Sinar matahari dan suara kicauan burung gereja menyapa Rachel yang baru bisa mengalahkan rasa malasnya untuk bisa bangun dari tempat tidurnya. Rachel melihat sekeliling kamarnya dan melihat sebuah manekin yang mengenakan gaun berwarna violet. Rachel menghela napas kemudian pergi ke kamar mandi yang ada di kamarnya untuk mencuci muka.
"Hahh... aku lelah..." Keluhnya.
Rachel memperhatikan wajah nya yang kala itu terlihat kusam di hadapan cermin.
"Ini pasti karena make up kemarin belum di bersihkan, bodohnya aku." Keluhnya lagi.
Sementara Rachel sibuk mengeluh dengan keadaannya, Andrew telah berpakaian rapi duduk di kursi kesayangannya sambil membaca koran dan di temani secangkir kopi hitam pahit. Hari ini Andrew harus pergi ke pertemuan penting antar direktur perusahaan yang memiliki kontrak dengan perusahaan Ideal Fashion untuk membahas perpanjangan kontrak dan pajak.
Rachel yang baru mencuci muka dan menyikat giginya, pergi menghampiri Andrew dengan hanya memakai piyama saja. Andrew yang melihat kedatangan Rachel, mengerutkan dahinya ketika melihat adik perempuan semata wayangnya itu memakai piyama yang ia pakai semalam.
"Apa-apaan pakaian mu itu?" Tegur Andrew dengan datar dan dingin.
"Memangnya kenapa?" Tanya Rachel.
"Sana ganti! Gunakan pakaian yang ada di dalam lemari mu itu! Dasar gadis macam apa kau ini!" Bentak Andrew setelah mendengar pertanyaan Rachel.
"Tidak perlu membentak ku seperti itu, aku tidak pergi kemana pun hari ini jadi apa masalahnya hanya memakai pakaian seperti ini? tidak ada masalah sama sekali kan." Ucap Rachel dengan tenang.
"Siapa yang bilang kau tidak akan pergi kemana pun hari ini?" Tanya Andrew sambil menaikan salah satu alisnya.
"Hah? Memangnya aku mau di bawa kemana lagi? sudah cukup, perjalanan kemarin melelahkan." Jawab Rachel dengan malas.
"Ikut aku ke pertemuan hari ini." Ucap Andrew dengan nada bicara yang sedikit di tinggi kan.
"Pertemuan apa lagi itu?" Tanya Rachel.
"Sudah ikut saja, sekarang pergi ganti baju mu dengan gaun violet yang ada di kamar mu itu." Jawab Andrew.
Rachel menghela napas mendengar perintah kakaknya itu, dengan langkah gontai ia berjalan menuju kamarnya. Bibirnya mengerucut saat ia sampai ke dalam kamarnya. Ia perhatikan gaun violet itu baik baik.
"Apa aku harus berpakaian seperti itu setiap hari?... Ini melelahkan...". Gerutu Rachel sembari membuka piyama yang ia kenakan.
"Gaun nya cantik sih cuma...eh tunggu dulu gaun ini..."
Rachel memperhatikan gaun itu dengan seksama dan seketika ia ingat bahwa model dari gaun itu sama dengan sketsa yang berserakan di lantai ruang kerja Jun.
'Oh tidak!'. Batin Rachel.
Rachel memeriksa setiap detail gaun itu dan ia menemukan sebuah kertas yang tertempel pada kerah bagian belakang. Kertas itu bertuliskan 'Pakai gaun ini dan temui aku'. Setelah membaca secarik kertas itu, Rachel akhirnya paham bahwa ia akan di bawa kakaknya ke tempat yang ia sebut neraka mode itu. Namun, ia teringat akan sesuatu. Ia ingat model hiasan pita yang ada di gaun itu sangat mirip dengan model ikatan pada gaun yang ia kenakan kemarin.
Pikirannya bergejolak, Rachel ingin sekali bertemu dengan Eden tapi ia tidak mau berurusan dengan anggota keluarga McKenny dan besar pula kemungkinan bahwa Jun sengaja menjebaknya.
Dengan pasrah, Rachel mengenakan gaun violet itu. Gaunnya sangat cocok saat Rachel kenakan walaupun bentuk tubuhnya tidak se-langsing model majalah ataupun iklan sabun mandi. Rachel berputar mempertontonkan gaun yang ia kenakan tepat di hadapan cermin.
