Chereads / Jiwa Yang Terlahir Kembali / Chapter 37 - Ibu Mertua yang Jahat

Chapter 37 - Ibu Mertua yang Jahat

Meskipun toko tersebut tidak terlalu besar dan sepi pengunjung, tetapi tokonya sangat bersih. Pemilik tokonya adalah pasangan suami-istri setengah baya, dan mereka berdua terlihat sangat manis. Mereka berdua akan menyempatkan diri untuk menatap pasangannya di setiap tindakannya. Zhu Haimei sampai bisa merasakan kemanisan dan kehangatan di antara mereka berdua.

Melihat mereka berdua membuat hati Zhu Haimei dipenuhi dengan perasaan iri. Tidak peduli di kehidupan sebelumnya atau yang sekarang, Zhu Haimei selalu mengharapkan kehidupan yang penuh cinta seperti itu. Ia selalu berharap agar dirinya bisa bertemu dengan seseorang yang bisa menjalani hidup dengan tenang dan bahagia bersamanya sampai tua.

Apakah Shen Dongyuan adalah orangnya? Apakah ia akan mengalami kesulitan dalam tugasnya? Tebakan Zhu Haimei ternyata benar. Shen Dongyuan saat ini memang sedang mengalami kesulitan. Misi Shen Dongyuan kali ini sama dengan misi yang sebelumnya, tetapi targetnya telah berubah. Targetnya kali ini adalah orang nomor satu, sedangkan target dari misinya yang dulu adalah orang nomor dua.

Sewaktu ia menghadapi target nomor dua, ada satu orang anggota timnya yang meninggal dan satu orang yang terluka parah. Lalu bagaimana dengan misinya kali ini? Ia tidak yakin bisa berhasil melakukan misinya yang sekarang.

Sudah enam jam sejak mereka bersembunyi di dalam hutan hujan tropis. Mereka berenam sama sekali tidak bergerak, dan terus berdiam diri seperti tanaman yang ada di hutan hujan tropis itu. Mereka hanya bisa menggerakkan mata saja.

Karena mereka mengenakan pakaian pelindung yang tebal, tubuh mereka pun merasa panas dan tidak nyaman. Dan yang paling menyedihkan adalah, mereka harus menahan bau busuk dan rasa gatal akibat serangga yang hinggap di wajah mereka, karena mereka tidak boleh bergerak sama sekali.

Di sisi lain, Zhu Haimei yang sudah selesai makan lalu membawakan mi untuk kakak iparnya, dan sup tulang untuk ibu mertuanya. Selain itu, ia juga memesan tumis sayur dan dua mantou (roti kukus khas tiongkok) sebelum kembali ke kamar pasien tempat ibu mertuanya dirawat.

Begitu ia memasuki pintu kamar, ia melihat seorang anak muda yang memakai baju atasan berwarna khaki, dan celana panjang berwarna biru, serta sepatu kain warna hitam yang bagian ujungnya hampir jebol. Meskipun pakaian yang dikenakan anak itu sudah usang, tetapi pakaiannya sangat bersih. Anak muda itu sedikit lebih pendek daripada Shen Dongyuan, tetapi memiliki wajah yang mirip dengan Shen Dongyuan. Hanya saja, Shen Dongyuan terlihat maskulin, sedangkan anak muda di depannya ini terlihat seperti seorang kutu buku.

Anak itu adalah Shen Xijin.

"Xijin." Zhu Haimei menyapanya sambil tersenyum.

Tetapi Shen Xijin tidak mempedulikannya meskipun yang memanggilnya barusan adalah kakak iparnya. Walaupun sekarang penampilan Zhu Haimei sudah rapi dan bersih, tetapi ia tidak bisa melupakan kekacauan yang dilakukan oleh Zhu Haimei pada keluarganya.

Di sisi lain, meskipun ia tidak dianggap, tetapi Zhu Haimei tidak merasa canggung sedikitpun. Shen Xijin masih berusia enam belas tahun, dan sebagian besar anak-anak remaja memang kerap bersikap cuek seperti itu. Lagipula, Zhu Haimei sudah terbiasa diabaikan, karena itulah ia tidak menganggap serius tindakan Shen Xijin barusan.

Ketika melihat bahwa suasana hati ibu mertuanya sedang baik, Zhu Haimei lalu berkata, "Aku membawakan sup tulang untuk Ibu, dan mi untuk Kakak ipar. Xijin, apa kamu sudah makan? Kalau belum, aku akan pergi untuk membelikanmu makanan."

