Chereads / AFTER THE RAIN / Chapter 2 - Ruang & Waktu

Chapter 2 - Ruang & Waktu

Sudah tiga tahun sejak kejadian itu. Aku, Rei Nicolette..., telah berhasil melakukannya dengan aman,hingga semester tiga tahun pertamaku di SMA. Saat itu cuaca cukup berangin, aku berlari menuju sekolah dengan rambut yang mengembang dan berantakan. " Ya ampun, sebentar lagi jam tujuh", ujarku sambil melihat jam di ponselku.

Bruk.

Tanpa sengaja aku menabrak seorang ibu yang sedang memegang keranjang bunga.

"Aduh..."

"Maaf ini salah ku karena kurang berhati-hati"

" Tidak apa-apa", ujarnya dengan lembut. Segera ,aku mengambil bunga-bunga itu.

"Sini biar aku bantu."

"Eh! Pak Farland! " Betapa terkejutnya diriku, salah satu guru idola para siswi membantuku mengambil bunga.

"Terima kasih pak telah membantu saya"

"Iya, Ayo bergegas sebelum gerbang sekolah ditutup!"

"Oh,tidak!" Aku berlari sekuat tenaga menuju gerbang yang hampir ditutup oleh penjaga sekolah

" Rei, selamat pagi!"

"Ya! Pagi Chise!"

"Aku ingin mengembalikan buku novelmu. Terima kasih",kata Chise sambil tersenyum.

"Tentu. Oh iya! Aku juga mau mengembalikan buku catatanmu ", ujarku sambil membuka resleting tasku.

Chise adalah salah satu temanku yang suka membaca novel. Dia murid yang berbakat dibidang olahraga terutama dibidang voli.

"Yang benar saja? Perempuan harus lebih memperhatikan sama barang-barangnya,lho", ujarnya dengan muka terkejut ketika melihat isi tas ku yang berantakan.

"Kau memang kurang feminim." Mungkin banyak teman-temanku menganggap aku bodoh. Aku sengaja melakukannya!

"Tapi, itulah yang membuat Rei sangat menyenangkan!"ujar Jenna si cewek tomboy yang tiba-tiba merangkulku dari belakang.

"Tidak yang seperti itu ", ujarnya lagi sambil menunjuk kearah Nikita.

Nikita, dia adalah teman sekelasku.

Nikita memang siswi yang imut, walau begitu para siswi disekolahku membencinya. Dia benar-benar terisolasi.

Hal itu membuat ku teringat kembali saat diriku masih SMP. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi setelah tahun kedua dan ketigaku di SMP. Aku tidak ingin sendirian.

Jadi aku membuat keputusan! Demi masa-masa SMA-ku , akan kupencet tombol reset ini, dan menciptakan Rei yang baru! Jadi agar gadis lain tidak membenciku, aku membuang jauh feminimku, sangat jauh!

" Aku sangat lapar! Aku ingin makan sekarang!" ujarku sambil membawa sekantong plastik berisikan roti.

" Kau itu banyak makan, ya", ujar Chise sambil tersenyum kecil.

"Luar biasa. Kau seperti ini tiap hari, Rei." Aku hanya membalasnya dengan tertawa.

" Oh iya! Tadi pagi aku melihatmu bersama Pak Farland. Mungkinkah ini.... Cinta?" ujar Janne dengan senyum liciknya.

"Hah?"

" Mencurigakan. Dia tampak tidak tertarik pada laki-laki, tapi dia bereaksi pada Pak Guru Farland!"

"Jangan konyol ! Mustahil !" ujarku dengan nada yang kesal.

"Becanda, tahu. Kau itu tidak cocok dengan cinta, Rei."

"Sungguhan. Itu mustahil", ujar chise sambil tertawa. Tanpa sadar akupun ikut tertawa.

"Hei. Apa kalian merasa kalau Rei yang di kelas dua itu cukup menarik?" Sontak aku terkejut mendengar perkataan siswa tersebut dengan temannya yang berada di belakangku.

"Ya. Tapi Rei sangat...." Tanpa berpikir panjang aku langsung mengambil salah satu kue di plastik yang aku bawa, lalu memakannya dengan rakus didepan meraka.

