Chereads / Yang Ke Sebelas / Chapter 3 - 3.Elemen

Chapter 3 - 3.Elemen

*trang !

Sebuah hantaman keras muncul dari kedua besi yang sudah dialiri mana sebelumnya.

Kedua besi abadi itu saling membenturkan diri mereka untuk melihat siapa yang lebih kuat diantara mereka.

"Pffth, apa hanya itu kau yang kau punya ?"

Seorang laki-laki bertubuh besar mendorong lempengan tebal besi kedepan, dan membuat lawannya termundur cukup jauh.

"Jangan terlalu sombong dulu. Aku yakin, dalam waktu dekat, kau akan mengakui kemampuanku''

Pria itu mengencangkan kuda-kudanya, dan mengepalkan tinjunya yang dibalut oleh gauntlet.

Kedua pria besar itu saling tersenyum dan hendak melanjutkan pertarungannya tadi.

Kedua pria itu adalah Gian dan Satou.

Sementara itu...

"Disana kelihatannya terlihat lebih seru. Ya..., kalau dibandingkan yang di sini sih"

Touya melihat rendah seseorang yang ada di depannya, sambil memutar tongkatnya beberapa kali di sampingnya.

"Hah, hah."

Nafas berat yang tak beraturan dikeluarkan oleh seorang wanita yang terlihat sedang kesal.

"jangan lari kau monyet, ayo kita akhiri ini sekarang juga"

"Hoamp, aku sudah tidak tertarik dengan skill sampah mu itu. Jadi, kau sudah boleh pergi sana"

Touya berjalan lurus sambil membentangkan tongkat di pundaknya.

Touya berjalan melewati Rose, tanpa mempedulikannya sama sekali.

Saat ini, mereka berempat sedang melakukan latihan rutin mereka, sesudah mereka menjadi pahlawan tentunya.

Sementara itu, Ardi sedang bertemu dengan Ernald di ruangan perpustakaan.

"Jadi, apa yang kau rasakan saat ini ?"

Ardi yang melihat sekujur tubuhnya sebelum akhirnya berbicara.

"Tubuhku terasa lebih ringan dari biasanya"

"Hmm, begitu ya. Sepertinya kau juga mendapatkan peningkatan kekuatan. Selain itu, apa ada lagi ?"

"Aku juga tidak tau pasti Ernald-sama . Tapi yang paling membuatku penasaran, sudah berapa lama aku pingsan Ernald-sama ?"

Walaupun tubuhnya terasa ringan, tapi Ardi merasa kalau persendiannya sedikit kaku sejak bangun tidur.

"Kalau aku boleh jujur, sebenarnya kau sudah pingsan selama satu minggu Ardi"

Ardi terlihat terkejut dengan ucapan Ernald, dia sekilas tidak percaya dengan ucapan orang yang sedang duduk bersebrangan dengannya itu.

Tapi, dengan rasa kaku di persendiannya ini bisa menjadi bukti yang nyata untuk ucapan Ernald.

'aku pingsan, atau hibernasi sih ? Sampai satu minggu tertidur' ucap Ardi di kepalanya.

"Ernald-sama, apa yang terjadi padaku saat di ruangan itu ?"

Ernald terlihat bingung, itu dapat dilihat saat dia memainkan janggut putihnya, sambil memikirkan sesuatu.

"Hmm, bagaimana bilangnya ya. Tapi, pas saat itu. Kami semua melihat kau diserang oleh kekuatan kalung itu"

"Di serang ? Bisa kah kau menjelaskan semuanya secara rinci"

Ernald terlihat menghembuskan nafas panjang dan beratnya.

Ernald pun mulai menggambarkan apa yang terjadi pada sat di ruangan itu.

Jadi, saat kalung itu retak. Segumpal besar asap hitam keluar dari kalung, dan menghantam tubuh Ardi.

Kemudian, segumpal asap hijau juga keluar dari kalung itu. Dan menjalar ke belakang tubuh Ardi, dan menusuk jantung Ardi dari belakang hingga terkeluar secara paksa.

Jantung yang terangkat paksa itu, mulai di lahap oleh asap hitam dan membuat lingkaran sihir untuk membalut jantungnya.

Tidak hanya asap hitam, asap hijau juga membalut jantung Ardi, dan membuat sefel sihir diatas segel sihir hitam sebelumnya.

