Selama di rumah sakit, David sangat perhatian padanya. Kadang ia pergi untuk waktu yang cukup lama dan kemunculannya tidak begitu teratur. Ada kelas yang mesti dihadirinya katanya. Milena tak tahu apa maksudnya itu.
Setiap kali David datang menjenguknya, lelaki tampan itu akan membawakan Milena makanan olahan dari pisang. Entah itu kue, keripik, atau roti, atau jus, atau apapun berbahan dasar pisang. Ia menikmati semua perlakuan itu.
Hanya saja ia tak nyaman dengan selang infus yang menempel di lengannya. David bilang itu membuatnya agar cepat sehat. Ia tak tahu dunia manusia, jadi ia percaya saja pada manusia tampan nan baik hati itu. Milena tak ada niat untuk mengacau atau melakukan tindakan jahil lainnya. Ia benar-benar lelah, tak ada semangat untuk apapun, kecuali beristirahat penuh. Ditambah lagi orang-orang di sekelilingnya saat ini begitu menyenangkan. Beberapa agak pemarah, tapi ia santai saja dengan itu.
Di rumah sakit itu, dokter Chris sudah akrab dengannya. Ia beruntung kepribadian riang dokter Chris membuatnya mudah bergaul dan larut dalam pembicaraan setiap kali mereka bertemu. Dan dokter Ames adalah orang kedua yang akrab dengannya, selebihnya orang-orang yang ia temui seperti orang asing yang menjaga jarak darinya.
Matilda, perempuan unik. Ia adalah perawat yang bertugas mengurusinya dan memiliki sikap seperti patung hidup. Orangnya kaku, usianya sekitar tiga puluhan, agak gemuk, rambut coklat panjangnya diikat tinggi dengan dandanan berlebihan—membuatnya terlihat lebih tua dari usianya.
Matilda hanya bersuara jika ditanya sesuatu. Keberadaannya mirip hantu. Ketika tiba waktunya minum obat, Matilda biasa mengawasinya seperti burung hantu, tak berkedip, tak bergerak, hanya memandangnya dengan tatapan tajam siap menerkam. Ia mendapat perlakuan tak menyenangkan itu gara-gara keengganannya meminum obat. Milena tak suka minum obat, kalaupun iya, itu dalam keadaan darurat.
Dokter Ames yang menaruh minat dan penasaran pada kasus Milena, memutuskan akan melakukan beberapa pemeriksaan rutin padanya sampai tiba saat akan keluar dari rumah sakit. Ia juga meminta izin agar Milena setuju menjadi objek pengamatannya, meski Milena tak suka dianggap tak normal, ia setuju saja—toh sikap dokter itu sudah seperti seorang teman lama padanya ketimbang dokter berjubah putih yang kaku: Ia sangat ramah, baik, pengertian, lembut, dan dewasa. Baru kali ini ia begitu akrab dengan seseorang. Ajaibnya lagi seorang manusia! Mungkin jika dokter Ames adalah peri, ia akan mematuhi semua ucapannya dan tak akan ada insiden semacam ini. Terjebak di dunia manusia...
Jadi Rabu sore itu, ia menemui sang dokter di luar jadwal konsultasinya. Ia sangat suka sesi konsultasi, selain bebas meluapkan segala isi hatinya, coklat gratis selalu ditentengnya pulang kembali ke kamarnya.
"Jadi, bagaimana perasaanmu saat ini?" tanyanya. "Apa kepalamu baik-baik saja?" Ia menyodorkan sekotak coklat Ferrero Rocher ke arah Milena.