"Guys jangan lupa besok praktek prakarya, pastiin gak ada barang satu pun yang tertinggal" pesanku kepada teman teman kelompokku.
Sudah biasa untuk mata pelajaran prakarya. Pelajaran yang ngak perlu ngorek ngorek isi kepala, yang tiap akhrian bab ada prakteknya.
Walaupun prakarya ngak perlu ngorek ngorek isi kepala, bukan manusia dong kalau ngak dikit dikit ngeluh dikit dikit ngeluh. Hal ini yang aku rasakan saat ini. Ingin rasanya protes agar praktek prakarya dihapuskan. Namun, apa dayanya seorang murid yang mau tak mau, suka tak suka, harus mematuhi peraturan guru agar tidak menyesal di kemudian hari.
Dan hari ini jabatan osisku juga berakhir, rasanya sangat senang karena terbebas dari tugas yang sangat membosankan. Namun, bukan manusia lagi bila ngak pernah ngeluh. Aku ber – huh sambil memegang kaki yang sudah hampir lepas rasanya.
Saat itu kami dijemur habis habisan oleh guru, latihan upacara pergantian osis, disisi lain diriku sangat gembira dengan hal ini, namun yang membuat aku tak suka adalah upacara yang membosankan ini. Ingin sekali kaki ini melangkah menuju kursi, dan sendi engsel lutut menekuk hingga akhirnya aku terduduk. Namun, semua hayalanku sia sia, hal itu tidak akan terjadi.
Hari sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Pada jam inilah aku bisa terbebas dari belenggu penderitaan. Aku bergegas menuju halte untuk menunggu angkot datang. Tak lama setelah itu, aku melihat angkot berwarna kuning yang hendak melintas di depanku sontak tanganku terangkat mengisyaratkan agar angkot tersebut dapat menepi. Aku sudah membayangkan kasur empuk sudah siap menanti di rumah.
"Kiri" kalimat ini yang biasanya keluar ketika penumpang sudah tiba di tujuan (apabila dengan angkutan umum) bertujuan agar pak supir bisa menepi dan berhenti. Aku berlari sekencangnya menuju kamar. Namun, pada saat aku tiba di pintu kamar, ibu memanggilku hingga aksi terjun payungku terhenti.
Aku berjalan sambil ber – huh dan bertanya. "Ada apa gerangan wahai ibu tercinta, anakmu ini ingin merebahkan diri karena badannya sangat pegal" kataku sambil melihat mimik wajah ibu yang tersenyum.
"Wahai anakku, apakah kamu sudah sholat asar? Kalau belum, SILAHKAN BERWUDU' SEKARANG, CEPAAT!!!" jawab ibu dengan nada yang lama kelamaan meninggi.
Wadduh, aku kembali ber – huh, malas sekali rasanya mengambil wudu' apalagi sambil mendengar ceramahan ibu yang tak kunjung habisnya.
Shalat pun terjadi dengan diiringi celotehan ibu. Tak lama setelah itu, terdengar suara yang sangat khas oleh ku suara itu lama kelamaan terasa mengeras, tentu saja bunyi mobil ayah, orang yang super duper sibuk. Tumben sekali dia pulang awal sekali.
"Assalamu'alaikum penghuni rumah" sahut ayah di pintu rumah. Ayah menyengirkan dahinya melihat ibu yang sejak tadi berceloteh tidak jelas.
"Ada apa ini" tanya ayahku sambil melentingkan tas nya kekursi di ruang tamu.
"Ini nih, anak kesayangan ayah, shalatnya baru jam segini, kemanaa lah dia dari tadi tak pulang pulang" ketus ibu memasangkan wajah yang tidak bersahabat kepadaku.
"Hah? Baru pulang? Ngapain kamu seharian hah? Mau jadi anak nakal? Keluyuran tanpa izin! Shalat juga jam segini? Astaghfirullah naak, kamu boleh bergaul dengan siapapun tapi jangan sampai mempengaruhi dirimu. Jangan sampai kita yang terpengaruh oleh orang lain, harusnya kita mempengaruhi orang, tapi ingat, pengaruhi orang di jalan yang positif" celoteh ayah panjang lagi lebar.
"Haduuh, pulang bukannya disambut baik baik sekarang malah diceramahin. Ceramahannya doble juga tuh, puyeng nih pala" batinku
Aku rasa ayah pulang cepat kerumah hanya untuk menceramahiku saja, sekarang disinilah aku, diapit oleh kemarahan kedua orang tua. Dimana kita dalam keadaan serba salah, bila ditanya dan kita menjawab disalahkan, kalau diam salah. Karena kejadian ini tak kunjung selesai, aku memutuskan untuk berlalu. Kadang pergi itu adalah pilihan yang tepat.