Tidak lama kemudian, jantung Ardi pun mulai turun secara perlahan hingga mendekat ke dadanya. Seakan belum berakhir, kemudian jantung Ardi pun mendapat hantaman keras dari asap biru yang baru saja keluar dari salah satu mata kalung tersebut, dan langsung membenam paksakan jantung Ardi untuk kembali ke tempat asalnya.

Pemandangan itu terlihat sangat mengerikan. Akibat dari kejadian itu, Ardi pun banyak sekali kehilangan darah di ruangan suci itu.

Setelah jatuh pingsan, tubuh Ardy pun di periksa sama sekelompok tabib yang sengaja dipanggil untuk datang ke sana.

Setelah di rawat cukup lama, Ardi pun dinyatakan kalau dia masih dapat bertahan hidup.

Tapi, kabar gembira itu juga beriringan dengan sebuah kabar buruk. Yaitu, Ardi dinyatakan menerima kutukan yang tidak diketahui tingkatannya.

Setelah mendengar itu, jantung Ardi pun seakan memberontak dengan kuat.

Merasakan gebrakan yang menyakitkan di dadanya, Ardi pun dengan reflek memegang dada kirinya sambil meletakkan kepalanya diatas meja dengan keras.

Ernald yang melihat itu pun tidak bereaksi sama sekali, malahan dia hanya melihat dari kejauhan.

***

"Sejauh mana perkembangan mu Cyli ?"

Tanya Sonia sambil mengelap keringatnya dengan handuk putih.

Cyli yang baru saja turun dari ketinggian tersenyum dengan manis walaupun keringat segar masih mengalir dari seluruh tubuhnya.

"Lumayan. Bagaimana dengan mu ?"

Sonia melempar kan handung bersih ke Cyli, dan berbicara dengan nada sedikit ngeluh.

"Tidak banyak. Aku masih kebingungan cara menggunakan ini"

Ucap Sonia sambil melihat ke sepatu olahraga yang ia kenakan.

"Bahkan di novel dan anime yang aku lihat, tidak satupun yang menjelaskan cara menggunakan senjata seperti ini. Jadi ini benar-benar sesuatu yang baru untukku"

"Hmm.." ucap Cyli sambil menyentuh pipinya dengan jari telunjuk "memangnya genre novel apa yang kau baca Sonia?"

"Aku suka membaca novel yang bergenre vampire"

"Benar juga, genre yang seperti itu biasanya menggunakan pedang ataupun senja api bukan ?"

"Kau benar sekali, bahkan di genre lain pun, jarang sekali membahas sepatu sebagai senjata utama mereka"

"Kau benar juga"

Mereka pun melanjutkan pembicaraan yang mengalir itu.

Sedangkan Zen yang berada di pohon tepi lapangan latihan, hanya duduk santai diatas pohon sambil menikmati buah apel yang segar.

"Aku sangat prihatin terhadap Sonia, karena dia mendapat sesuatu yang tidak berguna sama sekali saat di peperangan nanti"

Kemudian Zen melihat anak panahnya yang sudah dia rubah menjadi tato di punggung tangan kirinya.

Nama skill ini adalah [Instan Tatto]. Skill ini dapat merubah sesuatu benda menjadi tato dan dapat di letakkan dimana saja sesuai kehendak orang nya.

Maksimal normalnya, orang dapat mengubah tiga buah benda untuk menjadi tatto dan diletakkan di tubuhnya. Tentu saja jika orang itu memiliki level yang cukup.

Ini merupakan skill rahasia yang dia temui dan pelajari saat memiliki waktu senggang.

Skill rahasia, adalah skill yang keberadaannya hanya diketahui oleh beberapa orang saja. Dan dia mendapatkan skill ini, saat dia mencari informasi tentang dunia yang dia tinggali sekarang di perpustakaan gereja besar. 

Setelah mendapatkan skill rahasia itu, dia dengan sengaja mengambilnya dari perpustakaan untuk di sembunyikannya.

Sepertinya dia tidak ingin orang lain mengetahui skill yang sangat bermanfaat ini.

Jika dibandingkan dengan yang lainnya, maka Zen adalah orang yang paling cepat berkembang dibandingkan semua pahlawan yang terpilih.

Terlebih lagi, dia mendapatkan beberapa skill yang unik dari kepustakaan.

