Di sebuah ruangan putih laboratorium yang luas. Terlihat 8 anak kecil yang terikat di kursi dengan ke dua mata mereka yang tertutup kain hitam.
4 bocah laki-laki dan 4 anak perempuan yang terlihat seusia 6-8 tahun.
Mereka tidak bisa bersuara dengan sebuah ball-gag yang terpasang. Mereka hanya bisa menangis dengan suara isakan aneh yang keluar.
Tetapi seorang anak perempuan terlihat tenang, ketenangan yang dikeluarkan nya terlihat agak aneh terutama karena dia sama sekali tidak terlihat ketakutan.
Meskipun seluruh indra penglihatannya di tutup dan mulutnya sama sekali tidak bisa bersuara, walaupun telinganya sendiri dipenuhi tangisan yang terdengar seperti isakan memohon pertolongan.
Hati gadis kecil itu tidak terguncang. Karena pamannya sudah sering melakukan ini kepadanya.
Mengikat tangan kakinya lalu menutup matanya sebelum akhirnya memukulinya.
Gadis yang sedang mengenang itu bergumam.
"mmmhhnnm "
'Tak'
'Tak'
'Tak'
"Oh? Seorang anak yang sama sekali tidak menangis?"
"Apa yang sebenarnya kau katakan, makhluk kecil?"
Pikiran gadis kecil itu terputus. Dia segera memasang telinganya. Perlahan sentuhan dingin terasa di pipinya saat ball-gag di mulutnya terlepas.
Mata birunya berkedip ketika cahaya terang menyeruak dalam pandangan nya. Seorang pria bertopeng kelinci tertawa pada wajah kecil yang terungkap.
"Astaga... Ada permata tersembunyi" Suara tawa dari pria kelinci itu menggema keras.
Gadis kecil bermata biru itu menatap penampilan pria dengan topeng kelinci pink itu yang menutupi rambutnya menyeluruh, pria itu mengingatkannya pada sosok ayahnya dengan jubah putih layaknya dokter.
Pria itu menggunakan sarung tangan putih, kemeja dan celana jeans hitam dan sepatu kulit coklat. Sebuah tato kelinci terlihat di leher putih pria kelinci itu.
Gadis bermata biru itu mengerutkan bibirnya erat. Mata birunya menatap sekitarnya dan menyadari bahwa dia berada di laboratorium.
Tempat yang familiar namun asing di matanya.
"Apakah kau akan menggunakan kami sebagai eksperimen?"
Pria bertopeng kelinci itu menyentuh rambut merah mencolok gadis kecil itu. Dia berkata dengan nada ceria.
"Kau sangat cerdas!"
Dia kemudian berjalan mendekati anak lainnya, melepaskan penutup mata dan ball-gag mereka seperti gadis bermata biru. Tentunya sambil berbicara dengan gadis bermata biru itu.
"Bagaimana kau sampai disini nak?"
Gadis bermata biru permata itu terdiam sejenak. Memperhatikan bahwa pandangan pria kelinci itu padanya, dia menjawab dengan pelan.
"Di jual dan dibeli oleh pria bertopeng kelinci hitam dengan sebuah tato 1"
Pria kelinci pink itu membeku, dia terdiam sejenak sebelum bergumam.
"Kelinci jelek itu?"
Pria bertopeng kelinci itu tertawa terbahak-bahak. Dia mengusap rambut Aloni dengan lembut.
"Aku menantikan kejutan seperti apa yang kau bawa untuk ku"
Gadis kecil itu memiliki wajah rumit. Pria ini... Sangat ceria. Tetapi dia bukanlah orang yang baik, lagipula orang baik mana yang akan menjadikan anak-anak sebagai eksperimen?
Gadis kecil itu menatap anak-anak lainnya. 3 orang gadis kecil, ada yang berambut perak terlihat layaknya seorang putri dalam dongeng cerita, ada yang berambut pirang dengan mata seindah zamrud dan seorang gadis manja yang memiliki rambut hitam dengan mata biru.
Aloni untuk sesaat memandang gadis yang menangis sesenggukan dengan mata yang mirip dengannya.
"Hei... Bisakah kau diam?"
