Chereads / Cinta Yang Tersesat / Chapter 8 - Gadis misterius

Chapter 8 - Gadis misterius

Aku benar-benar tidak mengerti. Kemana perginya Pak Supriadi yang menyapa kami beberapa saat yang lalu.

Bahkan jika teman sekelasku menjadi panik dan menganggap bahwa yang tadi itu adalah penampakan, aku tidak akan begitu mudah mempercayainya dalam satu pandangan.

Tidak, lebih tepatnya aku tidak ingin mempercayai hal itu.

Aku kembali ke sisi Arin dan Risa.

"Maaf, sepertinya Pak Supriadi benar-benar hilang"

Setelah aku mengatakan hal itu, salah satu teman sekelasku tiba-tiba bertingkah aneh. Tangannya bergerak seperti menggaruk dinding dengan kasar sambil bergumam sesuatu yang tidak jelas. Teman-teman yang berada di sekitarnya mulai menjadi lebih panik.

"Whaaaaa! Ada yang kerasukan!"

"Lari!"

Beberapa orang berhamburan keluar kelas dan meninggalkan orang yang kerasukan di belakang. Ya, aku pikir itu pilihan yang tepat. Kau tidak bisa sembarangan menyentuh orang yang kerasukan, jika kau tidak punya pertahanan yang kuat, kau hanya akan ikut terpengaruh, dan hal itu bisa memperburuk keadaan.

Mari tunggu bantuan datang, tapi apakah ada seseorang di sini yang bersedia mencari bantuan secara suka rela?

Aku pikir dengan keributan seperti ini biasa menarik perhatian beberapa orang yang dekat dengan kelas kami, tapi berapa lama pun kami menunggu, tidak ada orang yang datang.

Itu cukup aneh.

Aku akan mengambil inisiatif untuk memanggil bantuan.

"Risa, Arin, aku mau keluar dulu cari bantuan"

"Satria, aku ikut"

"Tapi Ris-"

"Aku ikut! Atau kamu punya masalah dengan itu?!"

Risa terus memaksa untuk ikut meskipun aku hanya ingin pergi sendiri. Aku tidak punya pilihan untuk menolak, bagaimanapun Risa akan terus memaksa ikut meskipun aku terus menolak usulannya.

"Ok deh, kamu boleh ikut"

Arin menyela, "Aku ikut juga"

Aku melihat wajah Arin yang tersenyum tak kenal takut, tapi aku sedikit memperhatikan kakinya sedikit gemetar. Arin, kamu tidak perlu memaksakan diri untuk ikut denganku.

Meskipun aku ingin menolak, hatiku bersorak gembira. Aku tidak pernah punya waktu untuk bersama dengan Arin, ini bisa menjadi kesempatan yang bagus untuk menjadi lebih dekat dengannya.

Kami bertiga keluar kelas, aku dan Risa berjalan di depan untuk melihat keadaan. Anehnya tiga kelas yang berada di lantai yang sama dengan kelas kami benar-benar kosong.

Braak!

Tiba-tiba suara pintu dibanting dengan keras terdengar dari belakang kami. Arin yang terkejut menarik tanganku dengan refleks, sentuhan tangannya benar-benar hangat dan lembut. Ah, aku sangat ingin menangis saat ini, sepertinya ini adalah hari keberuntunganku.

Risa memandang kami berdua, "Sa-Satria, aku boleh pegang tangan kamu ya? Aku mulai takut" dan dia telah mengambil sisi lainnya bahkan tanpa persetujuan dariku.

Lagi-lagi aku mencium parfum aroma jeruk yang manis datang dari Risa, tubuhnya menempel erat padaku seperti lem.

Diapit oleh dua gadis cantik, aku tidak bisa menahan perasaan meledak-ledak dalam hatiku. Jantungku berdegub cepat, wajahku semakin memanas.

KRRRRIIIIIIIIIIINNNGGGG!!!

Bunyi alarm berdering keras seperti orang gila yang kehilangan rem.

Aku membuka mataku dan melihat langit-langit genteng tanah liat yang biasa aku lihat setiap pagi.

Dalam hati, aku merasa kesal dengan bunyi alarm.

"Sial! Kenapa kau harus berbunyi di saat yang paling menyebalkan"

Aku ingin tidur lagi sambil berharap bisa menyambung mimpi itu, tapi aku mengurungkan niatku untuk tidur kembali.