Saat menikmati masa damainya, Zen tersentak saat melihat Ardi yang berjalan di bangunan di dekat pohon yang di dudukinya saat ini.

Sebenarnya, gedung-gedung uni membentuk huruf 'U' dengan lapangan latihan yang sangat besar di tengahnya.

Di setiap gedung memiliki 7 lantai yang menjulang tinggi, dan memiliki banyak sekali ruangan di dalamnya. Ketiga gedung ini juga dilapisi oleh kekuatan pelindung level tinggi untuk menjaganya dari serangan kejutan dari luar.

Ketika Zen ingin menghampiri Ardi, diapun melihat Touya yang lebih dulu menghadap Ardi.

"Hei, kau"

Ardi yang terlihat sedang tidak mau diajak mengobrol pun hanya diam melihat Touya yang menggunakan ekspresi wajah nakalnya.

Touya sekilas terlihat seperti berandalan yang senang memalak orang lain.

"Ada apa dengan wajahmu ? Sepertinya kau terlihat sedih"

"Aku mohon, jangan ganggu aku"

Mendengar hal yang tidak ingin dia dengar pun membuat Touya cukup kesal.

"Apakah sudahu mulai sombong dengan kekuatan selemah itu ?"

Touya mendekatkan wajahnya ke Ardi, dan memperlihatkan giginya yang runcing.

"Maafkan aku, tapi aku benar-benar tidak ingin membuat masalah denganmu"

Touya yang terlihat kesal pun menarik kembali wajahnya, dan menghentak kecil tongkatnya ke lantai di sana. Hentakan kecil itu membuat lantai itu menjadi sedikit retak.

Ardi melirik hentakkan itu, dan menerjemahkan apa maksud dari Touya.

"Hei, akan aku kasi tau kau sebuah rahasia kecil..." Touya melepaskan tongkatnya, dan membiarkan tongkatnya berdiri dengan sendirinya

"...sebenarnya, kau sudah mendapatkan julukan yang diberikan oleh orang-orang di sini. Apa kau mau tau ?"

Ardi hanya diam dan mencoba menahan emosinya.

"Kau mendapatkan julukan sebagai, 'pahlawan gagal'. Huahaha... Keren bukan, kau sudah mendapatkan julukan sebelum kami semua mendapatkannya. Kau benar-benar beruntung, kau tau"

Touya tertawa terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk pundak Ardi dengan kuat.

"Jika menurutmu itu keren, maka ambillah. Aku tidak membutuhkannya"

Mendengar ucapan arogan dari Ardi, tawa Touya pun berhenti dengan sekejap, dan berubah menjadi wajah amarah.

"Kau benar-benar membuatku muak"

Touya menggapai tongkatnya, dan melompat kecil sambil memukul kepala Ardi dengan tongkat besinya yang terlihat lentur itu dengan kuat.

Sebelum mengenai kepala Ardi, tongkat itu lebih dulu terhenti gara-gara sesuatu yang sangat keras.

Karena memukulnya terlalu kuat, Touya pun termundur cukup jauh.

"Apa itu ?!"

Touya yang terlihat kesal melirik Ardi dengan mata amarahnya.

Berbanding terbalik dengan Touya, Ardi malah terlihat seperti keadaan sebelum, dan dia juga tidak menggerakkan tubuhnya sedikit pun.

"Terimakasih"

{Bukan masalah, tuanku}

Tulisan muncul di permukaan keristal dengan cepat.

"Ho~h, mainan itu rupanya. Sepertinya ini adalah hari terburuk mu. Karena itu akan aku rusak hari ini juga"

"..."

'sepertinya aku tidak perlu menjelaskan kemampuan keristal ku, karena dia adalah tipe orang yang akan bertindak sesuai instingnya, bukan otaknya'

Pikir Ardi dalam diamnya.

"Hiyaa..!"

Touya memperkecil jarak antara mereka, dan menusuk-nusuk Ardi dengan ujung tongkatnya. Tapi, semua serangan itu di blokir dengan tepat oleh keristal putih yang melayang itu. Keristal itu melapisi dirinya dengan shield tipis di permukaannya.

Serangan bertubi-tubi yang di keluarkan Touya terus saja di blokir dengan mudah. Dan itu semakin membuat Touya merasa kesal.

Touya pun menarik tongkatnya, dan mengumpulkan mana diujung tongkat. 