Anak-anak lainnya berhenti menangis karena takut dengan pria bertopeng kelinci ini tetapi hanya gadis rambut hitam ini yang malah menangis keras. Tidakkah dia takut di tampar agar dia diam?
Gadis berambut hitam itu menatap gadis berambut merah asing yang menyuruhnya diam.
"Aku takut"
Gadis berambut merah itu dengan acuh berkata "semua orang takut, jadi diam. Kau berisik. Pria kelinci itu kemungkinan akan marah dan memukulmu agar kau diam"
Gadis itu bergidik dan melirik pria kelinci yang tengah melepaskan anak laki-laki.
Dia segera menutup mulutnya dan tidak berani menangis meskipun masih cegukan.
Aku tidak ingin dipukul
Kumohon jangan pukul aku.
Begitulah gambaran ekspresi nya saat ini.
Ketika 4 orang anak laki-laki lainnya terlepas, semua anak di ruangan itu segera memandang pria kelinci pink itu.
Pria kelinci itu menepuk tangannya dengan suara keras, dia segera berbicara dengan tenang dan lembut.
"Baiklah anak-anak! Pertama-tama mari kita perkenalkan diri kita masing-masing sebelum kita bermain"
"Perkenalkan namaku bunny pink~ kalian bisa memanggilku tuan kelinci pink! dan tempat ini dinamakan laboratorium, disini aku akan menjadikan kalian anak-anak kelinci, lebih tepatnya kelinci percobaan"Tuan kelinci terkekeh kecil.
"Dan sekarang silahkan memperkenalkan diri kalian. Dimulai dari kau"
"Sebutkan nama, usia, dan alasan kenapa kau ada disini"
Tuan kelinci pink menunjuk gadis acuh sebelumnya. Mata biru permata gadis itu menatap tuan kelinci pink itu.
"Namaku Aloni, 8 tahun, aku di jual orang tuaku karena mereka tidak membutuhkan ku. Dan.... Tuan kelinci pink. Kenapa harus pink?"
Tuan kelinci pink tertawa lucu "aku suka pink tidak ada yang salah dengan itu. Bukannya anak-anak suka pink?"
Aloni mengangguk dengan enggan, ya dulu dia suka pink. Tetapi tuan kelinci tidak tahu bahwa dia memiliki sedikit kebencian dari warna itu.
["Aloni... Ayo lihatlah ibu membelikan mu baju baru" Ibunya tersenyum sambil memeluknya dengan sebuah gaun putri kecil berwarna pink]
Mata biru Aloni memerah.
Dia merindukan ibunya. Tetapi ibunya berkata bahwa dia tidak bisa membawanya. Ibunya kesakitan, dia tidak bisa menyelamatkan ibunya, sehingga lebih baik untuk ibunya meninggalkan nya agar selamat.
Aloni menundukkan ke kepala nya menatap lantai bersih tanpa lecet di bawah kakinya.
Semoga ibu bahagia saat ini.
Tuan kelinci itu memperhatikan ekspresi wajah Aloni yang berubah tiba-tiba dengan ketertarikan.
Anak ini.... Sepertinya memiliki cerita.
Tuan kelinci menggelengkan kepalanya.
"Selanjutnya!"
Gadis berambut perak di samping Aloni bersuara dengan suara susu yang menyedihkan.
"Namaku Alena, umurku 6 tahun. Aku di sini.... Aku tidak tahu kenapa aku disini! Aku ingin ibu ku... Huwa!!!"
Gadis itu tiba-tiba menangis keras. Tuan kelinci tidak peduli dengan anak cengeng itu. Mengabaikan anak itu dia memandang anak lainnya.
"Selanjutnya"
"N-namaku Rina... A-aku 7 tahun... Aku disini karena mengikuti bibi. Apakah kau akan membunuh kami?"
Tuan kelinci menatap mata hijau muda Rina yang terlihat seperti permata zamrud. Dia terkekeh geli.
"Aku tidak membunuh. Mungkin kalianlah yang harus melakukannya"
Rina berkedip bingung. Tubuhnya tanpa sadar bergetar ketakutan saat tuan kelinci melewati tubuhnya.
Terutama karena... Hawa dinginnya. Seolah-olah bahaya akan mendekatinya saat pria dengan topeng kelinci itu mengincarnya.