Namun aksiku tak berjalan mulus, disaat aku sampai di depan pintu kamar lagi, ayah berteriak kepadaku "Hey mau kemana? Urusan kita belum selesai" teriakan ayah bergema disudut ruangan.
Aku pun menundukkan kepala dan duduk diruang tamu, lalu datang seorang anak laki laki menggendong sebuah bola di samping pinggangnya, menyelonong tak bersalah ke dalam rumah.
"Hey Farid kesini, dari mana kamu? Baru pulang? Udah sholat?" tanya ayah.
"Hehe" jawab laki laki itu tak berdosa
"Belum? Astaghfirullah naak! Kamu inii Ngapain kamu seharian hah? Mau jadi anak nakal? Keluyuran seharian! Belum shalat jam segini? Astaghfirullah naak, kamu boleh bergaul dengan siapapun tapi jangan sampai mempengaruhi dirimu. Jangan sampai kita yang terpengaruh oleh orang lain, harusnya kita mempengaruhi orang, tapi ingat, pengaruhi orang di jalan yang positif" ayah mengulang perkataan yang tadi telah dilontarkannya kepadaku.
Mungkin itu adalah kalimat keramat yang dikeluarkan ayah untuk memotivasi anak anaknya. Dan sekarang disinilah aku, menonton kemarahan ayah yang sudah berpindah ke Farid. "Terima kasih wahai Farid, sungguh kamu adik yang pengertian" mungkin itu yang dapat menggambarkan wajahku sekarang.
Hari berlalu dengan cepatnya. Meninggalkan celotehan kedua orang tuaku yang sudah berakhir. Gerimis terdengar menepuk nepuk genting rumah, sungguh alunan irama yang pas untuk penuntun tidurku. Aku mencoba merebahkan diri di kasurku. Namun,
"Ibrar, udah shalat isya?" teriak ibu dari ruang tamu
"Astaghfirullah, ngak selesai selesai rasanya, kapan aku bisa istirahat" batinku. Aku ber – huh dan keluar kamar untuk mengambil wudu' dan shalat isya.
Selesai shalat, aku pun mencoba untuk merebahkan diri untuk kesekian kalinya.
...................
"Ibrar mufti, banguun, sudah pagi iniii, shalat subuh cepat" suara itu terngiang ngiang di telinggaku, sungguh itu mimpi yang buruk.
Tak lama setelah itu, tubuhku seperti dihujani air air. "Tidak, itu bukan mimpi" aku mencoba membuka mata. Di depanku berdiri wanita yang selalu membuatku ber – huh, "BANGUN CEPAT" teriaknya terdegar ke sudut rumah.
"Iyaa ibuku tersayang" jawabku sembari berlari mengambil wudu'
Ketika ku lihat, hari sudah menunjukkan pukul 06.10. Aku sangat terkejut, padahal alarm sudah ke setel pukul empat. Tak ingin kehabisan waktu, aku bergegas menuju kamar mandi bersiap siap dalam tempo yang sesingkat singkatnya.
06.30
Aku sudah selesai mandi dan bersiap untuk mengemas buku. Aku mencoba mengingat mata pelajaran hari ini dan mengambil buku yang berkaitan dengan mata pelajaran itu. Tapi, ada satu mata pelajaran lagi yang tak ku ingat, aku mencoba mengankat kepala untuk melihat daftar dan
"Astaghfirullah, PRAKARYA! Aku ada praktek hari ini, bahannya juga belum dibeli" aku terkejut dan bermonolog di kamar.
Aku bergegas keluar kamar melihat waktu yang akan bisa kuhabiskan bila membeli peralatan praktek. 06.45, kurasa waktu yang cukup untuk membelinya nanti di pasar.
Aku bergegas ke halte, tak lupa untuk berpamitan dulu. Tak lama, ada sebuah angkot berwarna kuning akan melintas di depanku, sontak membuat tanganku terangkat, mengisayratkan bahwa aku adalah penumpang berikutnya.
Angkot itu menepi, hanya seorang sopir berada di sana. Aku berpikir, kemana perginya penumpang si bapak? Namun itu tak jadi pikiran olehku. Aku menaiki angkot tersebut sambil menatap daftar belanjaan yang hanya berisi buah buahan. Yah, kami akan melaksanakan praktek membuat sup buah.
Setelah lama berada di dalam angkot, baru diriku menyadari, ada garak gerik misterius dari si bapak supir.
.......BERSAMBUNG......