Tusukan penuh tenaga pun dikeluarkan Touya untuk menyerang perut Ardi. Sebuah hembusan angin pun tercipta dan mengayun-ayunkan rambut Ardi.

Namun, sekali lagi, serangannya di blokir dengan mudah oleh keristal milik Ardi tersebut.

"Aku tidak mendengar suara retakan dari mainanku"

Mendengar itu, emosi Touya semakin menjadi-jadi. Dan dia kembali membuat jarak, dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.

Namun kali ini sedikit berbeda, bukan cahaya biru yang berkumpul di depan tongkat Ardi, tapi juga sebuah bola api yang besarnya hampir seperti kepala manusia di depannya.

"...?!"

"Makan ini, [Fire Ball !]"

Touya menyodok bola itu dengan kekuatan penuhnya.

Ardi sekilas terlihat takjub dengan apa yang ada di depan matanya.

Tanpa di berikan aba-aba, keristal itu sedikit memiringkan tubuhnya, dan memantulkan bola api yang panas itu ke tengah lapangan.

Saat Ardi melihat ke arah pantulan bola api itu, dia sangat terkejut. Karena bola itu tepat mengarah ke Sonia dan Cyli yang sedang asik berbincang.

Dengan panik Ardi berteriak "awas !"

Namun karena jarang yang cukup jauh, mereka berdua pun tidak mendengarkan peringatan dari Ardi.

"Keristal !"

Sesuai arahan Ardi, keristal itu terbang menuju Sonia dan melindunginya, tepat sebelum bola api itu menyentuh wajah Sonia yang sedang tersenyum.

Melihat kesempatan emas, Touya pun melompat mendekat sambil mengambil ancang-ancang untuk memukul Ardi secara horizontal.

Ardi yang terlalu fokus kepada Sonia benar-benar kehilangan konsentrasinya terhadap pertarungannya sendiri.

Bulu kuduk Ardi seketika berdiri, dan itu menandakan kalau suatu yang berbahaya akan terjadi pada dirinya.

Dan benar saja.

*Bhuk...

Hantaman tongkat dengan keras mendarat di lipatan tangan kanan Ardi yang bergerak karena reflek, dan membuatnya terbentur ke dinding batu dengan sangat keras.

"Ughuakh...." Darah segar melompat keluar dari mulut Ardi cukup banyak.

Setelah menarik tongkatnya, Touya terlihat senang saat melihat Ardi terjatuh lemas di depan matanya.

*Thut...

Lengan kanan Ardi berdenyut dengan keras.

"Hei, apa yang kau lakukan di sana"

Cyli menghampiri Touya dan Ardi dengan berjalan cepat.

Sedangkan Sonia, dia masih saja terdiam setelah apa yang hampir terjadi di depan matanya.

"Cih"

Touya yang malas berurusan dengan Cyli pun berjalan meninggalkan Ardi yang tergeletak sudah terduduk lemas di lantai.

Sebelum Cyli sampai, keristal Ardi lebih dulu menghampiri Ardi dengan tulisan besar {maafkan aku tuan} di permukaan cembungnya.

Sesampainya dia di dekat Ardi, kerital itu langsung menjatuhkan debu hijau diatas Ardi cukup banyak.

Selesai melakukan itu, keristal itu pun langsung mendekatkan dirinya ke wajah Ardi yang masih terlihat sedang meringis kesakitan.

"Ah...hah, hah. Sepertinya kau memiliki kemampuan untuk penyembuhan ya..."

Secara fisik, tubuh Ardi kembali seperti semula, namun rasa sakitnya masih saja bersarang di dalam lengannya.

Setelah membaca tulisan yang ada di permukaan keristal, Ardi pun berusaha menggapai keristal tersebut, dan langsung meletakkannya di pangkuannya.

Saat melihat kondisi Sonia baik-baik saja, Ardi pun kemudian mengusap-usap keristal sambil mengucapkan.

"Kerja bagus"

"Apa kau tidak apa-apa ?"

Tanya Cyli sesampainya di sana sambil membungkukkan badannya, dan menjatuhkan beberapa helai rambut panjangnya.

Dengan dibantu oleh cahaya senja, Cyli pun terlihat seperti sosok penyelamat yang sesungguhnya.

Namun, Ardi hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Sepertinya aku harus kembali ke kamar ku"

"?.."

