Chereads / FATAMORGANA / Chapter 1 - Prolog

FATAMORGANA

Angela_Putri33
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 5.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog

Indah, itu yang tergambar dalam pemandangan laut saat ini. Dengan keindahan sinar mentari senja yang akan tenggelam membuat air laut berwarna biru itu bermandikan cahaya, berkilauan dengan sangat indahnya. Disaat yang bersamaan, terlihat segerombolan burung camar dilangit, segerombolan burung-burung itu terbang tinggi menuju mentari senja yang akan tenggelam dan sekali-kali segerombolan burung camar itu bersua dengan sangat merdunya. Seakan menandakan segerombolan burung-burung itu akan pulang kerumah. Tak ada untaian kata sedikitpun yang dapat terangkai untuk mengagumi keindahan laut ketika mentari senja akan tenggelam. Semuanya sangat sempurna bagi siapapun yang melihatnya.

Tapi, tidak untuk perempuan itu. Matanya yang sendu itu terus menatap lurus mentari senja yang akan segera tenggelam. Tak dipedulikannya terjangan ombak dikala senja itu, malahan membuat perempuan itu tak sedikitpun beranjak dari tempatnya berdiri. Tubuh rapuh milik perempuan itu terus berusaha untuk tetap berdiri tegap menantang terjangan ombak yang terus menghantam dirinya dengan keras. Perempuan itu juga tak peduli jika ombak itu akan membasahi seluruh tubuh dan pakaiannya. Yang hanya dipedulikan oleh perempuan itu sekarang adalah perasaannya.

"Kenapa?". Lirih perempuan itu bertanya, tanpa ia sadari butiran-butiran kristal bening yang terus dibendungnya, akhirnya jatuh juga membasahi kedua pipinya. Mengalir dengan derasnya. Seakan beban yang dirasakannya ga pernah habis-habisnya.

Hening-

"Kenapa...?". Ulangnya lagi karena tak kunjung mendapat jawaban atas pertanyaannya.

Hening-

"Kenapa... harus... aku..." . Ucapnya terbata-bata. Dipeluknya erat tubuh tubuh mungilnya yang tak berhenti bergetar karena kedinginan. Tak membuat tekadnya surut sedikitpun. Di gigitnya kuat-kuat bibir bawahnya dan di pejamkan kedua matanya. Lalu di tarik napas nya pelan - pelan dan di hembuskan perlahan mengikuti irama detak jantungnya. Seakan sudah cukup. Perempuan itu melepas gigitan bibirnya dan membuka kedua matanya perlahan. Matanya yang lelah tak membuat dirinya berhenti menatap nyalang pada matahari yang akan tenggelam beberapa menit lagi.

"KENAPA?.... AKU TANYA KENAPA???.... TAK BISAKAH KALIAN MENJAWABKU". Teriak perempuan itu dengan nada sarkastik bersamaan dengan air mata yang terus mengalir jatuh membasahi pipinya.

Hening-

Hanya keheningan-yang menjawabnya. Menjawab semua pertanyaan  yang takkan pernah bisa terjawab oleh deburan ombak maupun burung-burung yang terbang di langit.

"AAAAAAAAAaaaaaaaa....aaaakkkkh... aakkkkkkkkkhhhhh---".

Jerit memilukan terdengar dari mulut perempuan itu. Tubuhnya yang semakin lemah, tak mampu bertahan lebih lama lagi untuk menahan terjangan ombak yang semakin ganas menghantam dirinya, membuat tubuh mungilnya jatuh terduduk menghantam pasir.

Sakit, itu yang di rasakan perempuan itu sekarang. Bukan hanya sakit karena jatuh terduduk oleh terjangan ombak, tetapi hatinya pun ikut sakit akan semua kenyataan yang terus mendera hidupnya.

Kedua mata sendu milik perempuan itu terpancarkan luka yang sangat mendalam, dengan lemahnya ia menekukkan kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya yang bersimba air mata di dalam tekukkan kakinya. "Hikshikshiks... kenapa..? ". Isaknya pelan. Seakan seluruh kekuatan yang ia punya telah hilang bersama terjangan ombak yang menghantam keras tubuhnya. Pasrah, yang hanya bisa ia lakukan sekarang.

"Kamu tidak apa-apa?".

Perempuan itu mengangkat  kepalanya dan menoleh ke arah dimana suara yang di dengarnya. Di lihatnya seorang pria sedang membungkuk di sampingnya mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Tapi, perempuan itu hanya diam, tak menjawab pertanyaan ataupun membalas uluran tangan dari pria itu. Bibir mungilnya seakan terkunci rapat saat ini.