Selanjutnya adalah gadis manja sebelumnya, dia menahan tangisannya sambil memperkenalkan dirinya
"Aku hiks... Cecilia.. Hiks.. 7 tahun... Hiks"
Setelah ituadalah anak laki-laki. Aloni memperhatikan seorang anak berambut Ungu dengan mata cerah yang menjadi merah karena menangis.
"Namaku Samuel... A-aku 8 tahun. Aku diculik..."
Seorang anak berambut hitam dengan mata merah menatapnya. Tatapan mata yang menyerupai miliknya saling terpaku.
Untuk sesaat Aloni merasa anak laki-laki itu sepertinya mirip dengannya dalam beberapa kemungkinan. Tetapi penampilannya yang menyedihkan terlihat menipu.
"Namaku Alvero. 9 tahun. Aku disini karena..... Ah, aku di di jual pengasuh ku. Kumohon jangan bunuh kami"
Aloni mengerutkan bibir nya. Dia tidak menyukai Alvero. Perasaan di hatinya mengatakan bahwa anak laki-laki itu sama sekali tidak menyenangkan.
Mata biru Aloni tanpa sadar menyipit.
Anak laki-laki lainnya adalah kembar Alen dan Zion yang berumur 8 tahun yang di culik.
Rata-rata anak di tempat ini sepertinya di culik.
Aloni mengerutkan bibirnya. Ah.... Apakah dia akan mati?
Tuan kelinci itu jelas tidak tertarik anak-anak lain selain Aloni.
Dari jawaban yang di terdengar tidak satupun anak yang memiliki kata-kata yang memuaskan.
Mereka tidak 'istimewa'
Sama seperti makhluk rapuh yang mudah sekali dihancurkan. Mereka dapat mati kapan saja.
Dia hanya menatap anak-anak lainnya sekilas sebelum berbicara, tatapan matanya tidak lepas dari wajah Aloni kecil.
"Sebentar lagi game anak dimulai anak-anak. Misi pertama kalian adalah cobalah melepaskan diri dari kursi kalian"
'Tak'
'Tak'
'Tak'
Tuan kelinci pink melangkahkan kakinya menuju Aloni.
Detak jantung Aloni berdetak kencang saat langkah kaki itu semakin dekat dengan nya.
Kata-kata kematian bergema di benaknya, tetapi samar-samar kebahagiaan di hatinya menyeruak.
Apakah aku akan lepas dari kehidupan mnyakitkan ini?
Benak Aloni terus berbisik dengan kalimat-kalimat aneh yang tidak sesuai untuk anak seusianya.
Tetapi sentuhan dingin di dahinya membuat otaknya berhenti berpikir.
'Cup'
Ah...?
Semua anak-anak terkejut melihat tuan kelinci pink mengangkat sedikit topengnya.
Aloni memperhatikan bibir pink tuan kelinci yang tersenyum. Kemudian dalam sekejap tuan kelinci menutupnya kembali.
Dia mengusap lembut rambut Aloni. Dengan suara yang menyenangkan dia berkata.
"Aku berharap padamu nak~"
Segera pintu yang terbuka itu kembali tertutup rapat.
Anak-anak lainnya saling memandang. Mungkin karena insting murni anak-anak mereka dapat menentukan siapa yang ramah dan yang tidak dapat mereka ajak berteman.
"Kita harus bekerjasama agar kita bisa keluar dari sini!"
Alena, Rina dan Cecilia dengan cepat menjadi teman baik.
Keempat anak laki-laki pun telah menjadi teman.
"Aku takut....."Rina menundukkan kepalanya. Tangannya yang terikat di kursi terasa sakit.
"Bagaimana caranya kita keluar dari sini?"Samuel menatap satu-persatu anak-anak lainnya.
Tatapannya kemudian jatuh ke Aloni yang memiliki mata kosong.
"Aloni.... Apa yang kau pikirkan?" Tanyanya dengan penasaran.
Aloni tidak menjawabnya selama beberapa detik. Dia kemudian memutar tubuhnya dengan seluruh kekuatannya.
'Bugh'
Rasa sakit membentur kepalanya hingga tetesan merah membasahi dahinya.
"Ah!!!!" Yang lainnya berteriak ketakutan.
