Elan Berkobar ayah menamaiku. Berdaun telinga runcing namun memiliki mata lebar, jika dilihat dari belakang disangka orang Bintang Kuning. Tubuhku tinggi kurus namun memiliki dada yang bidang dan lengan sedikit kekar efek dari membantu ayah setiap harinya. Meski aku seorang anak buruh tani aku memiliki hobi yang berbeda dari anak Wanawukir lainnya yakni membaca buku dan berlari. Bagiku membaca buku adalah hal yang paling menakjubkan karena buku adalah teman tanpa tabir tetapi selalu menimbulkan sebuah pertanyaan dan buku yang paling aku gemari adalah semua yang berbau tumbuhan dan pengobatan. Berlari adalah hal yang unik karena ada pengharusan dan penuntutan tubuh agar mensinkronisasi gerak dan nafas. Sudah 14 tahun lebih aku tinggal di pulau 'Wanawukir' dan sebentar lagi usiaku akan menginjak ke 15 tahun.
Sehari sebelum ulang tahun kelimabelasku ibu datang menghampiri dan memeluk. "Aku akan merindukanmu Elan, telinga runcingmu, cara berlarimu seperti angin, kegilaanmu membaca buku berjam-jam, ibu akan merindukanmu". aku tak mampu membalasnya hanya air mata mengalir dengan sesenggukan dan membalas pelukannya dengan erat. "Nanti jika kamu di Karta tetaplah jadi orang baik, jaga kesehatan, jangan lupa makan karena kebiasaan membacamu, ibu yakin kamu sudah cukup modal untuk tinggal di Karta, dan jadilah yang terbaik diantara teman-temanmu, yang terakhir pesan ibu adalah jangan sekali-kali membalas jika jemarimu dihina, tetap tersenyum teduh. Kabar dan ceritamu dari Karta selalu ibu tunggu."
Aku adalah seorang polidaktili pemilik sebelas jari. Ibu jari kananku bercabang dua, tepat di bagian tulang metakarpal. Saat sekolah dasar aku hampir berhenti karena perlakuan teman-teman yang menjuluki alien, altered, mutan tapi ibu selalu ada di saat lemahku. Ibu menjelaskan "julukan itu adalah tanda perhatian teman-temanmu jika itu membuatmu sakit hati coba maafkan dan tetap tersenyum, tanggapi semua hal secara positif maka kamu akan menjadi manusia positif." Kata-kata itu lah yang selalu menguatkan aku di kala gundah akan emosi yang meluap, menghadapi masalah dengan bagaimana cara menyikapi.
Di hari ulang tahunku, aku sibuk mempersiapkan barang dan bekal yang harus disiapkan untuk berangkat menuju Karta. Sebenarnya jika boleh memilih aku lebih senang tetap di Wanawukir tapi peraturan tetaplah peraturan. Akibat dari perang dunia empat, Negara Garuda Langit membuat undang-undang penjurusan sejak dini untuk memperoleh bakat-bakat yang tangguh untuk penyerangan ataupun pertahanan negara. Prapenjurusan dimulai dari umur 15 hingga 18 tahun memasuki tes penjurusan. Peringkat 3 besar tiap kelas di sekolah prapenjurusan akan menjadi kandidat kuat untuk menjadi komandan perang. Komandan perang adalah jabatan yang sangat dicita-citakan semua orang termasuk aku karena jika tiada akan selalu dikenang.
Semua barang dan bekal hampir siap termasuk kalung taring beruang pemberian ayah. Ibu sibuk di dapur mempersiapkan bubur merah untuk dibagi-bagikan pada tetangga. Tradisi Wanawukir jika memiliki anak yang mengijak umur lima belas tahun dan siap dikirim ke Karta wajib hukumnya membagi-bagikan bubur merah untuk simbol pengharapan dan keselamatan. Selain itu, sebelum berangkat ke Karta wajib hukumnya mandi bunga tujuh rupa (mawar merah, melati, kantil, kenanga, sedapmalam, cempaka dan kamboja) karena meninggalkan Wanawukir dengan waktu yang lama.