Shen Xijin masih enggan membalas ucapan Zhu Haimei, tetapi ibunya kemudian berkata, "Apa? Kamu membeli sup tulang? Apa itu bisa dimakan?"

Zhu Haimei lalu menjawabnya dengan santai. "Sup tulang ini baik untuk penyembuhan luka Ibu. Dokter juga mengatakan bahwa Ibu harus lebih banyak mengonsumsi sup tulang."

Begitu Zhu Haimei menyebutkan kata 'Dokter', ibu mertuanya tidak berkomentar apapun. Zhu Haimei lalu menuangkan sup tulang ke dalam mangkuk, lalu Shen Hualian menyerahkannya kepada ibunya. Zhu Haimei kemudian berkata, "Xijin, lebih baik kamu juga memakan semangkuk sup ini, karena sup ini juga baik untuk tubuh seorang pelajar sepertimu."

Shen Xijin merasa terkejut setelah mendengar ucapan Zhu Haimei barusan. Ia kemudian membalas dengan canggung. "Berikan saja pada Ibu. Aku tidak mau memakannya." Ia tidak percaya bahwa Zhu Haimei baru saja menawarkan makanan kepadanya.

Zhu Haimei pun tersenyum dan tidak membujuknya untuk memakan sup itu lagi. Lagi pula, ia akan mengatakan apa yang seharusnya ia katakan, dan akan melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. 'Terserah mereka mau mendengarkanku atau tidak, itu adalah urusan mereka,' batin Zhu Haimei.

Meskipun ibu mertua Zhu Haimei tidak bisa menggerakkan kakinya, tetapi ia masih bisa menggerakkan tangannya untuk makan. Setelah memakan semangkuk sup tulang, ia juga memakan setengah mantou (roti kukus khas tiongkok), tetapi ia masih saja merasa lapar. Tiba-tiba, Zhu Haimei menghentikan ibu mertuanya. "Ibu tidak makan selama dua hari ini, usus ibu pasti sudah menyusut, jadi ibu tidak boleh makan terlalu banyak."

Wajah ibu mertuanya langsung berubah menjadi suram. "Kamu tidak suka melihatku makan banyak, kan?"

Ucapan tersebut membuat Zhu Haimei menjadi sangat tidak tenang. Sejujurnya, ia sama sekali tidak bermaksud seperti itu.

Shen Hualian yang juga tidak mengerti maksud Zhu Haimei lalu berkata, "Jika Ibu ingin makan, maka biarkan saja."

"Yang ia katakan benar." Sahut Shen Xijin.

Kata 'ia' yang Xijin maksud pasti merujuk kepada Zhu Haimei. Meskipun Xijin bahkan tidak memanggilnya dengan sebutan kakak ipar, tetapi Zhu Haimei masih memberikan tatapan terima kasih padanya. Shen Xijin yang melihat tatapan Zhu Haimei itu, lalu berpura-pura tidak melihatnya.

Ibu mertua Zhu Haimei paling menyayangi putra bungsunya. Jika putra bungsunya mengatakan bahwa ia tidak bisa memakannya, maka ia akan menurutinya.

Zhu Haimei kemudian bergegas keluar untuk membeli pasta wijen, susu kedelai bubuk dan sebagainya. Ia menyiapkan semua itu untuk berjaga-jaga jika ibu mertuanya kelaparan saat tengah malam. Begitu ibu mertuanya melihatnya membeli barang lagi, beliau langsung marah. "Kamu selalu suka menghabiskan uang. Memangnya berapa banyak uang yang bisa kamu dapatkan sendiri?"

Zhu Haimei merasa kesal setengah mati setelah mendengar ucapan barusan. Semua uang yang ia gunakan untuk membeli barang-barang tersebut ia dapatkan dari hasil kerja kerasnya sendiri. Dan sekarang, kemarahannya pun hampir meledak. Ia lalu dengan cepat menundukkan kepalanya dan keluar dari ruangan tersebut.

Sementara itu, saat Shen Xijin selesai memakan sisa makanan yang ada, Shen Hualian dengan cepat berkata, "Bu, mengapa Ibu begitu menyulitkan Adik ipar? Bukankah sekarang ia sudah lebih baik daripada yang sebelumnya? Apa mungkin, Ibu ingin ia berubah menjadi seperti dulu lagi?"