Ketika Rachel sedang sibuk dengan dirinya sendiri, telepon genggamnya berbunyi. Ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Rachel tidak menghiraukan panggilan itu, tak lama kemudian pintu kamar Rachel terbuka dengan kasar.
BRAAKKK!
Andrew masuk ke dalam kamar Rachel dengan ekspresi wajah yang tidak bersahabat dan kening yang berkerut. Rachel tahu bahwa itu adalah alarm pertanda bahaya untuknya tapi ia tidak bisa berbuat apapun, Rachel hanya dapat berdoa agar dirinya bisa di selamatkan dari amukan tidak jelas kakaknya itu.
"Lama sekali! pakai pakaian mu ce-". Ucapan Andrew terpotong ketika melihat adiknya bergaya di hadapan cermin.
Rachel dan Andrew saling berpandangan sejenak kemudian Andrew mengalihkan pandangannya dengan cepat sementara Rachel kembali menghadap cermin. Rachel duduk pada meja rias kemudian memoles wajah cantiknya. Andrew mendekati Rachel lalu memegang pundak Rachel dengan lembut.
"Ada apa?" Tanya Rachel.
"Tidak ada." Jawab Andrew datar.
"Kau mengingatkan ku kepada seseorang." Sambung Andrew.
"Siapa? Kak Clay?" Tanya Rachel sembari memoleskan lipstick di bibirnya.
Andrew menggeleng kemudian menepuk-nepuk kepala Rachel.
"Ibu mu" Jawabnya singkat lalu meninggalkan kamar Rachel.
Rachel hanya mengangguk kemudian melanjutkan kegiatan berdandannya. 10 menit kemudian Rachel keluar dari kamarnya menuruni tangga dengan hati hati agar tidak terjatuh karena sepatu yang ia gunakan tingginya hampir 10 cm. Andrew menoleh ke arah Rachel begitupun sebaliknya.
'Jika aku bukan kakak mu sudah ku pepet duluan dari si cecunguk itu' Batin Andrew.
Ponsel Andrew berbunyi, dengan sigap Andrew mengangkat telepon yang masuk ke ponsel nya.
"Ya, Halo... Semuanya sudah siap tenang saja.... Apa? Tidak mungkin.... Hmm... Baiklah"
"Rachel Ayo!" Teriak Andrew kemudian pergi untuk mengambil mobilnya di garasi.
Dengan terburu-buru Rachel mengikuti Andrew, langkahnya tertatih-tatih akibat gaun panjang dan sepatu tinggi yang dipakainya.
"Tunggu! Akh kenapa pula harus berpakaian begini" Keluh Rachel.
"Ya tuhan dasar lambat!" Keluh Andrew pula dengan perasaan jengkel.
Setelah hampir 10 menit berjalan dengan sepatu tinggi, Rachel akhirnya menyerah ia melepas sepatu nya kemudian berlari menuju tempat Andrew memarkirkan mobilnya sembari mengangkat gaunnya.
Andrew menahan tawa melihat Rachel, dia tidak habis pikir bagaimana bisa adik perempuannya bisa bertingkah seperti itu. Padahal selama Andrew tinggal bersama Rachel, adik kecilnya itu selalu bertingkah layaknya ratu, anggun dan cantik.
"Kenapa? Apa yang lucu?" Tanya Rachel heran.
"Tidak ada, Cepat masuk ke mobil dasar manja!"
Rachel masuk ke dalam mobil kemudian ia menutup pintu mobil dengan kasar. Andrew duduk di kursi pengemudi sedangkan Rachel duduk di kursi bagian tengah. Sepanjang perjalanan, Rachel hanya memandang keluar kaca jendela. Setiap Andrew berbicara ia hanya merespon dengan berdehem tanpa memalingkan pandangannya.
"Ayolah Rachel jangan seperti anak-anak" Tegur Andrew dengan kesal.
Rachel mendecak kesal, ia tidak tahu kenapa harus dilibatkan dalam urusan perusahaan karena dirinya sendiri saja hampir tidak mendapatkan perusahaan sepeser pun.
'Aku harus kabur' Batin Rachel.
Andrew memberhentikan mobilnya secara mendadak membuat Rachel yang duduk di kursi penumpang tersentak.
