Chereads / Hingga Akhir Hayatmu / Chapter 3 - Bagian 3

Chapter 3 - Bagian 3

Seminggu berlalu, dan Febri masih dengan sikap yang sama terhadapku, entah sampai kapan, dan aku mulai membenci rasa ini. Aku butuh melupakan Febri. Perlahan aku mencoba menepis rasa rindu ku terhadapnya, meski aku harus berpura-pura bisa pada diriku sendiri, walau sebenarnya aku sulit untuk jujur bahwa tetap saja aku masih mengharapkan nya jauh di lubuk hatiku.

Keesokan harinya, aku sekolah dan menjalani kegiatan seperti biasa. Dan tentunya tak ada perubahan apa-apa untuk ku yang menurutku lebih baik. Ketika jam istirahat tiba, aku duduk di kelasku dengan beberapa teman sekelas ku, ada Febri juga disini, lalu aku mendengar percakapan antara Febri dan teman ku yang bernama Ella...

"La...aku mau ke kantin...kamu mau titip jajan nggak ? biasa nya kamu selalu titip jajan...nanti kalo aku sudah nggak ada kamu gak bisa lagi loh titip jajan ke aku..." kata Febri.

Lalu Ella pun menjawab....

" Apaan sih Feb...kok ngomong gitu...gak usah bicara aneh-aneh deh..."

Dan Febri pun hanya tertawa kecil mendengar jawaban Ella. Maksudnya apa? Febri mau pindah sekolah? aku ingin bertanya tapi apalah daya sekarang aku hanya seperti musuh nya.

Waktu menunjukkan pukul 12.30 siang, jam pulang sekolah pun tiba, aku keluar paling akhir setelah Febri dan Resa keluar kelas, lalu aku pun keluar ke depan gerbang sekolah untuk menunggu ayahku menjemput ku. Dan ku lihat Febri di jemput oleh kakak nya naik motor. Baru saja melewati gerbang sekolah dan mulai menyeberangi jalan raya itu tiba-tiba ....

"BRAAAAAAAAAAAAKKKKK!!!!!!!!!!"

Sebuah bus dengan laju nya menabrak Febri dan kakaknya . Spontan aku dan orang-orang yang melihat insiden itu langsung histeris. Benar-benar ku lihat sekujur tubuh Febri bersimbah darah. Ayah ku yang tiba-tiba datang lalu memaksaku untuk pulang karna khawatir aku trauma bila terus berlama-lama disitu , akupun pulang dan tak tau bagaimana lagi Febri.

Pada malam harinya, keringat dingin terus mengalir membasahi ku, aku benar-benar tak bisa tidur dan terus teringat apa yang ku lihat tadi siang. Febri, sahabatku sekaligus orang yang sejak lama aku cintai, kecelakaan tepat di depan mataku. Sungguh aku tak bisa menenangkan diriku sendiri, aku tak bisa tidur, aku terus memikirkan bagaimana keadaan Febri sekarang, hingga tepat jam 3 dini hari, aku akhirnya lelah dan tertidur.

Pagi pun tiba, dan aku harus berangkat ke sekolah dengan keadaan kurang tidur, hingga ketika aku sampai, di kelas ku semua nya sedang menangis histeris, termasuk Resa, dan guruku. Aku yang benar-benar mencoba memberanikan diri bertanya ke Resa...

"Res...kenapa Res....?" Tanyaku dengan takut. Resa menatapku dengan air matanya yang penuh berlinang lalu menjawab....

"Febri sudah meninggal Pii..."

Deg.

Sungguh aku ingin pingsan mendengar nya !

"Nggak....ini nggak mungkin...(mataku mulai berkaca-kaca) Resa....bilang sama aku kalau ini nggak nyata...kamu bohong kan Res...??" Tanyaku dengan bergetar.

"Pii...Febri meninggal kemarin siang pas di perjalanan ambulance bawa dia ke RS..." Resa menjawab dengan tenang meski terlihat dia tak bisa menahan air matanya.

