Dalam perjalanan kembali ke kantor, Jenifer terus-menerus membicarakan tentang lelaki itu. Ya, lelaki yang tadi bekerja sebagai barista di cafe baru itu. Tidak heran kenapa pelanggan yang berada di sana kebanyakan perempuan. Padahal ini masih pagi, dan lihatlah, sudah lumayan banyak pelanggan yang mengunjungi cafe itu.
"Did you see that, Kay? Laki-laki itu, gila!! Tampan sekali."
"Yeah, dia memang sempurna." Jenifer terus melihat ke arahku untuk menunggu jawaban yang ingin dia dengar. " I mean, laki-laki seperti itu sudah pasti ada yang punya, tidak baik jika kita terus membicarakan pacar orang. Bukankah begitu Sally?"
"Hmm, bisa jadi, tidak mungkin laki-laki seperti dia masih jomblo. Lihatlah dia, tidak perlu untuk mengejar perempuan, malahan perempuan yang tergila-gila padanya." Jelas Sally. Aku dan Jenifer pun mengangguk mengiyakan.
Sesampai di kantor, aku, Jenifer dan Sally berdiskusi untuk tanggal pemotretan Jenifer. Karena Jenifer bukan hanya bekerja sebagai model kami, tetapi dia juga bekerja sebagai bintang iklan. Jadi tentu saja jadwal Jenifer lebih padat daripada jadwalku dan Sally. Aku juga harus mulai pengerjaan merancang pakaian yang sudah diterima oleh Madam Clark. Pokoknya, pakaiannya harus sudah selesai sebelum hari pemotretan.
Pukul 16.00, aku berencana akan siap-siap untuk pulang dan pergi ke swalayan
sebentar untuk membeli bahan makanan.
"Kay, sorry, bisakah kamu pulang sendiri hari ini? Sebentar lagi Kelvin akan datang menjemputku." Aku terkejut saat mengetahui bahwa adiknya akan menjemputnya.
"Kamu tidak membawa mobil?" Jenifer menjawab dengan menggelengkan kepalanya. "Aku dan keluargaku akan merayakan ulang tahun sepupuku, jadi hari ini aku tidak pulang dan Kelvin-lah yang sekalian akan menjemputku."
"Oke, hati-hati di jalan ya. Jangan lupa titip salam buat Kelvin."
•••
Kupanggil taksi untuk menuju swalayan yang ada di dekat apartemenku. Sejak lulus dari Senior High School atau biasa disebut SMA, aku sudah tidak tinggal bersama ayahku. Ayahku tinggal bersama istri barunya dan sudah memiliki anak dengan umur sekitar kurang lebih 5 tahun, namanya Gabriel. Jika ayahku sudah mempunyai keluarga baru, bukan berarti aku bukan keluarganya lagi. Kadang-kadang aku pergi mengunjungi ayahku dan bermain dengan Gabriel.
Keranjang belanjaanku sudah hampir penuh. Aku membeli beberapa bahan masakan seperti kecap, garam, bawang yang sudah hampir habis dan tidak lupa beberapa sayuran.
Aku berjalan dari swalayan ke apartemenku. Jarak dari swalayan ke apartemen hanya perlu melewati 5 sampai 6 gedung. Lagipula barang belanjaan juga tidak terlalu berat, jadi aku memutuskan untuk berjalan.
Sesampai di area apartemen, aku melihat Emily, wanita paruh baya yang tinggal satu lantai dengan apartemenku. Apartemen yang sedang kutinggali ini hanya memiliki 4 kamar di setiap lantainya. Dengan demikian porsi luas setiap kamar pastinya sangat luas dan akupun memang mengakui hal itu. Tidak hanya itu, dengan hanya 4 kamar di setiap lantai, itu membuat suasana di apartemen sangat nyaman.
"Hello Ms Emily, how are you?" Kutanya padanya saat sudah berada di depanku.
"Hai Kay, kamu sudah bertemu dengan orang yang baru pindah di sebelah kamarmu?" Aku menggeleng. "Kamu tau, aku tadi baru melihatnya masuk, dan aku berniat untuk memberikan kue bolu yang tadi siang kubuat. Saat kutekan bel beberapa kali, dia malah tidak mau keluar. Sombong sekali."
"Benarkah, men or women?" Tanyaku penasaran. "Men." Aku tertawa kecil. "Mungkin dia malu karena ini masih jadi lingkungan barunya." Emily mengangguk, "Mungkin."
"Baiklah, kalau begitu, aku masuk duluan ya." Kutinggalkan Emily dan menuju ke kamarku. Aku berniat untuk mandi dan kemudian memasak makan malam.
