Cetera : Keajaiban di kala hujan

Shota_Boy
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prologue

"Ray! Cepatlah, jika tidak hujannya akan segera selesai loh."

"Ya, Aku datang Vin, Anna."

"Apakah kau suka hujan, Ray? Kalau aku biasa saja sih."

"Apa yang kau katakan, Itu sudah jelas, tidak perlu lagi bertanya. Aku sangat me--"

Pemandangan itu memburam perlahan, kata-kata itu tergantung.

Apa yang akan kukatakan saat itu?

Perlihatkanlah kepadaku lagi, aku harus mengetahuinya. Jika tidak, semuanya hanya akan kembali seperti semula.

Triiiiiiiinnnnnngggggggg.

Bunyi alarm membangunkanku, hari ini aku menatap kosong ke atap-atap langit. Tidak ada apapun di sana, hanya sebuah atap berwarna biru gelap dengan sticker bintang-bintang yang sudah tidak menyala lagi karena baru saja tirai di buka dan cahaya matahari memasuki kamarku.

"Apakah kau tidak akan bangun, Kak Ray?"

Itu adalah adikku, Jessica Mina. Dia adalah adik yang teladan yang selalu memenuhi permintaanku untuk mrmbangunkanku setiap pagi.

"Apakah semangatmu hilang lagi, ayo, jika kau melamun terus nanti kesurupan. Ibu sudah masak makanan favoritmu."

"Ah, Mina... bisa kau siram air ke wajahku." ucapku dengan lemas.

"Aku sudah menduganya jadi aku telah membawanya kali ini." jawabnya.

Hal ini telah di lakukan sejak aku memasuki sekolah menengah pertama, namun tidak menentu kapan aku akan membutuhkan air, jadi aku sungguh kagum saat Mina telah inisiatif untuk membawanya.

"Tolong sirami wajahku, ah dn jangan di muncratkan, itu sangat menjijikkan." ucapku dengan nada mengejek namun karena baru bangun itu tidak sesuai dengan semestinya.

"Jangan mengingatkan peristiwa tiga tahun yang lalu, lagi pula yang lebih menjijikkan itu posisimu saat ini. Kepala menggantung ke bawah bersama satu lengan dan lengan lainnya memegan sisi atas kasur, kakimu melekuk satu keatas, jika kau punya energi sebanyak itu untuk melakukan hal tersebut maka bukankah kau harusnya memanfaatkannya untuk berdiri dan pergi mandi? Dasar kakak bodoh."

Pada akhirnya dia menyirami wajahku, air mengalur cukup deras dan membuatku susah bernafas dan pada akhirnya melepas tanganku dan terjatub ke lantai.

"Aw... Itu kau tahu, menjawab pertanyaan pertanyaanmu aku hanya bisa jawab bahwa itu adalah reflek."

---

Sejak dibangunkan dan saat ini, aku telah melakukan semua persiapan untuk berangkat sekolah.

Di sisi lain, Mina telah melakukannya bahkan sebelum aku terbangun. Dia benar-benar anak yang rajin.

"Mina, jaga Kakakmu di sekolah ya." ucap ibu.

"Kenapa aku yang harus di jaga?" ujarku membela diri saat posisiku seperti direndahkan.

"Baik ibu."

"Mina, jangan ditanggapi."

"Tidak Kakak, Ibu memang benar bahwa kau harus di awasi, apakah kau ingat ketika di mana kau kehilangan 4 hape , total satu juta rupiah uang hilang selama SMP. Bahkan koleksi kalungmu telah tidak ada sekarang."

"Itu..."

"Bagaimanapun, berhati-hatilah A~ray dan Mina juga. Jika ada sesuatu saling membantulah satu sama lain."

"Ya, bu." x2

Kami pun pergi berjalan keluar rumah setelah berkata "Kami pergi."

Rumah kami cukup dekat dengan sekolah, sekitar satu kilometer. Oleh karena itu kami lebih memilih untuk berjalan.

"Oh, aku lupa bawa payung."

"Untuk apa payung?" tanyaku namun tetap menghadap lurus ke jalan.