Pemandangan seorang gadis seusia mereka yang diikat dengan tubuh berlumuran darah jelas merupakan peristiwa yang dapat mengguncang mereka.
Mereka segera panik.
"Aloni!"
"Jangan mati!!"
"Tolong!!!!"
"Tuan kelinci, Aloni berdarah!!!!"
Aloni menggertakkan giginya. Sakit, rasanya seperti kepalamu di hantamkan ke dinding. Kepala nya terasa seperti berputar.
Aloni sekarang tidak lagi menghadap pintu. Dia menatap lingkungan sekitarnya dengan hati-hati sambil berusaha untuk mengalihkan rasa sakit nya.
Sebuah meja yang terlihat lebih tinggi daripada tubuh anak-anak terlihat di matanya.
Beberapa kasur putih seperti tempat tidur pasien, beberapa kaca hitam yang tidak menampilan apa-apa selain kegelapan, dan sebuah jam yang menunjukkan pukul 12.
Di dalam ruangan yang tidak diketahui siang-malam nya, sekumpulan anak-anak ketakutan menatap seorang anak kecil yang berusaha untuk bergerak dengan tubuhnya yang terikat kursi.
Aloni dengan kosong menatap kaki meja. Kepalanya masih sakit akibat benturan lantai.
".... Tidak masalah jika aku mati saat mencoba untuk tetap hidup bukan?" Aloni bergumam kosong. Dia sendiri tidak mengerti kata yang dilontarkannya, tetapi hanya kalimat ini lah yang terbesit saat ini.
Dia kemudian membentur kan kepala nya berulang kali pada kaki meja kayu itu.
'Bom'
'Bom'
'Bom'
Pandangannya semakin kabur bersamaan dengan rasa sakit tajam mengoyak dahinya. Dia meneteskan air matanya tetapi menolak untuk menangis.
"Sakit..."
Kenapa dia tidak bisa lepas dari rasa sakit ini?
Tidak peduli apa yang dilakukannya... Pada akhirnya dia tidak akan dapat melepaskan dirinya dari rasa sakit ini bukan?
Seperti ibunya yang meninggalkannya tidak peduli apa yang dilakukannya.
Aloni menggigit kedua gigi atas dan bawah nya dengan kuat.
'Boom!'
Kaki meja itu patah, bersamaan dengan itu meja yang tidak seimbang itu perlahan-lahan jatuh.
Aloni tidak bisa mengindari rasa sakit yang menghantam tubuh kecilnya.
'Bugh'
Hantaman keras membuatnya menjerit kesakitan.
"Ahhh!"
Meja berat itu menimpa tubuh kecil Aloni, berkat hantaman keras itu kursi di tubuhnya patah. Ikatan pada tangannya longgar.
Aloni segera melepaskan dirinya dan keluar dari meja yang menimpanya sebelum nya, rasa sakit di tubuh kecilnya membuat dirinya akhirnya menangis kecil.
"Tidak... Aku tidak boleh menangis... Aku mungkin akan dipukul lagi..." Aloni segera mengusap matanya.
Tubuh kecilnya bergetar dengan penuh rasa sakit.
Dia menatap tangan kecilnya yang dipenuhi darah karena telapak tangannya sebelumnya memegangi wajahnya yang dibasahi darah dari dahinya.
Aloni untuk sesaat menatap darahnya dengan tatapan kosong.
"...."
Kemudian gadis bermata biru permata itu menatap sekitarnya dimana terlihat pisau, gunting, pistol, pemukul dan berbagai senjata lainnya.
Seorang anak biasanya pastinya tidak akan bermain-main dengan alat-alat berbahaya itu tetapi di tempat yang tidak diketahui ini, Aloni mengambil pisau belati yang memiliki corak indah dengan berlian biru kecil yang menyerupai matanya.
"... Cantik"dia bergumam rendah nyaris tidak terdengar.
Benda tajam ini terlihat sangat cantik sehingga Aloni tertarik.
Di ruangan yang dipenuhi tangisan kecil anak-anak itu, Aloni memandang sekitarnya. Ruangan ini mengingat kan nya kembali kepada ayahnya yang sering menguncinya.
Dia lalu melirik 7 orang lainnya yang menjadi sumber suara di ruangan ini.
