Namaku Irina dan aku adalah perempuan yang amat bahagia.
Kenapa? Karena aku jadian dengan lelaki yang sudah aku suka sejak kecil.
Lelaki itu bernama Rangga, Dia sepenuh hati menyatakan kalau ia menerima perasaanku.
Rangga menyatakan kalau aku berhasil mencuri hatinya. Dan mendengar pernyataan itu, aku menjadi amat gembira sampai-sampai aku tidak bisa menahan air mataku. Aku sungguh bahagia.
Namun sebelum aku merasakan kebahagian tersebut, aku benar-benar merasa galau karena tahu Rangga memiliki rasa suka dengan seseorang, dan syukurlah, berkat nasihat Rika, teman SMP yang satu sekolahku yang kini satu SMA denganku berkata;
"Kalau kau suka dengan orang itu... kenapa kau tidak berusaha untuk mewujudkannya? Kau tahu kalau kau diam maka kau tidak akan mendapatkannya, ya udah kejar itu orang dan buat dia suka denganmu!"
Begitu kata Rika waktu itu... nasehatnya seakan menyuruhku untuk memaksakan kehendakku. tapi apa yang Rika katakan benar, oleh karena itu aku berasumsi kalau aku tidak segera mengalihkan perasaan suka Rangga ke diriku, maka aku hanya menunggu Rangga lepas dari genggamanku... maksudku menjadi sedih karena Rangga jadian dengan perempuan selain diriku.
Oh iya, Rika adalah perempuan yang Rangga suka. Rika sama sekali tidak tahu kalau Rangga suka dengannya. dan berkat nasehat dari Rika sendiri, Memberitahukan kalau dia dinaksir oleh Rangga adalah langkah yang amat bodoh. Meskipun aku mendengar kabar kalau Rika sudah punya pacar, aku tidak mau ambil resiko kalau Rika membalas perasaan Rangga.
Meskipun aku telah resmi jadian dengan Rangga, aku tidak akan memberitahukan Rika akan perasaan suka Rangga padanya. Setidaknya tidak melalui mulutku... ataupun mulut Rangga. Melalui Tito?... Hmmm... entahlah... tapi kayaknya aku tidak masalah.
Oh iya, mengenai Tito...
Antara merasa berterima kasih sekaligus jengkel dengannya.
Tito adalah informan ku ketika aku sedang ingin tahu informasi mengenai Rangga. Dia selalu mengirimiku SMS yang berisi informasi mengenai Rangga. Dia secara sukarela memberikan informasi mengenai Rangga. Aku yang tahu kalau Tito adalah sahabat baik Rangga tidak secara terang-terangan menolak informasi gratis tersebut dan bertanya apa tujuan Tito membeberkan informasi tersebut.
"Kita sudah lama temenan sejak kecil, dan aku sudah tahu kalau kau suka sama Rangga. Karena kelihatannya menarik, maka aku membantumu."
Membaca balasan SMS seperti itu, jelas aku jadi sedikit merinding. Aku yakin bahwa aku hanya memiliki rasa kagum pada Rangga waktu kecil, terutama waktu ia menolongku ketika dijahatin sama anak-anak badung waktu itu. Aku mengenal Tito ketika sehari setelah kejadian itu, Rangga sering datang kerumahku mengajakku bermain di rumah Tito yang memiliki konsol gim. Kalau tidak salah, nama konsol gim itu adalah PlayStation.
Meskipun aku hanya sekedar nonton, aku lebih cenderung menyemangati Rangga ketika bermain melawan Tito dan menghiburnya ketika dirinya kalah... Meskipun Rangga sering kalah telak dalam hampir permainan apapun, aku tetap menyemangati dan menghibur rangga. Mungkin tidak adil bagi Tito, tapi aku belum begitu kenal dan dekat dengan Tito... jadi rasanya wajar kalau aku perlakukan dirinya secara (sedikit) dingin waktu itu.
Yah... aku yakin begitu.
Kembali lagi, tebakan Tito sama sekali tidak meleset dan aku memang menyimpan rasa suka semenjak bertemu dengan Rangga saat hari masuk pertamaku pindah sekolah. Dan dengan itu aku terus menerus menerima informasi mengenai Rangga, termasuk berita kalau Rangga suka dengan Rika. Dan berawal dari itu, aku langsung galau dan uring-uringan, mendapat nasehat dari Rika dan berusaha mengalihkan perasaan Rangga sebelum terlambat. Aku amat berterima kasih pada Tito yang telah membuat aku segera melakukan tindakan.
Oh iya, Rika adalah temanku... meskipun tidak terlalu akrab, tapi dia orangnya baik.
Aku yang orangnya suka sungkan dan ragu-ragu dapat menjadi akrab dengannya karena sikapnya yang tidak pilih-pilih teman.
Jujur aku merasa bersalah ketika aku minta pendapat dengannya mengenai Rangga. Aku bahasakan padanya kalau aku sedang suka sama seseorang namun orang itu suka sama orang lain.
Rika dengan senyumnya menggoda diriku mengenai siapa orang tersebut hingga akhirnya berucap:
"Selama mereka belum jadi secara resmi, masih halal hukumnya untuk menikung."
Kata-kata bijak namun kontroversial itu memotivasi diriku untuk semakin berusaha mendapatkan Rangga... namun kaget bahwa seorang Rika yang pendiam baik, memberikan saran yang... sangat tidak sesuai dengan imej dirinya.
Gimana yah, kesannya kecentilan.
Terutama waktu ia tersenyum menasehatiku dan sambil satu matanya melirik kearah Rangga.
Oh, ngomong-ngomong mengenai kenapa aku jengkel pada Tito? Itu karena dia membuat Rangga harus membayar bill-nya di kafe waktu itu. Rp. 100.000 itu bukanlah uang sedikit untuk anak SMA. Meskipun Rangga mampu membayar bill tersebut dengan meminjam sedikit uang jajanku, aku secara pribadi tetap jengkel dengan Tito.
Mengenai aku yang dikerjain oleh Tito di kafe?
Ummm... kalau itu netral, aku jengkel tapi aku bahagia.
karena dari situ, Rangga luluh dan menerima perasaan sukaku.
Lagi pula... meskipun aku merasa amat malu...
aku yakin pandangan Rangga mengenai diriku waktu itu membuat diriku tampak mempesona di matanya.
Guhehehehe
Yap, entah karena hal itu, aku berhasil... aku berhasil jadian dengan Rangga.
"Irina... Rangga datang menjemputmu, cepet selesai dandananmu!"
Ah... Ibuku blak-blakan sekali. Aku tahu kalau ibu tidak keberatan kalau aku jadian dengan Rangga, tapi jangan ngasih tahu kalau aku lagi dandan bu!
Aku mau tampil anggun pada kencan pertamaku dengan Rangga. Bukan merah malu-malu karena ibu!