Entah kenapa, Ardi merasakan hal yang tidak nyaman jika berada di dekat Cyli, bahkan dari awal dia terpanggil ke dunia ini.

Ardi kemudian berdiri dan melangkahkan kakinya meninggalkan Cyli tanpa mengucapkan apapun lagi.

'kenapa ? Kenapa tidak berpengaruh kepadanya ?'

***

Saat ini, Ardi mengikuti makan malam bersama kesepuluh pahlawan dan Ernald di meja panjang.

Posisi Ernald dan Ardi berhadapan, dan di kedua sisinya diisi dengan para pahlawan yang sedang menyantap makanan dengan elegan. Kecuali Touya, Satou, dan Gian.

"Bagus, bagus. Makanlah yang banyak, lalu mari kita kembali berlatih lagi"

Ucap Gian dengan mulut penuhnya, sambil menepuk pundak Satou yang ada di sisi kanannya.

"Siap aniki (kakak/sama seperti onii-chan dan sebagainya)" Ucap Satou sambil menyantap makanannya dengan lahap.

Masing-masing dari mereka bertiga memakan satu porsi ayam panggang utuh di hadapan mereka.

Ardi yang seha- seminggu belum makan apapun juga mengambil makanan secukupnya, dan makan secara perlahan.

Saat dia mencoba menikmati makanannya, Ardi merasakan beberapa mata memperhatikannya.

'Cyli, Sonia, Touya, Zen, dan bahkan Ernald'

Ardi yang pura-pura tidak tau sekilas melihat mereka berlima saat ingin mengambil makanan di hadapannya.

Ardi hanya makan ayam panggang setengah porsi, dan beberapa sayur mentah sebagai saladnya. Dia makan tidak menggunakan roti sama sekali, itu karena di tempat asalnya, dia terbiasa makan menggunakan nasi bukannya roti.

Dan dia makan menggunakan tangan kosong seperti Gian dan Satou saat mengangkat ayam dengan tangannya.

Seusai makan, Ardi berencana untuk balik ke kamarnya lagi. Namun seorang wanita berambut pendek dengan pita berbentuk hati berdiri di depannya.

"Pe-permisi"

Ucap Sonia sambil terlihat gugup.

Saat ini, mereka semua menggunakan pakaian yang bagus layaknya seorang bangsawan, sedangkan Ardi masih saja menggunakan setelannya saat dia ingin melamar pekerjaan.

"Apa ada yang bisa saya bantu ?"

"Bu-bukan itu, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih atas yang tadi sore"

'Ternyata tentang itu' pikir Ardi. Dan Ardi pun seperti memikirkan sesuatu dengan keras.

"Sebenarnya, aku ingin hadiah dari menyelamatkan mu itu"

"H-hadiah ?"

Wajar saja Sonia terkejut, karena biasanya laki-laki akan berkata 'tidak apa-apa' 'lupakan saja' dan sebagainya. Tapi orang ini secara terang-terangan ingin meminta imbalan dari penyelamatannya.

"Kalau kau ingin membalasnya, kau bisa ikut aku ke kamarku"

'k-kamar ?' wajah Sonia mendadak memerah, dan pikirannya juga sudah kemana-mana.

"Itupun jika kau mau, kalau juga tidak apa-apa"

Ardi berjalan mengabaikan Sonia. Dan setelah berfikir cukup dalam, Sonia pun akhirnya memutuskan untukmengikuti Ardi ke kamarnya.

Sesampainya didepan kamar Ardi. Sonia pun sedikit gugup untuk masuk ke dalam.

'jangan aneh-aneh, jangan aneh-aneh' Sonia terus mengucapkan itu dalam hatinya, dan melangkah masuk ke dalam kamar Ardi.

Saat Sonia mau menutup pintunya, Ardi pun mengangkat suaranya.

"Biarkan saja terbuka, aku tidak ingin orang salah faham dengan keadaan kita"

Sebenarnya Ardi sudah sadar, kalau dia diikuti satu orang selain Sonia. Entah ini hanya instingnya ataupun memang kenyataannya, jadi Ardi memilih langka yang menurutnya aman saja.

"Eeh.., b-baiklah"

Sonia pun kembali membuka pintu, dan duduk di atas kasur dekat dengan Ardi.

"Apa yang harus aku lakukan, Ardi-san ?"

Entah kenapa wanita ini terlihat gugup dan sopan. Berbanding terbalik dengan kesan pertama yang dia munculkan saat bertemu.