Kata-kata ibunya bergema di benak Aloni.
Bantulah orang yang sedang kesulitan
Jadi Aloni yang selalu menuruti kata-kata ibunya dengan enggan menolong anak-anak lainnya.
Anak-anak itu merasa darah di dahinya terlihat menyeramkan sehingga mereka pun menangis. Tidak ada anak-anak yang menyukai darah, terutama orang yang berdarah.
Tetapi itu belum tentu berlaku untuk anak-anak yang "tidak biasa"
Alvero menatap Aloni dengan sepasang mata merah, dia tersenyum seolah-olah mengatakan terimakasih.
Tetapi Aloni mengabaikannya.
"Terimakasih"Alena adalah orang pertama yang mengeluarkan suara tulusnya.
Aloni menatap mata peraknya untuk sesaat sebelum membuang wajahnya. Dia telah melepaskan semua anak dan berniat untuk menyimpan pisau itu di tubuhnya tetapi dia tahu pisau ini dapat melukainya jika tidak diselimuti sarung pisau...
Jadi di bawah tatapan anak-anak lainnya Aloni merobek gaun biru nya dan membalut belati kecil itu sebelum mengikatnya di pinggangnya. Inilah yang diajarkan film-film aksi bela diri yang di tonton nya.
"Kakak Aloni kau terluka. Sebaiknya lukamu di obati"Alena mengeluarkan sebuah saputangan dari saku gaunnya.
"Ini ibuku berkata bahwa luka berdarah itu harus dibersihkan"
Dia mengenakan gaun putih yang membuatnya terlihat seperti malaikat kecil yang imut.
Aloni menggeleng. Untuk pertama kalinya mengeluarkan suaranya kepada mereka.
" Tidak itu akan kotor "
Alena yang mendengar suara nya sangat senang.
Dia tertawa dan segera mengusap dahulu Aloni yang berdarah.
"Aku ingin membersihkannya"
Aloni membeku.
Ini pertama kalinya..... Seseorang mengusap lukanya selain ibunya.
Aloni mengerutkan bibirnya tetapi dia dengan patuh dia dan membiarkan Alena membersihan nya.
Melihatnya yang bertingkah baik kepada Alena membuat anak-anak lainnya merasa bahwa Aloni sepertinya bukan orang yang jahat dan menyeramkan.
Filter anak-anak segera diperbarui dalam memandangnya.
"Aloni.... Kenapa kau membenturkan kepalamu ke meja? Apakah itu tidak sakit?"Rina menatap luka di dahi Aloni yang membentuk garis sayatan.
Aloni terdiam sejenak sebelum menjawab.
"Aku melakukannya karena kalian ingin bebas. Tidak masalah untuk merasa sakit"
Sebenarnya dia hanya tidak ingin mati dengan cara yang aneh. Mati di kursi dengan tubuh terikat itu tidak mungkin.
Tetapi Aloni tahu bahwa dia tidak bisa mengatakan hal itu di depan anak-anak.
Dia masih ingat kata-kata ayahnya yang sebelumnya mengatakan bahwa seorang anak itu tidak pernah bisa memahami apa itu kematian yang sebenarnya.
Aloni melirik Alena yang memegang tangannya dengan penuh tanda tanya.
Alena yang melihatnya tersenyum "kakak Aloni"
Aloni tersipu.
Anak ini.... Sangat baik.
Merasa malu Aloni berbisik pelan.
"Aku ingin berbaring sebentar"
"Baiklah"
Alena melepaskan tangan Aloni.
Berkat Aloni semua anak akhirnya bebas, mereka segera berlarian melihat-lihat seluruh isi ruangan itu. Mungkin satu-satunya yang menemani Aloni hanyalah Alena dan Cecilia.
Ya Cecilia terlalu ketakutan, sejak Aloni melepaskannya dia telah menganggapnya sebagai "andalan"
Aloni menyeret kursi menuju kasur sebelum akhirnya berhasil menaiki kasur, dia segera berbaring dan menutup matanya.
Namun sebelum dia bisa tertidur, dua orang anak segera berbaring di sisi nya.
"Apa yang kalian berdua lakukan?"
Alena memeluk tubuh Aloni yang lebih besar darinya.