"Astaga Andrew kau ingin membunuh ku?!" Teriak Rachel dengan kasar.
Andrew tidak bergeming kemudian menjalankan kembali mobilnya. Setelah menempuh 10 menit perjalanan, mereka akhirnya sampai di sebuah gedung pencakar langit. Rachel memandangi gedung itu dengan seksama seakan-akan mimpi buruknya akan terwujud.
"Jangan melamun dan ikut aku" Tegur Andrew yang kemudian menarik tangan Rachel keluar dari dalam mobil dan menggandengnya ke dalam gedung. Sebelumnya, Andrew telah menitipkan kunci mobilnya kepada satpam yang akan memarkirkan mobilnya jadi ia bisa leluasa keluar masuk gedung tersebut.
Sesampainya di dalam gedung, Rachel di kejutkan dengan karpet merah dan buket bunga yang di berikan resepsionis kepadanya. Tak berselang lama, Eden menghampiri Rachel dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya. Rachel membalas senyuman Eden dengan tersenyum pula.
Andrew menyapa Eden kemudian mereka berdua masuk ke dalam lift dan menuju lantai sepuluh gedung itu sedangkan Rachel di antar oleh seorang pegawai menuju ruangan yang ada lantai dua belas. Ruangan itu luas dan terdapat banyak sekali ornamen kuno dan bunga pada pilarnya. Setelah melihat-lihat, pegawai tersebut berpamitan pergi meninggalkan Rachel yang kebingungan.
Rachel duduk di salah satu kursi yang ada di ruangan itu. Ia merasa seperti di jebak namun tiba tiba ponselnya berdering ada pesan masuk dari Andrew.
'Tunggulah disana jika aku sudah selesai aku akan menjemput mu'
Rachel mendengus kemudian melihat pesan lain yang belum sempat ia baca, Rachel terkejut dan sedikit marah pesan itu bertuliskan :
'Kamu akan selalu berada dalam kesialan'
"Aku akan meremukan kepala nya saat aku bertemu dengan orang itu, apa dia pikir aku takut? hanya karena tidak ada seorang pun yang ada di pihak ku" Rachel berbicara dengan dirinya sendiri.
Setelah duduk sendirian selama satu jam, Rachel memutuskan untuk berkeliling ruangan itu. Matanya tertuju oleh lukisan yang terpampang di dinding. Rachel sendiri merupakan pecinta kerajinan seni lukis jadi wajar saja jika ia sangat tertarik dengan lukisan baik lukisan yang telah berumur ribuan abad maupun lukisan modern.
Rachel berkeliling ruangan itu dengan berhati hati karena ada banyak benda yang terlihat antik jadi ia tidak ingin sembarang menyentuh benda benda tersebut. Setelah hampir 2 jam, Rachel mulai bosan berkeliling kemudian memutuskan untuk keluar dari ruangan itu. Ketika Rachel membuka pintunya, Jun berdiri tepat di depan Rachel dengan tatapan dingin yang menusuk, Rachel kembali menutup pintu itu kemudian menahannya dengan sebuah meja yang berat.
Jun mengetuk pintu dengan perlahan.
"Jangan lupa nanti malam" Ucap Jun dari balik pintu.
Rachel tidak merespon, ia gugup, jengkel, dan terkejut. Ia semakin yakin kalau ia di jebak. Rachel mencoba menelpon Andrew tetapi tidak di angkat. Setelah hampir dua puluh kali, Andrew mengangkat telepon dari Rachel.
"Tunggu sebentar bocah, aku akan menjemputmu ya tuhan tidak sabar sekali kau ini"
"Hei! Apa-apaan ini? Kenapa ada laki laki brengsek itu di sini?" Ucap Rachel.
"Siapa? Jun? Ku pikir hanya adik ku saja yang orangnya tidak bisa sabar"
"Apa maksud m-" Ucapan Rachel terpotong karena telepon tersebut di putus oleh Andrew.
"Ya tuhan aku harus bagaimana?" Keluh Rachel dengan panik, Ia mengigiti kuku nya.
Andrew menaiki lift bersama dengan Eden menuju ke lantai dua belas, rapat yang ia hadiri sukses sehingga harusnya ia tidak perlu menyerahkan Rachel ke Jun karena banyak sekali perusahaan besar lain yang akan menjadi sponsornya.