Jika sudah menyangkut masakan rumah, aku paling bingung untuk memasak apa. Aku bukanlah tipe orang yang pandai memasak, hanya saja aku suka memasak. Aku mulai memasak nasi dan mengeluarkan kentang, wortel dan ayam yang tadi kubeli di swalayan. Aku berniat untuk memasak sup kentang dan menggoreng beberapa potongan ayam. Masakan sederhana yang penting dapat membuat perutku kenyang.
Pukul 22.48, aku berniat untuk tidur, tapi tiba-tiba aku merasa lapar. Kuputuskan untuk ke dapur dan melihat apa yang bisa dimakan. Dan ternyata aku lupa untuk membeli beberapa cemilan saat berada di swalayan. Aku tidak bisa tidur jika lapar. Segera ku ambil jaket yang tergantung di belakang pintu kamar, segera turun dan pergi ke 7eleven yang berada tepat di sebelah apartemen. Aku keluar hanya mengenakan baju tidur dan jaket. Biasanya pada jam segini sudah tidak terlalu banyak orang berada di luar.
Sesampai di 7evelen aku membeli cup-noodle dan 1 kotak susu coklat. Hanya ada beberapa orang yang berada di 7eleven, jadi kuputuskan untuk makan di sini saja. Selesai memasukan bumbu dan air panas dan menunggu sekitar 3 menit, aku langsung menyantap mi yang ada di depanku. Aku ingin mengambil tisu yang berada tidak jauh dari posisiku duduk dan, "Oh, sorry." Tidak sengaja tangan kami bersentuhan. Ada orang lain berniat untuk mengambil tisunya juga.
"It's okay, ladies first." Tiba-tiba mataku membesar. Saat ku lihat, ternyata lelaki yang tadi pagi. Mata biru, dia lebih tampan jika dilihat lebih dekat.
"Thankyou." Dengan cepat-cepat aku mengambil beberapa helai tisu dan lanjut menyantap makananku. Lelaki itu duduk di sebelahku. Dia, duduk bersebelahan denganku. Dan kami, sangat dekat. Saking kagetnya aku hampir susah untuk bernafas dengan teratur. Aku tahu ini salah jika dia sudah memiliki pacar dan aku malah merasa senang jika bertemu dengannya. Pesonanya pasti bisa membuat wanita manapun jatuh hati kepadanya.
Aku senang melihatnya, bukan berarti aku menyukainya. Sejak pertama bertemu, aku merasa sangat familiar dengannya. Entahlah, yang pasti saat ini rasa pensaranku sudah mencapai puncaknya. Apakah dia tinggal di dekat sini. Rumahnya jauh atau tidak, siapa namanya. Ada begitu banyak pertanyaan, tetapi tidak ada satupun yang berani kutanyakan padanya. Akan sangat aneh jika tiba-tiba aku mengajaknya bicara dan melontarkan beberapa pertanyaan kepadanya. Jika aku laki-laki mungkin itu tidak terlalu jadi masalah. Tapi jarang ada perempuan yang akan memulai suatu pembicaraan terlebih dahulu.
Selesai makan dan meminum susu coklat yang tadi aku beli, kubuang sampahnya pada tempat sampah dan berniat untuk kembali ke apartemen. Ada sedikit rasa menyesal saat aku bahkan tidak dapat menanyakan namanya.
Saat kudorong pintu di 7eleven, tiba-tiba lelaki itu menghampiriku.
"Ayo kita pergi bersama."
"What??"
"Kamu tinggal di sini bukan?" Lelaki itu langsung berjalan di depanku. Aku terkejut, bagaimana dia bisa tahu?
"Lantai berapa?" Kutanya pada lelaki itu saat kami sudah berada di dalam lift apartemen. Aku bahkan tidak berani menatap matanya.
"Lantai 10." Saat ku tekan angka 10,baru kusadari bahwa aku juga tinggal di lantai 10.
"Kamu baru pindah ya?"
"Iya." Setelah sampai di lantai 10, kami berniat memasuki kamar kami masing-masing. Aku masih tidak percaya bahwa orang baru yang dibicarakan Emily adalah dia.
"Good night, Kay." Tiba-tiba kubalikan badan saat dia menyebut namaku.
"Ba, bagaimana, kamu bisa.." Saat kuingin melanjutkan kalimatku, "Tidurlah, sudah malam, kita bicara lain waktu." Lelaki itu langsung memasuki kamarnya, dan meninggalkanku yang masih berdiri di luar koridor seperti orang bodoh. Sekedar informasi, pada malam itu, aku tidak bisa tidur.