"Aku ingin bersamamu"
Cecilia mengambil tangan Aloni dengan tatapan menyedihkan berkata "aku takut"
Aloni tidak tahu harus berbuat apa. Sejak ibunya meninggalkan nya, dia selalu dikurung di laboratorium ayahnya.
Ayahnya selalu meninggalkan nya sehingga dia harus tidur di laboratorium seorang diri.
Tidur dengan orang lain di kasur laboratorium merupakan hal yang tidak pernah dialaminya.
Dia ingin protes tetapi kepala Aloni sangat sakit dan pusing sehingga dia memutuskan untuk diam dan menutup matanya.
Ha....
Tuan kelinci berkata bahwa mereka harus membebaskan diri mereka sebelum bermain game.
Dan mereka telah melepaskan diri.
Lalu... Game seperti apa yang akan mereka mainkan?
Ketika Aloni tertidur, dia tidak menyadari bahwa sebuah asap memenuhi ruangan laboratorium itu.
Alvero yang sedang memperhatikan kaca laboratorium mengubah ekspresi nya ketika melihat sebuah asap keluar dari celah ventilasi udara.
"Gas beracun??" Katanya dengan terkejut.
Rina ketakutan dia segera mencari Aloni dan menemukannya tengah tertidur dengan Alena dan Cecilia.
Dia hendak membangunkan mereka namun sebelum dia bisa menjangkaunya asap itu telah memenuhi ruangan dan membuat seluruh orang di dalam tertidur.
Di luar ruangan laboratorium, melalui kaca dua arah tuan kelinci tersenyum lebar di balik topengnya.
"Dia sangat berani"
Tuan kelinci pink tertawa ceria.
"Aloni..."
Pria dengan jubah putih itu perlahan berjalan menuju pintu bertuliskan SSS+. Asap di dalam ruangan itu sudah lama hilang.
Langkah kakinya bergema di tengah suara pelan nafas yang tenang.
'Tak'
'Tak'
'Tak'
Dia melewati anak-anak lainnya, berjalan lurus menuju 3 orang anak yang tertidur bersama.
Kemudian tuan kelinci dengan lembut menyentuh pipi Aloni yang tertidur. Anehnya sentuhan dingin itu membuat bulu mata Aloni berkibar.
Perlahan-lahan mata permata biru itu terlihat. Gumaman samar terdengar "jangan tinggalkan Aloni...."
Tangan Tuan kelinci pink tanpa sadar membeku, dia segera terkekeh dan mencium tangan kecil itu.
"Tidak mungkin aku meninggalkan permata yang telah kutemukan"
Chapter 0.5 : experimental.
"Aloni, ayah kembali!!!" John dengan penuh senyuman memasuki laboratorium nya.
Wajah dewasanya yang tampan terlihat lembut ketika dia memasuki tempat dimana dia sering mencampurkan bahan kimia itu.
Mata merah Ruby nya menatap sekitarnya.
"Aloni?"
Memanggil putrinya dengan lembut, John berjalan di sekitar ruangan itu. Semakin lama dia tidak menemukan sosok kecil Aloni, semakin cemas perasaan nya menjadi-jadi.
"Aloni! Jawab ayah!"
John panik. Pria 30 tahun itu mencari-cari putrinya di laboratorium nya. Di bawah kasur, di balik lemari obat, di gudang, sampai ruang bawah tanah.
"Siapa.... " Orang mana yang berani-beraninya mencuri putrinya?!
John mengusap rambut merahnya dengan kasar, aura maskulinitas di sekitarnya menyeruak.
Mata merah itu menggelap.
Dengan tenang John mengeluarkan ponselnya.
"Valery"
Nama mantan istrinya keluar dari mulutnya. Istri yang pernah dicintainya dan istri yang pada akhirnya meninggalkan dirinya dan Aloni.
"Apa urusan mu John?" Suara wanita itu masih terdengar sama.
John mengepalkan tangannya mengingat Aloni yang hilang, dia menggertak kan giginya.
"Aloni hilang"
"... "
Untuk sementara terjadi keheningan diantara mereka sebelum Valery di ujung ponsel lainnya berteriak kaget.
"Aloni hilang!? John, jelaskan!"