"Terima kasih Eden, berkat mu semuanya lancar, aku berhutang banyak kepadamu" Ucap Andrew dengan senyum sumringah.
"Gadis pirang yang bersama mu tadi itu adik mu ya?" Tanya Eden sembari membuka beberapa berkas yang ada di tangannya.
"Ya" Jawab Andrew singkat.
"Harusnya berikan dia padaku jangan ke kakak ku"
"Jun sudah menyukai Rachel sejak dulu dan sudah mengincarnya lama sekali mungkin sekitar lima tahun, tapi orang itu kesan pertamanya buruk sekali"
"Ah kakak ku memang seperti itu maafkan dia ya"
"Tidak apa apa lagipula ku rasa dua orang itu akan cocok, si keras kepala dan si superstar"
Pintu lift terbuka, Eden berpamitan menuju ruangan yang berbeda sedangkan Andrew pergi ke ruangan di mana Rachel di titipkan.
Andrew mengetuk pintu ruangan itu kemudian menggerakan knop yang tidak terkunci.
'Anak ini!' Gumamnya.
Andrew menendang pintu itu dengan kuat tapi tetap saja tidak terbuka. Rachel sendiri awalnya meringkuk di bawah meja yang menahan pintu namun setelah pintu tersebut di tendang Rachel tahu kalau kali ini yang datang adalah Andrew. Rachel mendorong meja tersebut kembali ke tempatnya sedangkan Andrew yang sudah tidak sabaran kembali menendang pintu itu dan akhirnya terbuka. knop pintunya terlepas dan pintu itu bengkok.
"Kau apakan pintu ini tadi?!" Tanya Andrew dengan garang.
"Kau lihat sekarang pintu ini rusak gara gara kau" Sambungnya.
"Apa?! Kau sendiri yang menendangnya kenapa malah menyalahkan ku" Rachel yang tidak terima mendengus kesal.
"Sudah jelas kau yang membuat pintu ini rusak kenapa malah menyalahkan kakak mu dasar keras kepala!" Tegas Andrew.
"Kau yang-" Belum sempat Rachel menyelesaikan pembelaannya, Andrew menarik tangan Rachel dan menyeretnya menuju lift di sana mereka berdua hanya terdiam tanpa ada satu kata pun yang keluar.
Sementara itu, Eden pergi ke ruangan tempat Jun menyeleksi desain pakaian yang di kirimkan kepadanya. Eden mengetuk pintu kemudian membuka pintunya dengan perlahan.
Jun tengah duduk bersandar di kursinya. Ia menatap tajam Eden yang berada di hadapannya.
"Jadi? Bagaimana?" Tanya Jun dingin.
"Andrew dan perusahaannya mendapatkan modal dan sponsor baru, jadi dalam waktu dekat mereka akan memiliki kontrak kerja dengan perusahaan lain" Jawab Eden yang kemudian menaruh tumpukan berkas di atas meja Jun.
"Kau bercanda ya kan?" Jun melepas kacamata yang ia kenakan saat melihat beberapa desain.
Eden menggelengkan kepalanya. Jun melirik tajam Eden dan Eden hanya mengangguk mengisyaratkan bahwa ia tidak sedang bercanda. Jun mendecak kesal kemudian mengambil salah satu berkas yang di taruh Eden di atas meja kerjanya. Jun membolak-balik halaman dari berkas yang di bacanya.
"Jadi apa rencana mu kak?" Tanya Eden. Ia duduk di sofa yang ada di ruang tempat Jun bekerja tepat di samping jendela.
"Tidak ada" Jawab Jun singkat.
Eden berdehem kemudian memalingkan wajahnya ke luar jendela. Jun melihat ke arah ponselnya kemudian mengirimkan pesan ke seseorang.
"Jika aku jadi kau kak, aku akan menyerahkan nya pada orang lain" Ucap Eden.
"Aku tidak selemah itu Eden" Sanggah Jun.
"Tunggu saja, dia akan jadi milik ku"
"Bagaimana jika dia menolak?" Tanya Eden.
"Akan aku paksa dia hingga dia mau menerima ku" Jawab Jun dengan senyum licik yang terlukis di wajahnya.
"Kalau begitu tunggu apalagi?" Eden tersenyum dan di balas dengan senyuman dai Jun pula.
"Semoga berhasil kak" Sambung Eden.