"Aku hanya ingin menanyaimu tentang elemen"

"Oh, ternyata hanya itu. Kalau begitu aku dapat menjawab semua pertanyaanmu"

Ucap Sonia dengan percaya diri.

"Pertama-tama, apa kau juga memiliki elemen seperti Touya ?"

Sonia mengangguk dan berkata "Touya memiliki kecocokan terhadap elemen api dan angin. Sedangkan aku memiliki kecocokan dengan elemen petir, api, dan tanah"

"Tiga sekaligus ?"

"Benar, setiap pahlawan paling tidaknya memiliki satu kecocokan elemen dari tanah, air, angin, api, petir, es, tumbuhan, besi dan cahaya. Tapi, kasus kami cukup spesial, karena kami paling sedikit memiliki kecocokan pada dua elemen sekaligus"

"Apa kau bisa memberi tauku tentang elemen pahlawan yang lainnya ?"

"Tentu saja. Cyli, menguasai elemen cahaya, es, dan angin. Rose, berelemen tanah, tumbuhan, dan air. Gian, berelemen tanah, besi, dan api. Satou, berelemen petir, api dan angin. Zen, berelemen angin, tumbuhan, dan besi. Briant, berelemen api, cahaya dan petir. Gama, berelemen petir, angin, dan tumbuhan. Dan yang paling spesial adalah Lumia, karena dia mempunyai kecocokan kepada empat elemen sekaligus, yaitu api, petir, tanah, dan es. Itulah yang aku tau"

Ardi seperti sedang mencatat setiap perkataan yang keluar dari bibir merah mudanya Sonia.

"Apa ada lagi ?" Tanya Sonia sambil memiringkan kepalanya menghadap Ardi.

"Yang kedua, di mana kalian mengetahui kecocokan terhadap sihir tersebut ?"

"Kami di bawa Ernald ke ruangan pengecekan. Setelah mengetahui kecocokan sihir, kami di persilahkan untuk mempelajari sihir di perpustakaan gereja"

'jadi, ada perpustakaan lain ya selain perpustakaan di gedung sebelah kanan'

"Apakah ada informasi lagi yang kau ingin tau Ardi-san ?"

"Bagaimana dengan pembagian skill nya?"

"Owh, skill di sini terbagi menjadi beberapa kategori. Yaitu skill tingkat rendah, menengah, tinggi, rahasia, spesial, dan ultimate"

Sihir tingkat rendah biasanya dipelajari oleh seseorang yang baru ingin belajar sihir. Sementara tingkat menengah dan tinggi adalah lanjutan dari tingkat dasarnya.

Sementara rahasia, yaitu sihir atau skill yang hanya di ketahui oleh sebagian orang saja. Jadi, sihir tingkat rahasia ini sangat sedikit pemiliknya.

Sihir tipe Spesial, adalah sihir yang hanya bisa di pakai beberapa orang saja. Biasanya sihir ini didapatkan seseorang dari sejak lahir. Contohnya perubahan wujud, penyerapan mana, dan lain sebagainya.

Dan untuk ultimate, ini biasanya sihir bertipe serangan dalam tipe area. Dan tipe ini bisa kita dapatkan dengan berlatih keras pada satu skill.

"Asal kau tau saja ya, kami yang terpanggil ini sedikit banyaknya sudah mengenal dunia ini"

Ardi yang masih terlihat berfikir pun hanya merespon ucapan Sonia dengan dua huruf, yaitu "hm.."

"Jadi, kalau kau membutuhkan sebuah informasi, tanyakan saja padaku"

"Baiklah. Terimakasih"

Sonia mencoba memperhatikan raut wajah Ardi yang terlihat sangat tenang.

"Hei, hei. Kenapa kau tidak panik saat datang terpanggil kesini ?"

Pertanyaan itu sangat wajar diajukan untuk Ardi, yang baru saja bangun dan mengetahui dunia ini. Itu menurutnya.

Tanpa Ardi sadari, sebenarnya Sonia sudah memperhatikan gerak-gerik anehnya pas berjalan di lorong yang menuju ke ruangan senjata suci satu minggu yang lalu.

Mendengar itu, entah kenapa Ardi pun tertawa lepas sampai-sampai mengeluarkan sedikit air di ujung matanya.