John menatap laboratorium rapi di sekitar nya. Jelas Aloni membersihkan lab nya seperti biasanya. Tidak ada tanda-tanda pertarungan, darah ataupun pencurian.
Bahkan "obatnya" Masih ada.
"Dilihat dari kondisinya. Tidak ada yang mengetahui alamat laboratorium ku kecuali kau, aku, Aloni, James, dan saudarimu, Alicia"
"2 diantara mereka adalah pelakunya"
"Aku akan memeriksa James"
Valery menutup ponsel nya dengan ekspresi kosong.
"Sayang ada apa?"suami barunya, crofton menatapnya khawatir. Terutama setelah mengetahui bagaimana kondisi pernikahan Valery sebelum nya, dia takut Valery mengalami gangguan dari mantan suaminya.
Valery mengusap matanya yang hampir menangis, meskipun dia di kenal dingin dan terasing nyatanya segala hal yang berkaitan dengan putrinya dapat membuat nya gila.
"Crof putri ku, Aloni hilang"
Crofton terkejut "hilang?"
Valery mengambil jaketnya dan kunci mobilnya "aku akan mencarinya sebentar"
"Aku akan kembali besok"
Dengan cepat Valery mengendarai mobilnya menuju kota sebelah, dimana adik perempuan nya tinggal.
Tetapi apa yang didapatkan nya hanyalah tanda tanya. Tidak ada Aloni disana namun kabar anak hilang juga muncul di kota itu.
"Aloni hilang?!" Alicia tekejut. Memenangi poster di tangannya, keadaan Alicia dan dirinya ternyata serupa.
"Kakak, Alena juga hilang"
Valery merasa jantung nya berdebar-debar melihat poster keponakannya yang lebih muda 2 tahun dari putrinya.
Aloni mungkinkah diculik?
Siapa yang berani-beraninya menculik putrinya!
Ketika Valery berkendara ke apartemen lamanya, hari sudah gelap. Jam menunjukkan pukul 11.50 malam. Tetapi Valery tidak lelah. Dia merindukan putrinya dan sangat mengkhawatirkan nya.
Valery menghidupkan televisi dengan suasana hati yang suram.
'Trriiiinnggg'
Ponselnya berdering, takut ketinggalan informasi anak perempuannya, Valery segera mengangkatnya.
Suara mantan suaminya terdengar.
[James mengaku telah menjual Aloni]
"Di mana Aloni sekarang!!!!"
[Valery... Aloni di beli oleh pria bertopeng kelinci hitam. Posisi pembeliannya berada di depan makam terlarang]
Valery menggertakkan gigi nya"sialan kau John!"
[Aku juga merasa marah kau tahu! Aloni tidak bisa berpisah dariku. Aku sudah mengembangkan obat ku pada Aloni dan jika dia tidak disuntik kan penawarnya selama 2x24 jam dia akan membunuh seseorang!]
"Kau gila John!"
Valery melemparkan ponselnya dengan marah hingga ponselnya retak. Sialan. Putrinya... Dimana putrinya... Jika benar dia disuntik kan obat berbahaya itu.
Bagaimana kehidupan putrinya akan berlangsung!
12.00
'Zzzrrrttt!!!!'
Suara statis pada televisi membuat Valery mengernyit kan keningnya, dia menatap televisi yang menunjukkan gambar aneh.
Itu adalah dua kelinci.
Kelinci putih dan hitam.
Kelinci putih tersebut diserang oleh kelinci hitam, seluruh tubuhnya diselimuti darah. Kelinci putih yang terluka membenci merah sehingga dia berusaha untuk mencuci bulunya.
Namun warna nya berubah menjadi pink.
Kelinci putih pun menjadi marah. Dia akhirnya membunuh kelinci hitam.
Valery terkejut "acara apa ini?"
Kemudian... Segmen selanjutnya mengejutkan Valery.
8 orang anak kecil terikat dengan mata mereka ditutup. Valery tentunya menyadari bahwa salah-satu diantara anak tersebut adalah putri nya.
"Aloni!"
Valery segera menelpon polisi. Namun apa yang didapatkan nya sungguh kabar yang mengejutkan.
[Kami sudah melacak sinyalnya, dikatakan bahwa sinyalnya berasal dari kutub utara]
Mustahil.
Valery menonton acara itu dengan penuh tangisan.