"Hei! Apa yang kau lakukan? ", ujar Chise yang terkejut dengan tingkahku.

"Yah...,memang tak bisa", ujar siswa tersebut sambil memandang aneh kepadaku.

" Apa kau dengar apa yang mereka bilang? Rei kalau kau lebih hati-hati dengan kepribadianmu , kau pasti akan populer di kalangan lelaki."

" Hah?! Memang aku peduli! Lagi pula aku tampak mengerikan di mata lelaki. Selama aku memliki kalian berdua, aku tidak peduli dengan lelaki-"

Bruk.

Seorang lelaki menabrakku dan menangkap roti yang terlepas ditangan ku. Aku hanya menganggukkan kepala padanya.

" Roti yang tidak menarik", ujar lelaki itu. Aku terkejut setelah mendengar kata-kata itu , terbayang dikepala ku wajah Alfa.

"Alfa...?" Aku menoleh kebelakang dan melihat lelaki itu berjalan menjauh.

"Rei? Ayo."

"Ada sesuatu yang lupa kubeli."

"Hah?" ujar Janne dengan heran.

"Maaf. Kalian duluan aja", ujarku sambil berlari kearah lelaki itu.

Suaranya..., tingginya...,semuanya salah... dan aku tidak melihat wajahya... Jadi kenapa..., aku beranggapan tadi itu adalah Alfa?

Aku berlari mencari lelaki itu dan saat menoleh kearah halaman sekolah, aku melihatnya. Dia berjalan dengan santainya. Aku mendekatinya dan hendak memanggilnya. Tapi...

"Edgar!" seorang siswa berteriak dari belakang ku . Lelaki itu menoleh dan tersenyum.

"Edgar! Apa kau mau ke koperasi sekolah?"

"Aku juga! Aku juga!"

"Edgar? Bukan dia..."

Untungnya aku tidak memanggilnya. Peniru Alfa. Saat mata kita bertemu, dia tersenyum, bukan? Karet sandal sepatunya berwarna biru. Jadi dia tahun pertama, sama sepertiku. Pelajaran sekolah pun usai. Aku berjalan kearah rumahku sambil merenung. Tapi...., sungguh.. apa yang membuatku berpikir itu Alfa?

Saat aku melihat kearah depan, lelaki itu ada didepanku, berjalan sambil membawa buku yang cukup tebal. Aku terkejut dan dia menoleh kearahku.

"Bukannya aku mengikutimu atau apalah! Rumahku ada disekitar sini!"

Dia melihatku dan berjalan lagi dengan cueknya. Maksudku.., aku benar-benar tidak mengikutinya. Aku juga melewati jalan ini.

"Orang ini tinggal di lingkungan yang sama denganku?" pikirku sambil memandangnya dari belakang.

Dia berhenti lalu berbelok kearah pondok kecil dan masuk kedalamnya. Aku berhenti dan memandang kearah pondok . Perasaan gelisah mulai muncul. Pondok itu adalah pondok yang pernah aku singgah untuk berteduh dari hujan bersama Alfa.

Aku mengejarnya. Pasti! Pasti! Pasti! kata-kata itu muncul dari kepalaku. Dia duduk di sudut pondok sambil membaca buku yang dia bawa.

"Al-"

"Alfa?"

" Aku Edgar", ujarnya dengan dingin.

"Maaf! Aku salah!", ujarku dengan ekspresi terkejut. Aku berjalan dan meninggalkannya.

"Hujan turun mendadak, ya?"

Aku berhenti dan memandang ke langit sore yang cukup cerah. Aku menoleh kearahnya dan dia membalasku dengan senyuman.

" Kalau begitu kau memang Alfa!"

" Aku bukan Alfa lagi. Sekarang aku Edgar Dane."

"Orang tuaku bercerai. Aku mengubah namaku."

Aku hanya diam tak bisa berkata apa-apa. Suaranya..., tingginya..., bahkan namanya berubah. Tapi,..laki-laki yang sekarang didepanku...., adalah laki-laki pertama ..., yang pernah kucintai.