Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Tanpa Bahasa

đŸ‡źđŸ‡©vinsi_nurlita
--
chs / week
--
NOT RATINGS
13.2k
Views
Synopsis
Vini Guerrero, gadis yang tak pernah mudah untuk mencintai. Namun, saat ia menemukan cintanya Ia tak pernah bisa mendapatkan cinta itu. Cinta yang ia miliki selalu pergi darinya, Tanpa Bahasa... Terkadang, semua menjadi bisu~Vini Guerrero
VIEW MORE

Chapter 1 - Tanpa Bahasa 1

Termenung setiap kali melihat rintik hujan membasahi tanah. Menginginkan senyum itu kembali. Namun, semua itu tak mungkin lagi.

"Kenapa lo bego banget sih Vini Guerrero! " gumamku. Jujur, aku masih belum bisa melupakan kejadian itu. Aku masih berduka dalam kabut hitamku. Walau orang lain mengira aku bahagia dalam senyumku. Semua itu aku lakukan hanya untuk menutupi kesedihanku. Aku tak bisa menahan semua ini. Aku merasakan semua perbedaan itu. Saat aku merasa kesepian lagi, saat aku merasa terasingkan dalam duniaku sendiri. Aku tidak bisa menikmati hariku lagi. Itu semua karena aku masih tak bisa melupakannya.

4 bulan lalu...

Aku terburu-buru saat menyadari bel masuk berbunyi. Untuk pertama kalinya aku merasakan masuk sekolah tepat saat bel berbunyi. Ya, memang sedikit aneh.

Braaakkkkk.....

"Aduh" rintihku seraya membereskan buku-bukuku yang berserakan.

"Aduh, maaf" kata seorang pria yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Aku tak menghiraukan permintaan maafnya dan langsung pergi meninggalkannya, masih dengan perasaan kesal.

"Huh, pagi-pagi sudah bikin hari orang berantakan, bukannya nolongin malah cuman minta maaf doang! " aku menggerutu sepanjang perjalanan ke kelas.

Sesampainya di depan kelas, ternyata Ibu Mira sudah memulai pelajarannya. Aku bingung antara masuk atau bersembunyi di UKS saja. Ya, aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padaku saat Bu Mira menyadari aku datang telat.

Gubraaakkk.....

Aku jatuh terduduk di lantai, saat itu pula Bu Mira menyadari kehadiranku. Parahnya lagi, saat aku mendongak aku menemukan cowok yang barusan menabrakku saat perjalanan ke kelas.

"Kalian, masuk! Cepat, sebelum saya mengisi buku tatib kalian! " Bu Mira setengah berteriak padaku dan cowok yang sekarang berdiri di sampingku. Aku mendengus kesal ke arah cowok itu dilanjutkan dengan langkah malas mendekati kelas.

"Ibu gak mau tau alasan kalian, sekarang kalian berdiri di depan kelas sampai pelajaran saya berakhir"perintah Bu Mira, lengkap dengan mata merah menyala. Aku sempat menelan ludahku dengan susah payah.

"Tapi saya murid baru, Bu. Saya telat karena masih cari kelas ini" kata cowok yang masih berdiri di sampingku bahkan sekarang semakin dekat.

"Ya sudah duduk! " perintah Bu Mira.

"Saya Bu? " tanyaku memelas berharap mendapat ampunan.

"Kamu berdiri! " jawabnya lantang. Aku menghela napas berat menerima kenyataan ini.

Benar-benar menyebalkan! Siapa cowok itu sih? Membuat hariku hancur. Ditambah sekarang dia malah duduk di samping bangkuku. Lengkap sudah penderitaanku hari ini.

Bel istirahat berdering. Bu Mira keluar tanpa menoleh sedikit pun padaku.

"Lo siapa sih? Ini semua gara-gara lo! " bentakku pada cowok baru itu selepas Bu Mira menghilang dari pandanganku.

"Gue Raka. Maaf dari tadi udah bikin hari lo jelek" aku sempat tertegun mendengar jawaban darinya. Aku kira dia bakal melawan ucapanku. Tapi nyatanya?

"Hei, kok bengong? Nama lo siapa? " tanya cowok yang mengaku namanya Raka itu. Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal.

"Hmm. Gue Vini. Maaf dari awal ketemu lo gue marah-marah mulu" ucapku, ia hanya tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang tercetak jelas di kedua pipi chubbynya.

Hari terus berganti hari, aku dan Raka semakin dekat. Ia sering ke rumahku untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar belajar. Bahkan kedua orang tua kami juga semakin dekat. Untuk pertama kalinya aku merasakan bahagia berada di dekat seorang cowok. Bahkan, sahabatku Nira mulai menggodaku.

"Kayaknya Raka suka sama lo Vini"

"Apasih? Kok gak jelas gitu" ucapku sambil mendorong Nira ringan.

"Masa lo gak nyadar sih? Lo kayaknya juga ada perasaan sama Raka. Gue tau kok, walopun lo itu sulit mencintai tapi cinta lo itu gak akan bisa lo tutupi. Apalagi dari gue. Lo suka kan sama Raka? " tanyanya yang menembak tepat hatiku.

Aku memang merasakan hal aneh dan baru saat aku berada di dekat Raka. Aku merasa jantungku berdegup tak normal saat menatap mata indahnya. Tak bisa ku pungkiri, aku menyukainya.

