"Kau boleh menemuiku, Lorne. Tapi aku ingin mendengar permintaan darimu untuk menjadikanku sebagai pasanganmu."
Dua keputusan final yang diberikan Candara selalu terulang setiap kali Lorne membuka matanya. Satu bulan semenjak pertengkarannya dengan Rachel, baru kali ini dirinya memutuskan untuk menggenapi kata-kata Candara.
"Jadi Lorne, setelah semua ini aku masih bisa memilikimu, 'kan?"
Lorne melempar tatapan aneh pada Candara. Ia tahu tujuannya untuk datang. Ia tidak untuk berbasa-basi, namun untuk melakukan apa yang sudah seharusnya ia lakukan sejak dulu. Membiarkan jiwa dan raganya dimiliki oleh Candara secara utuh. Namun detik ini, entah mengapa, hatinya terus mengulang perkataan Rachel. Rasa sakit itu, 'tak hanya Rachel tetapi Lorne juga bisa merasakannya. Pahit ketika hanya Candara yang Lorne pikirkan ketika dirinya dan Rachel bertengkar hebat.
Lorne mundur selangkah, mendapati benaknya melampaui batasan waras. Lorne mengatur napas, berusaha melupakan Rachel dan gagal. Wanita itu menguasai hatinya sekarang. Kemarin Candara, sekarang Rachel. Entah sampai kapan kehadirannya menjadi luka bagi keduanya?
"Lorne?" Lamunan Lorne buyar tepat ketika Candara menyentuh pergelangan tangannya. "Katakan kalau kesempatan untuk kita saling memiliki masih ada."
Lorne menarik Candara untuk jatuh pada pelukannya. Jatuh sejatuh-jatuhnya. Candara bisa merasakan detak jantung Lorne. Ini kali pertama baginya, dan ia bahagia. Tangan Lorne mendekap Candara dengan kuat, berusaha meyakinkan diri sendiri tentang perasaannya. Lorne berharap dengan sungguh, ketika ia memeluk Candara ada setumpuk perasaan yang hidup kembali. Kembali meronta untuk mengambil wanita itu sebagai kekasih hidupnya. Dengan pejaman mata dan harapan yang besar, Lorne tetap saja tidak bisa menemukan nama Candara tercoreh manis disana. Nama Candara ditulis dengan noda darah, begitu berantakan dan menggelisahkan hati. Ini tidak biasa.
"Entahlah, Candara. Entahlah. Aku tidak menyukai kemungkinan aku akan mengatakan 'tidak' padamu," bisik Lorne berharap Candara bisa menemukan makna yang ia maksudkan.
Candara menarik tubuhnya menjauh dari Lorne. Ia sendiri tidak bisa menemukan maksud Lorne. Berpadu dengan hangat dan penuh maksud yang hanya bisa dijelaskan oleh Lorne sendiri. Candara memukul dada Lorne keras-keras. Meluapkan emosi, berusaha mencari pembelaan bahwa ialah yang sedang tersakiti. Candara tidak terima Lorne kebingungan sendiri ditengah jawaban yang seharusnya mengiyakan kesempatan bagi mereka untuk bersama. Ia tidak sadar. Seorang Candara Leirvy tidak sadar jika sekali lagi dirinya meluapkan patah hatinya dengan tangisan, dihadapan orang yang sama sekali tidak pantas mendapatkan hatinya. Walau ia pernah berjanji untuk tidak menangis dihadapan Lorne, ia tetap melakukannya dengan baik. Perlahan Candara mengatur napasnya, mengusap pipi basahnya lalu kembali memeluk Lorne. Lelaki itu tidak membalasnya. Hatinya memang terpukul; untuk yang terakhir Candara berusaha kuat.
"Izinkan aku memilikimu sekali saja. Selepasnya, terserah pada siapa hatimu kau serahkan," bisik Candara. Ia pasrah, ia menyerah. Candara hanya perlu memohon, lalu menerima hasilnya.
"Aku mencintaimu, Candara. Tapi Rachel memiliki bagian yang lebih besar," ucap Lorne sembari menghindarkan dirinya dari pelukan Candara.
"'Tak apa, Lorne. Kita bisa memperbaikinya."
"Ya, kita bisa. Tapi entah sampai kapan kau kuat menahan resiko ini. Dan entah sampai kapan Rachel kuat untuk bertahan."