Seakan sudah mengetahui siapa yang menegurnya, perempuan itu kembali menenggelamkan kepalanya di antara tekukkan kakinya dan kembali menagisi nasibnya. Pria itu menatap uluran tangannya lalu dikepalkan jari - jarinya dan menegakkan kembali tubuhnya.

Perempuan itu tidak tahu, jika pria yang menegurnya tadi masih berada disampingnya dan sedang menatap dirinya dengan tatapan terluka.

"Bodoh". Umpat pria itu pelan mengalihkan tatapannya dari perempuan itu dan menghamparkan pandangannya ke arah laut.

"Untuk apa menangisi sesuatu hal yang tidak penting bagi hidup kita, sesuatu yang tidak akan pernah ada akhirnya jika bukan kita yang harus mengakhirinya". Lanjut pria itu sambil melirik perempuan yang sedang duduk meringkuk disampingnya, menunggu respon.

Tapi, respon yang ditunggunya tak kunjung ia dapatkan.

Perempuan itu hanya diam tak bergeming dan terus menangis, ia tidak membalas atau memperdulikan ucapan pria itu. Ia tahu bahwa kata - kata yang diucapkan pria itu dituju untuk dirinya. Memang siapa lagi, orang bodoh yang habis berteriak bagaikan orang gila yang menanti jawaban kepada alam dan berakhir tragis dihantam terjangan ombak, selain dirinya. Sungguh memalukan.

"AAAAAAAAAAaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.....". Pria itu berteriak kencang hingga membuat perempuan itu terkejut dan langsung menatap tajam pria yang berdiri disampingnya dengan kesal. Pria itu tertawa, rencana - nya berhasil untuk membuat perempuan itu melihat dirinya untuk kedua kalinya. Di tatapnya lembut perempuan itu dan diulurkan lagi tangan kanannya untuk perempuan itu. Dengan kesal, perempuan itu mau tak mau menerima uluran tangan pria itu. Dengan lembut pria itu menarik tangan -Nya sehingga perempuan itu bangun dari posisi duduknya. Pria itu terus menatap manik kedua mata milik perempuan itu dan tersenyum lembut.

"Berhentilah menangis, berhentilah menyesali apa yang telah terjadi pada hidupmu". Ucap pria itu, melepaskan pegangan tangannya pada perempuan itu. Masih dengan senyum lembutnya.

Pria itu mengalihkan padangannya dari mata perempuan itu ke arah lautan. Pria itu maju selangkah "Kalau dirimu tetap menangis seperti itu, maka selamanya dirimu akan terkurung oleh ketakutan yang telah dirimu buat. Dan tidak akan ada yang bisa menolongmu kalau bukan dirimu sendiri".

Perempuan itu terdiam memandang punggung pria yang maju selangkah disampingnya.

"Aku tahu... tapi apa yang bisa aku lakukan? ". Isaknya sambil menundukan kepalanya. Air matanya kembali mengalir dan kali ini semakin deras jatuh membasahi pasir pantai di bawahnya.

"Banyak hal yang bisa kamu lakukan, jika kamu terus mencoba". Jawab pria itu dengan nada optimis.

"Kamu tidak mengerti dan tak akan pernah mengerti apa yang aku rasa". Balas perempuan itu dengan nada sarkastik. "Semua orang menyalahkanku, semua orang membenciku, dan semua orang ketakutan padaku ketika tahu siapa aku. Aku hanya bencana dalam kehidupan mereka dan kehidupan keluargaku. Andai aku tidak dilahirkan, andai aku tidak ada di bumi ini. Mungkin semua ini takkan pernah terjadi". Lanjutnya.

Pria itu terdiam dan berbalik menatap perempuan di depannya yang sedang menundukkan kepalanya.

"Lalu apa yang bisa kamu lakukan sekarang? Hanya menangis dan menyesali?". Tanya pria itu.

Perempuan itu hanya terdiam, malah yang hanya terdengar hanyalah sebuah isakkan.

"Hahahaha.... Teruslah seperti itu dari mulai terbitnya matahari hingga tenggelam berganti rembulan. Sesali semuanya sampai dirimu puas". Ejek pria itu.

Tanpa disadari perempuan itu mengangkat kepalanya. Tatapan mereka bertemu. Pria itu tersenyum lembut melihat tatapan kesal dan terkejut yang diberikan oleh perempuan didepannya.

"Ini ketiga kalinya kamu melihatku". Ucap pria itu senang sambil meraih tangan perempuan itu dan menggenggamnya dengan erat. Lalu pada detik berikutnya pria itu berkata "Lihatlah kedepan, masih banyak hal yang bisa dirimu temui selain sebuah penyesalan. Dan perlu dirimu ingat, diluar sana masih banyak orang yang mencintaimu".

*******