Aku menjalankan rutinitas harianku seperti biasa, dan pada akhirnya melupakan sebagian besar detail mimpi yang aku lihat.

Apa yang tetap tertinggal dalam pikiranku adalah bahwa itu sebuah mimpi yang indah.

Tapi ini adalah pertama kalinya Risa ikut terlibat dalam mimpiku. Biasanya aku hanya melihat Arin karena hanya dia yang selalu aku pikirkan. Sedangkan untuk Ardi… Yah, katakan saja itu seperti aku sudah terlalu terbiasa dengan tingkah konyolnya hingga masuk ke dalam mimpiku.

Sebenarnya apa yang terjadi padaku?

Setelah berpamitan, aku mengambil sepedaku sambil membayangkan wajah gadis pujaanku. Kulit yang cerah, senyuman yang lembut, dan wajah yang selalu ceria.

Itu benar, aku hanya mencintai Arin.

Tapi… kali ini sedikit berbeda. Sekilas dalam imajinasiku tentang Arin, aku melihat wajah Risa yang sedang marah.

Aaaaaah!

Serius! Apa yang sedang terjadi padaku?!

Mungkinkah ini karena aku pulang bersama Risa kemarin?

Ini benar-benar gawat, jika aku melangkah lebih jauh bersama Risa, hatiku mungkin akan diambil olehnya tanpa aku sadari.

Ah, terserah lah, aku ingin segera berangkat sekolah dan melupakan hal ini secepatnya.

Aku mengayuh sepedaku dengan pelan, jalanan yang berbatu masih sedikit gelap, untunglah ada lampu kecil di depan sepedaku yang dinyalakan oleh dinamo kecil yang dipasang di dekat roda depan. Ini seperti memanfaatkan putaran roda sepeda dan mengubahnya menjadi energi listrik yang kemudian digunakan untuk menyalakan lampu sepeda.

Meskipun tidak begitu terang seperti lampu pada kendaraan bermotor, lampu kecil ini telah membantu jalanku menelusuri jalanan yang masih gelap setiap pagi.

Ah, aku merasakan ketenangan yang memuaskan.

Angin lembut berdesir di telingaku seperti bisikan halus, kabut tipis yang menyegarkan kulit, dan gema bel sepedaku yang berbunyi nyaring.

Kring! Kring! Kring!

Entah kenapa hari aku bersenang-senang dengan bel sepeda yang begitu sederhana. Benar-benar kebahagiaan yang sederhana.

Hari ini sepertinya tidak banyak orang yang pergi ke sawah. Yah, itu wajar, tidak setiap hari orang-orang pergi ke sawah.

Tidak seperti kemarin, aku tidak mendapatkan bekal apapun dari orang-orang yang pergi ke sawah. Ini tidak seperti aku berharap mendapatkan sesuatu.

Lagi pula, hari ini aku membawa bekalku sendiri yang disiapkan oleh ibuk. Berkat lauk yang diberikan oleh Risa kemarin, lauk dimasak ibu sebelumnya masih tersisa banyak, jadi aku bisa mendapatkan bekal.

Sungguh, aku ingin berterima kasih kepada Risa lagi.

Sementara aku tenggelam dalam pikiranku, tanpa sadar tanganku telah mengambil kemudi sepeda ke arah rumah Risa.

Dari kejauhan, aku melihat seorang gadis yang sangat cantik, rambutnya memanjang hingga pinggang dan berayun lembut dibelai angin sepoi-sepoi. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, tapi lekuk tubuh yang sangat sempurna membuat mataku tidak bisa berpaling darinya.

Sebelum aku sempat mendekat dan melihat wajahnya lebih jelas, dia buru-buru berlari masuk ke rumah Risa.

Apakah itu saudarinya Risa? Gadis itu benar-benar mencuri hatiku pada pandangan pertama.

Tidak, tunggu, sadarlah Diriku! Kau sudah punya seseorang yang kau sukai!

Aku sedikit menampar wajahku untuk menyeretku kembali pada kenyataan. Untunglah ini bukan mimpi lagi, gadis yang tadi itu benar-benar nyata.

Tadi dia sepertinya membeli sayuran di pedagang sayur keliling. Aku ingin bertanya pada penjual itu, tapi aku mengurungkan niatku untuk melakukannya.

Meskipun begitu, aku tidak bisa menahan rasa penasaran di hatiku untuk mengetahui nama gadis itu.