Lorne memalingkan tubuhnya. Hanya punggung Lorne yang bisa Candara nikmati. Hatinya serasa remuk. Lorne tidak bisa tidak memikirkan Rachel. Lelaki itu baru saja mengakui seberapa besar cintanya untuk Rachel dihadapan mukanya. Membuka luka lain yang selama ini ia kira bisa ia abaikan.
"Kau ingin diriku namun 'tak ingin melepaskan Rachel? Kau egois sekali, Lorne!"
"Bukan hanya cinta yang bisa Rachel berikan. Ia memberiku segala yang kubutuhkan. Memulai denganmu, kau hanyalah sebatas apa yang kuinginkan. Dengar, Candara," Lorne mulai mengurangi jaraknya dengan Candara. Membiarkan wanita itu menatap matanya sehingga Candara bisa menilai apakah ia sedang mencoba berbohong atau tidak. "aku kemari untuk menggenapi perkataanmu. Aku ingin memintamu menjadi kekasihku tapi, aku tidak bisa menemukan gejolak yang sama seperti terakhir kali sebelum kau meninggalkanku."
"Jangan salahkan aku, Lorne!"
Candara memukul Lorne dengan keras. Memar yang mungkin ia sebabkan tidak akan separah kehancuran di dalam dadanya.
"Kau yang tidak menahanku! Jika kala itu kau memintaku untuk tinggal dan menemanimu disini selamanya, aku tidak akan pergi ke Jepang! Aku tidak akan meninggalkanmu! Kau paham?!" bentak Candara.
Lorne memegang dagu Candara dan membawanya pada situasi yang selalu berhasil Lorne ciptakan. Menaklukkan kekakuan Candara. "Kau sudah menghancurkan hatiku dengan mengatakan hanya sebatas sahabat diantara kita dan hendak pergi dalam beberapa jam. Mungkin aku menyesal tidak menahanmu. Tapi setidaknya aku juga menghancurkan hatimu. Mamamu mengatakan betapa kau menyesal memutuskan untuk pergi. Kau menangis sebulan penuh demi menahan gejolak yang memaksamu tinggal di London. Dan aku senang jika alasannya adalah diriku. Candara, ketahuilah. Saat itu aku sama hancurnya denganmu."
Lagi, Candara dibawa dalam pelukan Lorne. Isak tangis yang Candara derita, kini tertopang oleh Lorne. Candara tidak keberatan. Setidaknya sekarang ia mengerti bahwa Lorne yang sempat ia kagumi hingga kini masih sama. Menjadi orang terspesial dalam hari-harinya.
"Beri aku satu kesempatan. Aku akan memulihkan hatimu yang terkikis karena kebodohanku," bisik Candara. "Kau dan aku, kita akan melukis cinta di lembar yang baru."
"Tanpa Shane," sambung Lorne.
"Bukan, Lorne. Tanpa Rachel."
**
Dear, Shane Weinston.
Kau berhasil.
Kau berhasil mengembalikan Lorne di dalam kehidupanku.
Awalnya kupikir semua akan berujung sia-sia.
Sekarang ia milikku, Rachel milikmu.
Kau sudah berjanji untuk menjaga Rachel dan tidak akan melukai hatinya.
Lakukan, Shane.
Jangan biarkan Rachel merebut apa yang sudah sepantasnya menjadi milikku.
~Candara Leirvy
Shane melambungkan senyumnya sesaat setelah membaca email singkat dari Candara. Candara memang egois. Tapi Shane tahu dirinya lebih egois. Setidaknya permainan kotornya berhasil, dan wanita yang awalnya ia anggap sebagai umpan kini memiliki dirinya sebagai ucapan terima kasih. Well, Candara memang seperti yang Shane harapkan.
Lorne membuka pintu ruang kerja mereka. Shane membentangkan kedua tangannya untuk menyambut kehadiran Lorne. Hubungan mereka 'tak pernah baik semenjak hilangnya Rachel dari London. Namun mereka yakin, setelah semua yang berlalu dan status hubungan mereka masing-masing, pasti kedua kakak-beradik ini akan memulai hubungan yang lebih sehat.
"Selamat, Shane. Kau berhasil merebut Rachel dariku. 'Tak usah berbasa-basi seolah aku telah memaafkanmu," kata Lorne setelah mendudukkan penatnya.
"Wow, Lorne. Kukira kau senang atas hubunganmu dengan Candara."