"Karena kau bangun siang, kau jadi tidak mengetahuinya. Perkiraan cuacanya menyatakan hari ini akan menjadi hujan."

"Kenapa kau tidak memberitahuku."

"Karena Jika aku memberitahumu..."

?? Apa yang dia katakan setelahnya? Itu begitu kecil hingga tak dapat ku dengar.

Pada akhirnya dia hanya memberikan senyum tidak jelas dan kembali lagi kerumah. Sejak kami berjalan, belum jauh. Aku ingin menunggunya tapi aku lebih memilih untuk berjalan kembali.

Kenapa ya? Mungkin aku bertanya-tanya tapi tekadku untuk berjalan sendiri sudh bulat.

Berjalan terus berjalan tanpa ku sadari itu telah berada di depan sebuah persimpangan dan aku menunggu waktu yang tepat untuk menyeberang.

Pada saat itulah seseorang berlari dan akhirnya berhenti tepat di sebelahku. Karena itu, aku sempat berpikir bahwa iti adalah adikku.

"Mina, apakah kau sudah membawa payungnya?"

"Hah-hah ... aku?." dia terengah-engah sepertinya telah lama berlari.

Aku pun untuk pertama kalinya melihat ke arah Mina untuk hari ini. Tapi itu bukanlah seorang Mina yang berdiri di sampingku.

"Siapa kau?" ucapku dengan reflek.

"Se-harusnya itu kata-kataku. Siapa kau? tiba-tiba bertanya kepadaku."

"Ah maaf, aku kepada adikku Mina."

"Adik yang mana?"

"Dia tadi pulang kembali kerumah untuk membawa payung, dia bilang hari ini akan hujan jadi dia serius melakukannya."

"Eh ... terdengar seperti adik yang baik "

"Ya, tentu saja dia."

Siapa wanita ini? Dia memakai atribut yang sama dengan yang aku kenakan berarti dia anak sekolahanku?

"Hey katakanlah, kenapa kau tidak begitu meyakinkan saat berbicara." ucapnya.

"Apa maksudmu?"

"Tidak, bukankah kau memang begitu, meski aku yakin kau menjawab dengan jujur tapi nadamu begitu datar bahkan ketika menyangkut adikmu."

"Seperti itukah?"

"Ya." jawabnya.

Aku terdiam sementara dan memutuskan untuk berbicara padanya.

"Jika begitu maka biarkanlah, aku yakin itu adalah yang terbaik untuk diriku jika itu yang diinginkan tubuhku."

"Jadi kau tipe orang yang akan malas-malasan ketika sedang malas, dan bekerja ketika sedang ingin bekerja."

Wanita itu menyimpulkan dengan seenaknya.

"Ya seperti itu, namun juga tidak."

"Aku tidak mengerti." ujar sang wanita menyilangkan legannya.

"Aku tidak peduli apakah kau mengerti atau tidak."

"Betapa pria yang dingin, katakanlah apakah kau percaya bahwa ada malaikat di dunia ini?"

"Malaikat?"

"Oh, wajah yang bagus, apakah kau suka pembicaraan seperti ini?"

Aku tidak tahu apa tujuannya untuk memancing emosiku, tapi jujur saja aku tak dapat menahannya. Meski mungkin masih dengan nada datar, aku menjawab sang wanita.

"Jika malaikat ada di dunia ini, maka pasti aku adalah salah satunya."

"Hooo, kenapa bisa seperti itu?"

"Karena mereka adalah makhluk yang kejam."

"Hahahaa... ahaahahaha sangat lucu, bagus, bagus, itu jawaban yang bagus, Lalu, aku pergi..."

Mobil-mobil telah berhenti karena lampu merah, sedangkan aku mengamatinya dari belakang.

"Oh iya, sebenarnya aku juga tidak membawa payung hari ini."

" ... "

Dia berlari menyeberang, ekor rambutnya bergerak seiringan dengan langkah kakinya.

"Wanita yang aneh."

Pada akhirnya aku pun menyeberang dan sampai hingga sekolah dengan selamat.