Akhirnya peserta rapat menyudahi rapat mereka sore itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Semua peserta rapat langsung pergi keluar terkecuali Sofia, Wela, Hana, Taufik dan beberapa orang lainnya. Mereka masih membereskan hasil rapat.
Sofia sedang mendiskusikan hasil rapat tadi dengan Wela. Ia sebagai notulen di bidangnya, memberikan hasil catatannya kepada Wela untuk dikoreksi. Sedangkan Hana dan Taufik, membereskan berkas-berkas yang telah dipakai untuk rapat.
Setelah mereka berempat selesai dengan pekerjaan masing-masing, mereka segera keluar ruangan, karena ruangan itu hendak dibersihkan oleh para pekerja kebersihan kantor.
Saat Wela terlebih dahulu keluar ruangan, ia terkejut, karena melihat Prama sedang berdiri di samping pintu luar.
"Eh, bapak." Katanya. "Ngapain pak? Ada yang ketinggalan?" Tanyanya lanjut. Berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
Sofia, Hana dan Taufik yang berada di belakang Wela pun terkejut, melihat orang yang menjadi teman bicara manajer mereka adalah atasan mereka, Prama.
"Oh, bapak." Ucap Hana setengah kaget. Ia sudah menduga kalau manajer mereka bicara dengan Prama, namun ia tidak percaya kalau ternyata dugaannya benar.
Prama yang sudah membuat beberapa orang terkejut, tidak menampakkan rasa bersalah atau peduli. Ia juga tidak menjawab pertanyaan dari Wela.
Ia tetap bersikap datar dengan melipat kedua tangannya di dada. Ia menyandarkan tubuhnya dengan santai di dinding. Ia tampak seperti seorang model yang sedang berpose.
Saat dilihatnya Sofia, barulah ia bergerak. Ia berdiri tegap dan menatap pada Sofia.
"Kamu! Ikut saya sekarang!" Perintahnya dan berjalan melewati mereka semua yang terheran-heran.
Sofia menunjuk dirinya sendiri dengan tangannya, memperlihatkan kebingungannya.
Ia juga menatap ketiga temannya, meminta penjelasan. Tapi Hana dan Taufik hanya mengangkat bahu. Sedangkan Wela, menatap tajam pada Sofia dengan wajah penuh pertanyaan.
Tanpa menunggu jawaban pasti dari ketiga temannya, Sofia segera mengejar Prama, mengikutinya di belakang.
Sofia bertanya-tanya di dalam hati, ada apa gerangan atasannya itu memanggil dirinya. Ia mulai menduga-duga tentang tabrakan yang dilakukannya tanpa sengaja siang tadi.
Sofia asyik dengan pikiran menduga-duganya, sehingga sekali lagi, ia tidak melihat ke depan.
Bruk..
"Aduh.." Ucap Sofia sambil memegang hidungnya. Ia langsung melihat orang yang ditabraknya.
Masih sama. Kali ini ia menabrak bagian belakang tubuh Prama.
Prama langsung berbalik dan memasang wajah protes kepada Sofia.
Untuk yang kesekian kalinya seharian ini, Sofia mendapat tatapan tajam oleh seorang Prama.
"Maaf pak." Hanya itu yang bisa diucapkan oleh Sofia. Prama hanya menatapnya, lalu ia membuka pintu ruang kerjanya.
"Masuk!" Katanya. Masih dengan nada tidak bersahabatnya. Ia sudah terlebih dahulu melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangannya.
Sofia masih ragu-ragu untuk melangkah. Sampai Prama berbalik dan melihat Sofia yang masih berdiri di depan pintu.
"Saya bilang masuk!" Katanya lagi. Kali ini suara itu begitu tegas dan berat. Sofia buru-buru masuk ke dalam ruangan.
Karena terburu-buru, ia tidak memperhatikan langkahnya. Ia terselip dengan kakinya sendiri dan dengan sukses tidak bisa menahan dirinya hingga ia akan terjerembab ke depan.
Untunganya jarak Prama masih dekat dengan Sofia, sehinggga ia dengan sigap menangkap tubuh Sofia yang hampir jatuh.
Jantung sofia berdebar-debar. Bukan karena ia dipegang atau dipeluk oleh Prama, melainkan rasa malu dan ketakutan akan jatuh terjerembab.
Ia tidak bisa membayangkan harus jatuh di depan atasannya yang tampan dan sempurna.
Walaupun Sofia merasa Prama adalah lelaki biasa pada umumnya, tapi ia juga memiliki rasa malu dan gengsi apabila melakukan kecerobohan.
"Eh, eh, terima kasih pak." Ucap Sofia dengan malu-malu. Ia segera berdiri dengan tegap.
"Kamu memang ceroboh ya?" Jawab Prama sambil berbalik menuju meja kerjanya.
'Ha???' Pikir Sofia. Ia merasa hanya melakukan tindakan yang tidak disengaja. Tapi kenapa ia dibilang ceroboh.
Sofia mulai merasa kesal. Namun ditahannya semua itu, karena saat ini yang berada dihadapannya adalah atasannya.
Prama duduk di kursinya yang berbahankan kulit, yang memiliki sandaran tinggi dan empuk. Ia terus melihat Sofia yang mulai grogi.
"Kenapa? Kamu nggak suka saya bilang seperti itu?" Tanyanya terang-terangan. Ia tersenyum tipis dan terkesan mengejek.
"Enggak pak." Sahut Sofia, namun terdengar ada nada tidak ikhlas di dalamnya.
"Kamu tahu kenapa kamu saya panggil kesini?" Tanya Prama tanpa mengalihkan pandangannya.
Sofia hanya menggelengkan kepalanya.
"Karena kamu buat kesalahan sama saya. Dan kamu harus bertanggung jawab atas itu." Jelas Prama dengan sedikit menampakkan senyumannya. Tapi Sofia tahu, senyuman itu penuh dengan ejekan.
Sofia menatap pada Prama dan memberanikan bertanya tentang kesalahannya.
"Saya salah apa pak?" Tanyanya sambil maju mendekati meja kerja Prama. Ia sungguh tidak mengerti, apa kesalahan yang ia perbuat sampai harus dipanggil seperti ini oleh atasannya.
Biasanya kalau staf atau asisten manajer seperti ia membuat kesalahan, cukup manajernya saja yang memanggil mereka. Sebagai perpanjangan tangan dari direktur sebagai atasan mereka. Tidak perlu mereka langsung berhadapan dengan direkturnya.
Sofia menunggu jawaban dari Prama. Menunggu, kesalahan tak jelas apa yang telah dilakukannya.