"Panik ? Uahahaha.... Yang benar saja. Ini adalah dunia impianku, jadi tidak ada alasan untuk aku panik"

Sonia terlihat sangat kebingungan dengan ucapan Ardi barusan.

"Impian, apa maksudmu ?"

"Asal kau saja ya, yang menyukai anime, manga, dan sebagainya bukan hanya kalian"

Kali ini raut wajah Sonia berubah menjadi senang sekaligus terkejut.

"Bagaimana kau tau, kalau kami menyukai anime juga ?"

Ardi kemudian tersenyum, sambil berbicara dengan santai.

"He,he,he... Itu karena kalian juga tenang saat terpanggil ke sini, sama sepertiku. Dan saat mendapatkan senjata suci, kalian terlihat sangat senang. Menurut dari pandanganku, itu sudah jelas menunjukkan kalau kalian mempunyai hobi yang mirip denganku "

Mata Sonia terlihat membesar, dan bibirnya membentuk huruf 'O'.

"Wow, analisi yang hebat. Apa ada yang kau ketahui lagi ?"

"Yah, terkadang aku menilai orang dari sampulnya, dan penilaian itu terkadang tepat. Contohnya, aku dapat menebak sifat seseorang sep-. Lupakan saja"

Mata Ardi sempat membesar sebentar, dan memberhentikan ucapannya. Dan lebih memilih untuk mengalihkan pembicaraan, dengan kembali mengajukan beberapa pertanyaan kepada Sonia.

Setelah melakukan beberapa pembicaraan ringan yang cukup lama dengan Sonia, Ardi pun menanyakan hal yang sudah dari tadi menggema di kepalanya.

"Oh iya, skill apa yang sudah kau pelajari ?"

Sonia yang tidak sadar dengan pengalih pembicaraan itu pun menjawab semua pertanyaan Ardi dengan ringan.

"Aku baru mempelajari beberapa buff attack speed dari elemen petir, buff demage dan skill menyerang dari elemen api, dan belum mempelajari elemen tanah sama sekali"

'jika diingat-ingat, senjata suci milik Sonia adalah sepatu. Ah aku memiliki ide, bagaimana....'

Ardi yang terlihat berfikir sebentar pun mencoba memberikan saran kepada Sonia. 

"Kalau aku boleh sarankan, lebih baik kau mencari skill memanipulasi tanah dan elemen listrik untukmu. Jika perkiraan ku benar, maka kau akan mendapatkan kombo yang bagus"

Sonia yang merasa sudah terlalu malam pun hendak mengakhiri pembicaraan ini, dan kembali ke kamarnya yang ada di lantai lima di gedung ini.

"Hmm... Akan aku pertimbangkan. Oh iya, sudah malam. Sebaiknya aku kembali ke kamarku, bye"

Sonia yang baru berdiri dan baru mau membalikkan badannya terhenti ketika mendengarkan ucapan Ardi.

"Baiklah. Tapi, ada satu hal penting yang ingin aku sampaikan"

"Apa itu ?"

"Kalau bisa, lebih baik kau jangan terlalu bergantung dengan sahabatmu. Belajar lah untuk mengandalkan kemampuan pribadimu, karena kita tidak akan tau kapan akan di khianati"

Sonia terlihat mencoba mencerna ucapan Ardi pun menjawab dengan santainya.

"Aku tidak mengerti maksudnya itu, tapi akan aku ingat betul-betul pesan darimu"

Sebelum benar-benar pergi, Sonia sempat mengucapkan 'selamat malam' dengan senyuman manisnya.

Melihat Sonia yang sudah pergi sambil menutup pintu, Ardi pun merebahkan tubuhnya.

Kamar Ardi sudah dipindahkan dari lantai tujuh menjadi lantai dua di gedung tengah ini.

***

Keesokan harinya, aku (Ardi) pergi ke gereja yang berada di belakang gedung yang aku tempati.

Saat memasuki gereja yang sangat besar ini, akupun mendekat ke arah para pendeta yang sedang duduk bersebelahan di kursi paling depan.

Mereka bertiga terlihat sedang berdoa dengan khusyuk, sambil memejamkan mata.

Karena tidak ingin mengganggu, aku pun duduk di sebrang kursi sambil melihat ke arah mereka yang sedang menyatukan kedua tangannya membentuk sebuah kepalan besar.

