Chereads / Benci, tapi Cinta / Chapter 1 - Awal Membenci

Benci, tapi Cinta

🇮🇩Henry_Tjoa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 12.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Awal Membenci

Nama gue Astrid, Astrid Viona. Gue bersekolah di salah satu SMA elit di Jakarta. Muka gue tergolong biasa aja. Ga cantik, juga ga imut. Tapi entah kenapa, setiap cowok-cowok di sekolah yang liat gue itu langsung kepincut dan ngejar-ngejar gue. Termasuk salah satu senior di sekolah gue. Namanya Lorry, Lorry Alexander. Dia blasteran Amerika-Indo. Bokap dia orang Amerika dan nyokap dia orang Indo. Ganteng sih, tapi dia nyebelin. Gue benci dia, tapi disisi lain, gue cinta sama dia. Nah, dari sinilah awal cerita itu berasal. Kenapa gue bisa benci dan cinta sama dia dalam waktu yang bersamaan.

000

"Trid, malem ini lo dateng kan ke acara ultah gue?"

"Gue belum tau, Dey. Soalnya malem ini gue mau keluar sama keluarga gue juga."

Dey, sahabat gue. Nama lengkapnya Dea Marselina. Dia dan gue itu beda kelas. Dan sekarang, kita lagi berjalan di koridor sekolah untuk pulang karena kelas kita udah selesai. Hari ini adalah ultahnya dia. Dia ngundang gue ke pesta ultah dia malem ini. Ga enak juga sih nolak ajakan Dey. Tapi serius, gue beneran ada janji untuk makan malam sama keluarga gue.

"Jadi, lo beneran ga bisa nih?"

Gue menggeleng dengan wajah yang memelas, "Maafin gue ya Dey."

Gue liat dia ngangguk dengan wajah kecewanya, "Gapapa Trid."

Karena gue ga mau liat dia sedih di hari spesial dia, gue pun ngeluarin sesuatu yang udah gue siapin dari tas gue.

"Nih, buat lo."

Mata Dey seketika langsung berbinar saat tau, kado apa yang gue kasih ke dia.

"Wah! Makasih Trid. Lo emang tau aja kesukaan gue."

Karena Dey menyukai boy group BTS, maka gue beli album BTS buat dia. Album ori dengan tanda tangan Jungkook, member kesukaannya di boy group itu. Ya, yang penting sahabat gue bahagia itu sudah cukup bagi gue.

"Happy birthday, Dey."

Dey menatap gue, lalu memeluk gue dengan erat, "Thanks, Trid. You are my very best friend i ever have."

Setelah itu, gue dan Dey harus berpisah di parkiran karena jemputan gue udah dateng.

000

"Hah!" Desahan pelan keluar dari mulut gue saat gue membaringkan tubuh gue ke ranjang.

Gue baru aja selesai mandi, badan gue udah terasa seger. Tapi gue males ngerjain pr gue. Meskipun ga banyak dan tergolong gampang, tapi tetep aja, yang namanya pr itu menyebalkan. Kenapa sih harus ada pr? Kenapa ga bisa ngasih waktu santai aja gitu di rumah.

Gue tersentak saat mendengar suara ketukan pintu kamar gue. Dengan males, gue bangkit dari ranjang gue dan berjalan ke arah pintu kamar gue. Begitu pintu kamar gue terbuka, seorang wanita paruh baya tersenyum manis pada gue sambil bertanya, "Non mau disiapin makan siangnya?"

Gue mengangguk sebagai jawaban. Setelah itu, wanita paruh baya itu pun berjalan pergi meninggalkan kamar gue. Gue tutup pintu kamar gue dan berjalan ke arah meja belajar gue. Helaan nafas kasar keluar dari mulut gue saat melihat buku fisika dan juga kimia yang telah gue tarok di meja.

"Ok! Ayo kerjain pr lo. Jangan males, Viona!" Gue mencoba memotivasi diri gue sendiri.

Gue pun menarik kursi meja belajar gue dan duduk di atasnya. Lalu, gue pun mulai membuka buku-buku gue dan mengerjakan pr gue.

Gue termasuk salah satu siswi pinter di sekolah. Setiap nerima rapor, gue ga pernah jauh-jauh dari yang namanya rangking 1 umum. Gue juga rutin mengikuti olimpiade sains yang diselenggarakan oleh sekolah gue. Dan dalam sekejap saja, pr fisika dan kimia udah selesai gue kerjain.

"Hah! Siap juga nih pr." Ucap gue sambil merentangkan otot-otot badan gue.

Mata gue jatuh pada jam yang ada pada meja belajar gue. Masih jam 13.30 dan itu masih siang. Jadi, gue memutuskan untuk turun ke bawah dan menikmati waktu makan siang gue terlebih dahulu sebelum tidur.

000

Tanpa terasa, malam pun tiba. Gue sudah selesai bersolek dan memakai gaun yang dipilihin sama nyokap gue. Gue tersenyum sendiri saat menyadari gue tampak menawan malam ini dengan polesan tipis dan gaun blink-blink. Puas memandang diri gue sendiri di cermin, gue pun memutuskan untuk keluar dari kamar dan menghampiri bokap sama nyokap yang udah nungguin gue.

"Yuk Pa, Ma. Viona udah siap."

"Sip! Anak Mama tampak cantik malem ini."

"Iya Ma, Papa setuju."

"Udah, udah! Kapan berangkatnya nih kalo muji aku terus?"

Bokap sama Nyokap gue terkekeh pelan kemudian berjalan keluar rumah. Gue berjalan tepat di tengah mereka. Soal keluarga gue, keluarga gue termasuk kaya. Tapi, Bokap gue selalu ngajarin gue untuk berteman pada siapa aja. Maupun dia bukan dari kaum konglomerat sekalipun. Karena Kakek dan Nenek gue juga mengajarkan budaya kesederhanaan pada Bokap dan Nyokap gue.

