiap soal yang di ajarkanya.
tapi sepertinya mereka semua menganggap untuk menjadi diriku.
"Aku tidak bodoh ya allah" bisiku pada yang maha kuasa dalam hati.
"Aku ingin pulang" sambil menundukan kepalaku ke meja.
"Teng...teng...teng... " suara bel berbunyi
Akhirnya bel sekolah telah di pukul oleh guru piket. Bunyi bising dari bel sekolah masih tak dapat menghilangkan bekas cibiran mereka hari ini yang masih terasa sesak di dadaku.
Aku berlari menuju arah pulang kerumah, aku terus berlari & berlari. Berlari tanpa memperhatikan sekelilingku. Biasanya di saat pulang sekolah aku suka melihat-lihat keadaan sekitar, untuk sekedar menghafal nama ruko atau-pun bangunan rumah yang ada di jalan itu. Tanpa sadar hujan ini sudah tidak dapat aku bendung lagi, membasahi pipiku yang terkadang terjatuh ke tanah namun tidak menumbuhkan pepohonan. Jelas saja karena ini bukan air hujan tuhan, ini hanya air hujan kesedihan.
Sesampainya aku dirumah, aku tidak mengucapkan salam pada ibuku & langsung menuju kamarku. Mengunci rapat-rapat pintuku, menyalakan radio usangku ini sambil berharap bisa memberi ku dorongan kuat untuk melupakan kejadian ini.
"Aku tidak bodoh...!! benar aku tidak bodoh" jeritku dalam hati sambil mengusap air mataku.
"Sepertinya aku menyadari bahwa memang hari ini tidak seperti biasanya"
"Saat ibu tadi pagi mengatakan berhati-hati, seolah ibu seperti memberi pertanda kepadaku akan kejadian ini" pikirku sambil membalikan badan menutup diriku dengan bantal.
Aku bertanya-tanya bagaimana besok? apakah aku masih akan mendengar cibiran akan kejadian hari ini?. Aku hanya bisa bertahan tanpa melakukan perlawanan atau pembelaan. Aku memejamkan mataku, berharap mimpi bisa menghilangkan memori ini nantinya ketika aku terbangun.
"Hari yang tidak biasa ini, segala semua kejadian di hari ini ingin aku lupakan. Sekalipun aku harus lupa ingatan" ucapku yang semakin terlelap dalam mimpi yang gelap.