Mulut Milena menganga, ia menatap tak percaya pada david. Dia berpikir dirinya sedang membual soal dunia peri? Dia tahu kalau David tak percaya dengan kisahnya, namun kalimat itu sungguh menamparnya, kata-kata Max tiba-tiba saja terngiang-ngiang di kepala: cewek delusional.
"Kau pikir aku penipu?" amarah terdengar jelas dalam suara Milena.
Lelaki itu terkejut, ia membeku.
"Aku tak berkata seperti itu. Bukan itu maksudku!" David membela diri.
"Lalu apa?" desaknya tak sabaran.
David tak segera menjawab, kepalanya dimiringkan ke kanan, mengamati Milena lekat-lekat. Setelah menghela napas panjang, ia berkata, "aku tak pernah menuduhmu sedang menipuku. Apa pun kisahmu sampai berada di sini, aku akan menolongmu sampai kau bisa kembali ke rumahmu. Aku tahu semua ini terdengar gila! Peri! Siapa yang bakal tahan dengan kisah itu setiap hari? tapi, lihat aku!" Kedua telapak tangannya menyentuh dadanya, kepalanya maju sedikit, "aku tak mengabaikan dirimu! Atau meninggalkanmu! Atau, atau menganggapmu gila! Kau orang asing bagiku! Nyatanya aku peduli padamu! Dan aku tak tahu kenapa sampai seperti itu!" nada suara David perlahan naik, ketika sadar suaranya meninggi, ia menutup mata, menarik napas panjang. Berusaha sekuat tenaga menenangkan diri.
Hening.
"Karena... kau orang yang suka menolong? Mungkin?" kata Milena takut-takut. Keseriusan nada bicara David membuatnya tak bisa melanjutkan kemarahan.
"Mungkin." Ia nyengir, "tapi kurasa bukan itu."
Milena hendak mengatakan sesuatu, tapi ia mengurungkan niatnya. Pandangan matanya mengarah pada isi piring di atas meja. "Buahnya kelihatan enak."
Ia tak ingin berdebat dengan penolongnya, jadi satu-satunya cara adalah mengalihkan topik dan itu cukup berhasil. Terbukti David mulai tersenyum riang. Ia meraih piring itu, menusuk buah dengan garpu lalu menyodorkannya pada Milena. "Buka mulutmu." perintahnya lembut.
Milena mengerjapkan mata. "Aku bukan anak kecil! Aku juga sudah sembuh, kok!"
David tak suka mendengar protes itu, tapi toh Milena melahap juga buah itu dari tangannya. Mereka berdua terbahak.
"Kau tak mau roti isi?" tawar David, masih menyuapi Milena.
"Tidak. Aku hanya ingin makan buah."
"Kau tak pernah makan sesuatu selain buah, kue, dan jus, dan makanan rumah sakit. Apa kau tak bosan? Di kafe rumah sakit di lantai dasar mereka menyediakan berbagai makanan. Ada sushi, salad, sandwich, sup, dan masih banyak lagi!"
Milena menggeleng cepat, tangan kanannya menyambar garpu lalu berbalik ingin menyuapi David. "Kau pasti lapar, ayo! cobalah! Ini manis!"
David tersenyum jahil lalu menggigitnya dengan gaya bercanda.
"Berhenti bermain-main, David!" Milena terbahak lepas.