"Jika yang kau maksudkan dengan kehilangan Rachel, maka harus kuakui kau salah menilaiku. Aku tidak seburuk itu hingga mudah melepaskan yang satu dan menginginkan yang lain."
Shane membawa suasana kali ini menjadi lebih santai sebab dirinya memilih untuk merangkul kakak kesayangannya itu. "Kau sendiri yang membiarkan Candara menghujani pikiranmu, Brotha."
"Ya, mungkin aku harus kembali berterima kasih kepadamu, atas segala skenario yang menjebakku pada kondisi bersama dengan Candara selama 2 hari."
"2 hari dan kau mengubah hatimu? Hanya 2 hari, Lorne?" tanya Shane 'tak habis pikir. Ia sama sekali 'tak menyangka kakaknya begitu rapuh dalam permasalahan hati. "2 hari untuk meninggalkan Rachel? Kalau begitu seharusnya itu yang kulakukan semenjak 5 tahun yang lalu," goda Shane.
"Sembarangan! Aku membutuhkan 2 bulan untuk memikirkan semua perasaanku terhadap Candara. Dan aku membutuhkan seribu kekuatan untuk mematahkan hati Rachel. Aku sudah berdosa terhadapnya, Shane. Kau harus berjanji padaku untuk tidak melukainya. Sekali kau melakukannya, aku akan merebutnya kembali," tegas Lorne.
"Dan Candara?"
"Entahlah."
Shane mengamati setiap jawaban Lorne. Jawaban bimbang dan ragu. Kemungkinan kehilangan Rachel sangat besar jika sikap Lorne terus begini. "Candara itu jahat. Dia bukan gadis baik-baik. Maaf aku menjebakmu dengan gadis seperti itu."
"Candara, aku mengenalnya lebih baik dari siapapun, Shane."
"Semua berubah. Candara yang kau kenal pada masa lalumu, kurasa bukan Candara yang sekarang. Candara sudah berubah menjadi seorang wanita. Wanita yang kuat dan mampu menyerahkan hati pada pilihannya. Dan kau, Lorne. Kau belum melihat apa yang asli daripadanya. Jika kau merebut Rachel dariku, apapun bisa terjadi pada Rachel berkat Candara."
"Shane..."
"Aku tidak berniat mengancam. Aku memperingatkanmu. Kau tidak akan menyentuh Rachel lagi. Aku yang bertanggung jawab padanya. Candara yang menjadi tanggung jawabmu saat ini."
"Rachel tetap adikku."
"Dan tidak ada yang merubah kenyataan bahwa dia milikku sekarang."
"Biarlah tetap begitu, hingga akhir dari semua ini digariskan. Kau tidak bisa menentukan. Jangan terlalu yakin jika akhir dari hatinya adalah milikmu."
Shane berdiri dengan cepat. Suasana hatinya memanas. Lorne keterlaluan mengatakan itu semua ditengah kondisi yang jelas-jelas Shane yang menang dalam pertarungan ini. Shane kembali pada kursinya dan berniat membalas email Candara.
Jangan khawatir.
Rachel tidak akan mengingat Lorne sebagai orang yang masih penting dalam hatinya.
Sebagai gantinya, kau berhutang janji untuk menjaga Lorne agar tidak bertemu dengan Rachel selama sisa hidupnya.
Berjanjilah kau akan mempersulit hidupnya dan membuatnya terjebak denganmu.
~Shane Weinston
Sepersekian detik, Shane melihat balasan Candara tersemat pada pesan masuknya.
Kau meragukanku?
Kurasa kemampuanku lebih dari yang kau ketahui.
Aku akan menjeratnya setengah mati.
Aku janji.
~Candara Leirvy
"Kupastikan Lorne, akhir dari cerita ini akan bahagia," kata Shane sambil mengulum senyum terbaiknya. "Dan karena dirimu sudah disini, kurasa aku bisa melemparkan semua tugas padamu. Ada sedikit janji yang kubuat."
"Pergilah," sahut Lorne tenang. "Aku 'tak mau Rachel menunggu terlalu lama."
"Aku 'tak..."
"Percuma mengelak. Aku melihatnya di ruangan Nadine."
Shane berdecak selagi mengambil siaga untuk berdiri. "Baiklah, akan kusampaikan salammu padanya."
"Shane, sampaikan saja permintaan maafku."