"Jadi, malem ini kita akan bertemu langsung dengan rekan bisnis Papa."

"Iya, dan kamu bakal dijodohin sama anak laki-laki mereka, Vi."

Kening gue mengerut, "Dijodohin? Kok aku ga tau, Pa, Ma?"

"Papa sama Mama sengaja rahasiain dari kamu." Jawab Bokap gue.

"Kamu tenang aja. Anak laki-laki dari rekan bisnis Papa itu ganteng kok." Nyokap gue menimpali.

Gue mendesah pelan. I mean, seriously? Gue dijodohkan? Hello Mom, Dad? Please, ini bukan zamannya Siti Nurbaya. Gue bisa nyari jodoh yang menurut gue baik buat gue tanpa harus dijodohkan begini. Ah! Mending gue pergi ke pesta ultahnya Dey aja kalo gini.

"Papa harap, kamu dan anak laki-laki dari rekan bisnis Papa bisa berhubungan baik."

Ok, Bokap gue udah ngomong kayak gitu, berarti gue udah ga bisa nolak. Dan lagian, gue juga penasaran sama anak laki-laki yang disebutin sama Bokap dan Nyokap gue.

000

Ga lama kemudian, mobil Bokap gue udah nyampe di sebuah restoran. Tanpa ngomong apapun, gue turun dari mobil. Gue terkagum sama restoran ini. Desain eksteriornya sangat indah.

"Vi, kok bengong?" Gue tersentak dan langsung menatap Nyokap gue, "Eh ha? Eng-engga kok Ma."

Nyokap nyamperin gue dengan senyumannya, "Mama tau kamu suka sama desain restorannya. Tapi, rekan bisnis Papa udah nunggu di dalem."

Gue mengangguk, dan mengikuti nyokap yang menggandeng tangan gue buat masuk ke dalem restoran. Sekali lagi, desain interior dari restoran ini membuat gue terpukau.

"Good night, Mr. Harry." Gue kembali tersentak atas sapaan bokap gue pada rekan bisnisnya.

"Good night, Mr. Deni. Please take a seat."

Bokap gue menyuruh gue dan nyokap untuk duduk. Setelah itu, obrolan pun dimulai dengan bisnis. Gue yang ga ngerti bisnis hanya bisa menikmati makanan yang tersaji di atas meja. Makanan enak yang begitu melekat di mulut gue.

"Jadi, bagaimana dengan perjodohan anak kita?" Tanya istri dari Mr. Harry yang seketika membuat gue tersedak.

Uhuk!

"Kenapa, Vi?" Tanya Nyokap gue dengan nada khawatirnya.

Gue menggeleng, "Aku gapapa, Ma."

"Pelan-pelan makannya Vi." Tegur Bokap gue.

Gue mengangguk, dan kembali menikmati makanan di depan gue. Ya, siapa lagi yang bikin gue tersedak begini kalo bukan bokap gue.

"Good night Dad, Mom. Sorry, we're late."

Karena penasaran dengan pemilik suara itu, gue pun langsung menoleh dan mata gue membulat sempurna ketika melihat anak laki-laki yang dimaksud oleh Bokap dan Nyokap gue. Seriously? Ini yang mau dijodohkan padaku? Gendut dan tampak tidak mandiri. Dalam hati gue tertawa saat gue ada alasan buat menolak perjodohan ini.

"Good night, Theo. Where is your brother?"

"Still outside, parking a car."

Gue liat Mr. Harry mengangguk atas jawaban anak laki-lakinya itu. Tapi tunggu dulu, tadi dia bilang brother? Berarti si gendut ini masih ada abang? Seriously? Kalo adeknya gendut, berarti abangnya kurang lebih juga sama dong? Pas! Ini saatnya gue menolak perjodohan ini.

"Good night, Dad, Mom."

"Good night, champ!"

Jujur, gue sedikit tersentak saat mendengar suara itu. Suara yang begitu familiar di telinga gue. Tanpa ragu, gue langsung menatap pada pemilik suara familiar tersebut. Dan tebak, ya, gue memang kenal suara itu. Suara orang yang udah sangat terkenal di sekolah gue. Siapa lagi kalo bukan senior gue, Lorry Alexander.

"Lo disini juga?" Tanyanya dengan ekspresi terkejut yang sama.

"Kenapa sih, gue harus ketemu sama lo?!"

Kedua orang tua kami menatap kami dengan tatapan bingung. Lalu, Nyokap gue pun bertanya pada gue, "Kalian dua saling kenal?"

Gue mengangguk, "Iya Ma. Dia senior di sekolah aku."

"Bagus!" Bokap gue menimpali dengan menepuk tangannya, "Kalau begitu, perjodohan ini akan semakin mudah bukan?"

Gue membulatkan mata gue? What? Daddy, are you serious? Gue yang awalnya ingin menolak malah semakin sulit untuk menolak perjodohan ini. What am I gonna do? Someone help me please.

"Great! Mr. Deni, when will my son and your daughter getting married?"

"Haha! Soon enough, Mr. Harry. But first, let them finished their education."

"Ok! I agree."

Mampus gue. Bokap gue dan bokap senior sialan di depan gue sekarang udah setuju. Dan celakanya lagi, dia malah sedang tersenyum pada gue sekarang. Jujur, gue benci senyuman itu. Seyuman yang menyiratkan sejuta arti. Dan gue bersumpah, mulai sekarang, gue akan membenci senior gue yang bernama Lorry Alexander.

000

To be continued