Nayla Putri pulang sambil mengayuh sepedanya. Dia berhenti sebentar di sekitar lingkungan rumahnya begitu melihat keramaian. Tampak asap hitam mengepul dari sebuah rumah.
Nayla kembali mengayuh sepedanya saat sebuah mobil menyalakan klakson padanya nya karena menghalangi jalannya.
Asap masih saja mengepul sampai malam hari. Nayla memperhatikan dari rumahnya yang ada di lantai atas, sambil makan es krim. Mobil polisi dan truk pemadam kebakaran tampak menuju ke lokasi kebakaran.
Sebuah keluarga yang tampak bahagia, juga tampak memperhatikan asap yang mengepul itu. Ibu, Ayah, dan 2 orang putri. Hal itu tak luput dari penglihatan Nayla.
Tak jauh dari lokasi asap, kembang api yang cantik meledak di udara.
"Api terkadang menjadi pertanda perayaan. Terkadang pula menjadi bencana. Sebagaimana halnya tak semua percintaan sepanas api" -Nayla
Alarm penanak nasi berbunyi, Nayla menyendokkan nasi ke mangkok. Suaminya, Rendi, pulang. Bukannya menyapa istrinya dia langsung menghampiri 2 burung peliharaannya.
"Cinta, Setia, Ayah pulang," sapa Rendi pada kedua burungnya. Dia mengambil salah satu burung dan mengelus-elus nya. Nayla memintanya untuk makan, tapi Rendi mengindahkannya.
Burung itu ditanyai apa harinya menyenangkan. Apa dia sudah makan. "Mama, apa kamu sudah memberi makan anak-anak?" Tanya Rendi pada Nayla.
Nayla tidak menjawab. Dia tampak tidak suka melihat suaminya terlalu memperhatikan burungnya. Rendi bertanya sekali lagi dan Nayla menjawab sudah.
Rendi heran kenapa si Cinta terlihat lemas. Apa gara-gara cuaca? Dia lalu mengeluh pada Istrinya begitu memasukkan cinta ke sarang lagi dan melihat kotoran burung berserakan di sarang. "Ibu macam apa yang tidak mau membersihkan kotoran anak-anaknya", ungkap Rendi.
Hal yang bertolak belakang terjadi pada tetangga mereka. Calista dan keluarganya tampak bahagia makan bersama di sebuah restoran. Mereka bersulang sebelum makan. Suami Calista, Tedi, bahkan memberinya hadiah sepasang anting yang cantik sebagai hadiah pindahan rumah mereka. Anak-anak mereka, Jenni dan Lisa memuji antingnya yang cantik. Tedi bilang, Ibu mereka memang cantik. Mereka tampak bahagia.
Kembali ke rumah Nayla. Rendi makan sambil sibuk main ponsel. Nayla cerita kalau mereka punya tetangga baru. Kira-kira berapa harga rumah seperti milik mereka? Rendi tampak tak menaruh perhatian. Tapi kemudian dia bertanya apa kita perlu merenovasi rumah?
Nayla sedikit tersenyum. Apa mereka punya uang? Rendi menenangkannya karena pasti tidak mahal. Nayla melihat sekeliling. Dia tanya apa yang harus di renovasi?
Rendi menunjukkan ponselnya. Ada gambar sarang burung di sana. Katanya seniman yang membuatnya. Namanya Istana Majapahit. Sarang itu dihiasi permata.
Nayla jelas kecewa. Bukan rumahnya yang direnovasi tapi malah sarang burung. "Wah! Cinta dan Setia sungguh beruntung. Ayah mereka bahkan akan membelikan Istana."
Rendi malah tertawa. Dia sama sekali tidak peka. Dia terus sibuk melihat ponselnya, sampai salah menyuapkan makanan ke hidung. Dia meminta serbet ke Nayla. Tapi Nayla yang kesal tidak mempedulikannya. Dia membawa mangkuk makanannya ke wastafel.
Nayla mencuci wajahnya di kamar mandi. Dia menatap pantulan wajahnya di cermin.
"Aku sungguh berharap dia berhenti memanggilku Mama. Dia tidak perhatian padaku karna aku tidak punya anak. Tapi apa dia tidak tahu kalau itu justru membuatku semakin sakit hati?