Sembilan orang murid, salah seorangnya adalah Ibunya.
Mereka bertumbuh di dalamnya. Cermin berubah menjadi sembilan mosaik, masing-masing memperlihatkan seorang murid. Ia melihat kilasan ribuan sosok mereka, semakin lama semakin bertumbuh, matang.
Ia melihat mereka menganyam cahaya pelangi ke dalam tenunan dan lukisan. Ia melihat mereka bersembilan mengarungi padang rumput bersama-sama. Kesulitan dan kedukaan yang mereka hadapi menusuk-nusuk hatinya hingga ia heran mengapa ia belum melejang-lejang berdarah-darah.
Ia melihat gambaran sembilan buah tangan menggenggam erat sebuah bunga emas. Lalu gelap.
Ia tersentak. Lalu ia melihat Ibunya. Pakaiannya sekarang berwarna-warni tidak hanya jubah coklat tanah liat atau jubah putih dengan garis-garis tepi tujuh warna. Ia melihat ibunya bersama dengan kesatria gagah dan rupawan. Ia banyak tertawa dan tersenyum, matanya melekat terus pada kesatria itu.