Waktu hampir menunjukkan tengah malam. Terang lampu minyak dan lilin pun sudah sampai para paruh hidupnya. Sulran tengah menatap pada sumber-sumber penerangan tadi dengan alis mata berkerut. Sementara, suara mesin-mesin penggempir dan pelontar gerbang, deru dan suitan mereka, suara empasan dan dentuman mereka masih terus membahana di kejauhan, memastikan hujan api dan batu di atas kota sasaran mereka. Pasukan Utara pasti sedang menggempur kota itu lagi, bertempur melawan prajurit Krog Naum.
Empat Muridnya sedang duduk di bangku kecil meja pendek berisi peta situasi.
Kaju, pimpinan kelompok Empat Jendral itu masih mengenakan baju baja lengkap. Parasnya tampak lelah tapi waspada.
Di sisinya, Gluka tampak sabar menunggu rapat yang tertunda itu untuk mulai. Gluka adalah pria dengan hati paling baik diantara murid-muridnya, meski ia juga yang paling berani. Mungkin itu sebabnya murid-muridnya yang lain menghormatinya sebagai 'kakak tertua'.