Ibu mertua Zhu Haimei lalu menjawab dengan suara serak. "Begitu melihatnya, aku menjadi sangat marah. Waktu itu, uang di rumah sudah terkumpul lebih dari empat puluh yuan, tetapi ia mencuri semua uang itu dan membawanya pergi. Lalu sekarang ia kembali tanpa rasa bersalah. Apa ia mau berlagak menjadi orang baik?"

"Bu, aduh, pelankan sedikit suara Ibu." Ujar Shen Hualian yang kemudian berkata lagi, "Jika tidak ada hal lain yang mau Ibu lakukan, lebih baik Ibu tidur saja."

Sementara itu, di luar ruangan ada Zhu Haimei yang dapat mendengar percakapan mereka dengan jelas. Amarahnya yang sempat memuncak, kini sirna dan berganti dengan perasaan malu. 'Oh sang pemilik tubuh asli, mengapa kamu melarikan diri setelah mencuri uang dari keluarga Shen Dongyuan? Pantas saja semua orang membencimu, benar-benar tidak tahu malu,' batin Zhu Haimei.

Ia baru kembali ke dalam setelah berada di luar untuk waktu yang lama. Ia kemudian berkata kepada Shen Hualian. "Kakak ipar, aku saja yang berjaga malam ini. Kakak ipar bisa istirahat." Sepertinya dalam dua hari ini, hanya kakak iparnya saja yang begadang untuk menjaga ibu mertuanya. Meskipun begitu, Shen Hualian masih mempertahankan tenaganya.

"Kalau begitu aku akan tidur dulu sebentar. Bangunkan aku kalau kamu mengantuk."

"Tidak apa-apa, Kakak ipar tidur saja." Balas Zhu Haimei dengan bersemangat. Ketika ia bekerja di perusahaan iklan di kehidupannya yang dulu, ia terbiasa begadang semalaman dan bekerja lagi selama sepuluh jam di keesokan harinya. Sayangnya, tidak ada penjual kopi di sini. Akan lebih baik jika ia meminum dua gelas kopi.

Ketika Shen Hualian mulai kelelahan, ia menasehati ibunya sebentar, lalu tidur di kursi santai yang ada di sampingnya.

Zhu Haimei kemudian duduk di kursi sebelahnya. "Ibu makan sedikit tadi malam. Kalau Ibu lapar di tengah malam, panggil aku."

Ibu mertuanya justru menasehatinya. "Tidak mudah bagi Dongyuan untuk mendapatkan uang. Sebaiknya kamu jangan menghabiskan terlalu banyak uang."

"Baik, aku mengerti. Setelah ini, aku akan berhemat."

Melihatnya tunduk seperti itu, ibu mertuanya menjadi sedikit senang. Awalnya, ibu mertuanya benar-benar dibuat bingung oleh peramal nasib. Kemudian, ada orang yang memberitahunya bahwa perkataan peramal itu sudah diatur oleh ibu Zhu Haimei. Setiap kali memikirkan hal itu, ibu mertuanya merasa ingin muntah karena jijik. Dan semakin ia memikirkannya, ia menjadi semakin yakin kalau peramal dan ibu Zhu Haimei memang benar-benar bersekongkol. Ia merasa menyesal telah menikahkan putra sulungnya yang tampan dan bertubuh atletis dengan seorang perempuan seperti Zhu Haimei. Memikirkan hal tersebut membuat hatinya menjadi kesal, dan ia sengaja menyuruh-nyuruh Zhu Haimei untuk mengambil ini dan itu di tengah malam untuk melampiaskan kekesalannya.

Saat ia bilang ingin minum air, Zhu Haimei akan menuangkan air untuknya. Lalu ia bilang airnya terlalu panas, maka Zhu Haimei akan menambahkan air dingin ke dalam gelasnya. Kemudian ia mengatakan kalau airnya terlalu dingin, dan membuat Zhu Haimei pun menambahkan air panas lagi ke dalam gelas sang ibu mertua. Dan saat hendak meminumnya, ibu mertuanya berkata bahwa ia sudah tidak ingin minum lagi.

Setiap setengah jam atau lebih, ibu mertuanya akan mengatakan bahwa ia ingin buang air kecil. Namun setiap kali Zhu Haimei sudah mengambilkannya baskom urin, ibu mertuanya akan berkata bahwa ia tidak bisa mengeluarkannya. Akhirnya Zhu Haimei pun keluar, karena tidak kuat menjaga ibu mertuanya sendirian. Saat ia hendak membangunkan Shen Hualian, ibu mertuanya buru-buru mencegahnya. Kalau sudah begini, bukankah sudah jelas bahwa ibu mertuanya itu memang sengaja menyiksanya?