Aku, benar-benar ingin pingsan ! aku ingin pingsan lalu terbangun dan mendapati bahwa ini semua hanya mimpi. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku melipat tanganku dan membenamkan wajah ku di atas mejaku, Resa sesekali mengelus pundak ku mencoba menenangkan ku, lalu guru wali kelas ku mengajak kita semua untuk ngelayat ke rumah Febri. Rumah Febri pun terletak dekat dari sekolah , sehingga kita hanya berjalan kaki saja ke rumahnya. Sesampainya di rumah Febri, ku lihat sangat ramai di depan rumahnya, aku yang saat itu posisi paling depan bersama guruku dan Resa, mulai memasuki pintu rumahnya. Sungguh, aku semakin bergetar hebat tatkala aku melihat ada jenazah Febri terbaring di tengah-tengah ruangan ini, lalu aku duduk di samping kanan Febri bersama Resa. Jelas aku tak mampu menahan air mataku, aku menangis terisak-isak, bagaimana mungkin seorang Febri yang ku cintai dalam diam kini telah pergi dan ini tuk terakhir kalinya aku melihat wajah nya. Tak lama kemudian, Yulia datang dan langsung menangis tersedu-sedu di samping kiri Febri tepat di depan ku dan Resa...

"Febri....kenapa kamu ninggalin aku Feb...kamu bener-bener ninggalin aku untuk selamanya Feb.... Febri kamu nggak boleh pergi..aku sayang sama kamu....bangun Feb...banguuuunnnn....." Kata Yulia sambil menangis. Bunda nya Febri hanya bisa mengelus-elus pundak nya Yulia sambil menangis dan mencoba untuk menenangkan nya. Hatiku hancur sehancur hancurnya, air mataku terus berlinang, andai aku bisa mengungkapkan apa yang saat ini ku rasakan , namun tentu saja tak bisa, mengingat disini ada guruku, ada Bunda nya Febri, ada teman-teman ku, dan terutama ada Yulia, mantan nya Febri. Aku terlampau jauh menyimpan perasaan ku terhadap Febri, dan terbiasa pasif , tak berani menunjukkan apalagi mengungkapkan nya. Lalu kemudian jenazah Febri akan di makam kan, satu persatu guru, teman-teman, dan semuanya memberi Febri ucapan terakhir sambil mengelus nya, Resa yang menangis sambil mengatakan betapa dia kehilangan satu-satunya sahabat nya, Yulia yang mengatakan bahwa dia masih sangat menyayangi Febri meskipun Febri sudah memutuskan hubungan mereka, hingga tiba ketika giliran ku yang saatnya memberi salam terakhir untuk nya, aku ragu-ragu dan takut , lalu Resa memegang pundak ku sambil menatapku, seolah mengatakan padaku bahwa aku harus mengatakan apa yang ingin aku katakan. Lalu aku mendekatkan wajahku ke wajah Febri tepat di pipi kanan nya, air mataku mengalir, dengan bergetar aku ucapkan pelan di kuping nya....

"Selamat tidur Febri....ijinkan aku mengungkapkan rasa yang sejak lama aku pendam untuk pertama dan terakhir kalinya sama kamu....Aku cinta kamu Feb..."

Dan betapa semakin hancurnya hati ku yang menyadari bahwa ini benar-benar bukan mimpi, Febri pergi untuk selamanya. Lalu kita semua kembali ke sekolah, dan tak bisa ikut mengantar Febri ke tempat peristirahatan terakhir nya, meski aku dan Resa begitu ingin.

Sesampainya kami di kelas, suasana begitu terasa berkabung, bangku di belakangku kini kosong. Aku sesekali menoleh ke belakangku dengan berharap aku masih bisa melihat Febri dengan senyum nya yang begitu meneduhkan. Kini, Febri hanya tinggal kenangan, namun masih tetap hidup dalam hatiku. Febri, aku mencintaimu, masih mencintaimu.