Seakan sadar dengan keberadaanku, mereka pun menghentikan doa nya, dan bertanya.

"Apa ada yang bisa bantu, tuan Ardi ?"

Salah satu pendeta bertanya sambil bangun dari tempat duduknya.

Untuk menghormatinya, aku pun juga ikut berdiri dan mendekat ke arahnya.

"Sebenarnya, aku ada sedikit permintaan pada kalian"

Aku di beri tau Sonia, kalau pengecekan kecocokan terhadap elemen sihir, dilakukan di dalam salah satu ruangan gereja ini.

"Kalau boleh tau, apa itu tuan ?"

"Bisakah aku melakukan pengecekan terhadap kecocokan elemen sihir ku?"

Mendengar itu, ketiga pendeta itupun saling bertukar tatapan.

"Apakah kau belum melakukannya ?"

"Belum. Maka dari itu aku datang ke sini"

"Baiklah, silahkan ikuti aku tuan"

Salah satu orang menunjukkan jalan, dan melangkah lebih dulu. Arah yang kami tuju, tidak jauh dari kursi yang mereka duduki sebelumnya.

Tepatnya, sebelah kanan dari ruangan ini terdapat gerbang yang cukup lebar dan tinggi.

Tanpa basa-basi lagi, kami berdua pun langsung saja memasuki ruangan tersebut.

Ruangan ini cukup luas, dan memiliki buku-buku di sekeliling dindingnya. Buku-buku itu tampak terawat, dan berbaris rapi di dalam rak coklat yang terbuat dari kayu.

Dan tempat tujuan kami adalah benda besar yang ada di tangan-tangan ruangan ini.

Di sana terdapat sebuah panggung berbentuk bulat, dan membutuhkan tiga anak tangga untuk menaikinya.

Dan di tengah panggung itu terdapat bola kristal yang besar, bola kristal itu memiliki jari-jari sekitar 60 cm, atau memiliki ruas sekitar 120 cm.

Bola tembus pandang itu terlihat mirip seperti yang dipegang oleh Ernald dulu. Namun, yang membedakannya adalah bilah ini tidak mengeluarkan cahaya sedikitpun.

"Silahkan naik ke atas tuan"

Aku pun mengikuti arahan dari seorang pendeta tersebut.

"Kau hanya perlu meletakkan tanganmu, dan berkonsentrasi. Maka bola itu akan bereaksi dengan sendirinya"

Sepertinya aku tahu bagian yang seperti ini, tapi aku memilih untuk tetap menunggu arahan orang yang berpengalaman saja.

Yang jelas, aku hanya perlu mengalirkan sedikit tenagaku kedalam bola ini.

Dengan berkonsentrasi konsentrasi, aku pun secara perlahan-lahan menyalurkan tenagaku kedalam bola kristal polos ini.

Ini adalah pengalaman pertamaku dalam mengalirkan tenaga ataupun mana ku ke suatu benda. Jika kau tanya seperti apa sensasinya, maka aku akan menjawab 'rasa geli yang mirip saat setetes air yang mengalir di permukaan lengan kalian'. Hanya saja yang membedakannya, rasa geli itu mengalir dengan lembut di dalam tanganku.

Saat aku melihat ke dalam bola keristal, terdapat segumpal cahaya yang berputar di dalamnya. Gumpalan cahaya itupun perlahan-lahan merembet menuju ke permukaan kristal dengan warna-warnanya yang timbul secara acak.

Aku terus berusaha keras untuk menyalurkan tanagaku ke dalam bola ini. Dan akhirnya, di atas bola itu keluar berbagai macam warna, seperti biru, merah, kuning, hijau pudar, hijau daun, coklat, putih pucat, silver, dan putih terang. Semua warna itu berpadu mengitari bola itu dengan ritme yang pelan dan indah.

Keindahan itu memukau setiap mata yang melihatnya. Tak terkecuali pendeta yang ada di belakang aku.

Matanya melebar, dan terlihat gugup dengan keadaan itu.

Tidak lama kemudian, dia berlari untuk mencari Ernald.

Dan, tidak membutuhkan waktu yang lama, Ernald yang juga ingin berdoa pun masuk kedalam ruangan ini dengan tergesa-gesa.

Saat dia memasuki ruangan ini, yang pertama kali dia lakukan adalah kagum, kagum akan keindahan warna yang di keluarkan oleh bola kristal ini.