"Aloni!!!!" Teriakan nya bergema ketika Valery menyaksikan putrinya membenturkan kepala nya berulang kali pada kaki meja.
Tetapi putri nya sama sekali tidak menangis sedikitpun.
"Maafkan ibu Aloni... Maafkan ibu"
Valery mengusap layar televisi di depannya, berharap dia bisa membersihkan wajah penuh darah anaknya.
Valery menyaksikan Putri nya diandalkan oleh seluruh anak dan tertidur dengan lukanya yang kering.
Akhirnya acara malam itu hilang ketika jam menunjukkan pukul 1.
Disisi lain....
John menyaksikan televisi dengan tatapan menyakitkan.
"Aloni... Jika saja ayah menyempurnakan obatnya... Kau tidak akan merasakan sakit lagi"
John menyesal tidak segera mengembangkan serum Xf30, dengan serum itu putrinya pastinya dapat bertarung, dan memukuli orang tanpa merasakan rasa sakit.
John kemudian berbalik, dia tersenyum pada James yang memiliki rupa 80 poin mirip dengannya.
Sosok kembarannya itu terikat dengan ekspresi tenang di wajahnya.
"James.... Kau tahu seberapa penting nya putriku bukan?"
James tersenyum serupa"dia adalah separuh jiwa mu selain dari eksperimen mu"
'Bug'
Pukulan tajam menghantam wajah tampan James. Mata John menggelap dengan sentuhan pembunuhan yang kejam.
Dia meraih kerah saudara kembarnya dan berkata penuh penekan.
"Lalu kenapa kau melakukannya?!"
James terlihat tenang, mata Ruby nya berkilauan dengan kegembiraan.
"Tentu saja karena dia adalah keponakan ku"
Sekali lagi John tidak tahan untuk tidak tahan untuk tidak memukuli saudaranya hingga pria itu pingsan.
Mengurung saudara kembarnya di dalam ruang bawah tanah, John membersihkan tangannya yang berlumuran darah.
Dia kemudian kembali ke dalam laboratorium nya.
"Sialan!"
"Aloni ayah mohon.... Bertahanlah!"
Dia tidak boleh mati....
"Kau tidak boleh meninggalkan ayah... "
Pria itu menyentuh kasur lab, pandangannya seolah mengenang sosok kecil yang meringkuk sendirian di atas kasur.
"Maafkan ayah Aloni.... "
"Ayah berjanji akan menemukan mu"
Disisi lain.
Pria dengan topeng kelinci putih menonton kamera pengawasan dengan penuh perhatian. Dia tidak bisa menahan diri untuk menghela nafas.
"Gadis bernama Aloni itu sungguh gila. Diantara 5 ruangan dia adalah yang paling cepat membebaskan diri dengan cara yang paling menyakitkan"
Sosok siluet yang berbaring di sofa membentuk tubuh wanita, suara lembut sosok itu terdengar acuh.
"Gadis kecil itu gila, 007"
Sosok wanita itu mengusap topeng kelinci putihnya dengan perasaan bermasalah.
Dia berpikir dengan rumit perlukah dia mengatakannya, ingatan gelap itu selalu membuat nya takut pada gadis bernama Aloni itu.
Seolah-olah gambaran yang mengerikan itu akan terulang menghantuinya kembali.
"008 katakanlah"
Suara asing yang familiar membuat 007 dan 008 berbalik. Sosok bertopeng kelinci pink itu muncul secara tiba-tiba di belakang 008.
007 terkejut "kenapa kau ada disini?"
kenapa orang ini bisa muncul begitu cepat? Bukankah sebelumnya dia masih bersama Aloni?
Tuan kelinci yang memiliki kode 113 itu tertawa. Dengan santai dia duduk di sebelah 008"kenapa? Aku tidak boleh berada di sini?"
"Dan 008 ceritakanlah. Aku ingin mengetahui apa kau sembunyikan"
Dengan suasana lampu remang-remang, aura menyeramkan di sekitar tubuh pria itu membuat senyuman pada topeng kelinci itu semakin mengerikan
008 tersentak. Dia mengusap kedua tangannya seolah-olah sedang menenangkan dirinya.
Dia perlahan membuka suaranya.
"Saat itu.... "