---

Hari ini aku merasa sangat bahagia. Tepat hari ini, aku tak lagi kesepian, aku tak lagi sendiri menjalani hidup. Ya, hari ini Raka sudah resmi menjadi milikku, sebagai sepasang kekasih. Dan kali ini pula aku merasakan cinta pertamaku. Dan entah sejak kapan, panggilanku dan Raka menjadi aku-kamu.

Bahkan tak terasa, hubunganku dan Raka sudah berjalan selama seminggu. Aku masih nyaman bersamanya. Aku tak merasakan adanya pengkhianatan atau semacamnya.

"Vini, pulang bareng ya? " ajak Raka saat aku dan Nira menyusuri lapangan untuk segera pulang. Aku memandang Nira untuk meminta jawaban darinya.

"Kenapa masih ngeliatin gue? Gue bisa pulang sendiri kok. Udah lo bareng Raka aja" ucap Nira seraya memamerkan barisan gigi putihnya  yang rapi. Aku balik tersenyum padanya dan segera memasuki mobil Raka.

"Besok gak ada tugas atopun ulangan kan? " tanya Raka saat mobil sudah dijalankan.

"Iya kayaknya, emang kenapa? " aku balik bertanya padanya.

"Aku pengen ngajak kamu makan di café Coklat"

"Hmm. Boleh. Tapi berangkatnya aku gak bisa barengan, soalnya masih mau ke toko buku. "

"Oke nggapapa. Aku tunggu ya, jam 8 malem" ucapnya dengan senyum manis, aku hanya mengangguk.

Malamnya...

Aku sudah duduk di meja nomor 9 dekat jendela. Masih tak ada tanda-tanda kedatangan Raka. Aku pandangi jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. 08.32 P.M

Aku mulai gelisah. Teh yang sedari tadi menemaniku menunggi bahkan sudah aku teguk habis dan telah mengisinya lagi dua kali. Akhirnya, aku pulang dengan perasaan kecewa.

Di sekolah, aku mencoba menghiraukan Raka. Ia berusaha meminta maaf padaku.

"Vi, aku minta maaf. Tadi malem aku gak bisa dateng. Temen ayah dateng dari Chicago. Aku gak bermaksud membuatmu menunggu" ucapnya yang entah sudah keberapa kalinya sejak aku menapakkan kakiku di sekolah ini. Kini, hatiku mulai luluh. Mungkin tak ada salahnya aku memaafkannya. Lagipula ini kesalahan pertamanya.

"Beneran kamu maafin? " tanyanya dengan senyum sumringah. Aku hanya mengangguk diikuti bibirku yang tersenyum tipis.

"Horee... Aku seneng banget. Sebagai perminta maafanku, aku harap nanti kamu dateng lagi ke Café Coklat"

"Aku harap, kamu tak mengulangi kesalahanmu untuk kedua kalinya" ujarku.

Malamnya... Aku duduk di tempat yang sama dengan kemarin malam, meja No 9 di dekat jendela. Aku berharap Raka tak mengulangi kesalahannya lagi. Aku menghubunginya untuk memastikan ia akan datang.

"Iya, aku masih pake sepatu. Bentar lagi berangkat" katanya di seberang sana. Aku memainkan ponselku untuk menghilangkan rasa jenuh. Suara rintik air membuatku mengalihkan pandangan keluar. Aku mendapati rintik hujan yang saling berlomba mencapai tanah. Aku kembali melirik ponselku, kini jam sudah menunjukkan pukul 08.47 P.M.

Rasa jenuh dan kesal mulai menyelimutiku. Tiba-tiba seorang pelayan menghampiriku sekedar mengucapkan bahwa Café akan segera tutup. Aku tersenyum malu saat menyadari tak ada orang lain selain diriku. Aku bangkit dan berjalan keluar dari café. Suara sepatuku terdengar sangat menyebalkan. Aku benci Raka. Ini untuk kedua kalinya ia membohongiku. Sudah cukup, aku lelah dengannya yang dengan senangnya memainkan perasaanku.

Tiba-tiba ponselku berdering, ternyata Mama Raka menelfonku. Aku mengangkat telfonnya setengah kesal.

Aku mendengar isakan di seberang sana. Aku masih tak mengucapkan sepatah kata, membiarkan orang yang di seberang sana memulainya.

"Maafin Raka sayang, Raka gak bisa dateng ke situ. Raka gak nepatin janjinya lagi. Maafin Raka, biar dia tenang" ujar Tante Meni dalam isaknya. Aku tertegun untuk sesaat, pikiranku melayang kemana-mana. Aku memutus sambungan telfon secara sepihak dan langsung mencari taksi untuk segera ke rumah Raka.

Sesampainya di rumah Raka, aku sudah melihat Raka terbujur kaku. Sudah kuduga, ia kecelakaan saat akan menemuiku di Café.

"Maafin aku Ka. Gak seharusnya kamu ngajak aku ke sana untuk kedua kalinya. Aku bodoh, aku bego, aku tolol masih ngambek sama kamu" ucapku masih dengan isak seraya memeluk tubuh Raka yang tak berdaya.

Apalah arti diriku tanpa hadirmu?

Ada dalam pelukku, bersatu selamanya

Karna cintaku ada... Untuk dirimu..

Memberikan semua yang terindah...

Karena kasih suciku hanya untukmu yang takkan mungkin hilang dan takkan pernah bisa... Sirna...

.

.

.

.

.

To be continued...