Matt dan Langit melangkah gagah keluar dari tempat persembunyiannya. Mereka berkeliling di sekitar komplek tempat peristirahatan para abnormal.
"Ada pencuri! Ada pencuri!" Teriak seseorang yang hanya menggunakan celana pendek keluar dari toilet. Sontak saja hal itu membuat seluruh penjaga melirik ke arahnya. Termasuk Matt dan Langit yang tengah melihat-lihat di sekitaran sana.
"Sial!" Tegas Matt setelah mendengar teriakan tersebut.
"Kau jangan buat mereka curiga, jangan terlalu dekat denganku nanti," Pinta Matt pada Langit yang kemudian berlari mendekat ke arah pria setengah telanjang itu.
"Apa maksudnya?" Bingung Langit yang kini ditinggal Matt lari. "Jangan-jangan.." Benaknya menduga-duga, kemudian ia menyusul Matt ke arah pria yang berteriak barusan.
Kerumunan telah tercipta, Matt menyerobot masuk ke dalam sana.
"Apa yang dicuri?!" Tanya Matt bergaya sebagai seorang ketua di tengah kerumunan dan membuatnya menjadi pusat perhatian kini bersama pria setengah telanjang.
Pria setengah telanjang itu memasang wajah cemasnya sebelum menjawab perntanyaan Matt, "Seragamku, Pak!"
"Apa ada yang punya pakaian cadangan?" Tanya Matt lagi namun kali ini pada semua penjaga yang telah mengerumuni pria itu.
"Biar aku ambilkan!" Lantang seorang penjaga dari bagian belakang kerumunan. Matt melirik ke sumber suara berasal, dimana matanya juga menangkap sosok Langit disana meski memakai penutup wajah.
"Masuklah ke dalam kamar mandi!" Perintah Matt.
"Apa kau tak malu jadi tontonan mereka?!" Sindir Matt yang kemudian menuntun pria itu masuk kembali ke dalam kamar mandi.
Kerumunan itu akhirnya memecah kembali setelah Matt menemukan solusi tersebut. Namun, Langit sedikit kebingungan. Ia bingung harus membaur kemana lagi kini.
"Aku harus kemana sekarang?" Bingungnya dalam benak.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya yang berhasil membuatnya terkejut. "Hei! Kau mau kemana?"
Langit hanya menggeleng, ia hanya berharap gelengan kepalanya bukanlah suatu masalah.
"Kalau begitu, ikuti aku!" Ajak penjaga yang tak Langit kenali itu.
Langit hanya mengikuti langkah penjaga itu. Dalam langkah yang masih melaju, pria di depan Langit berkata kembali, "Bantu aku mengangkut barang-baramg ke heli yang akan datang, bantu aku juga menurunkannya,"
"Heli? Jadi nanti aku juga ikut naik heli itu?" Tanya Langit yang belum tahu jobdesk penjaga disana.
"Kau anak baru ya? Tapi setahuku para penguasa tak pernah membuka lowongan pekerjaan,"
Langit benar-benar takut mengeluarkan sepatah kata, takutnya dia salah menanggapi nantinya dan malah menimbulkan pertanyaan baru.
Namun, sebelum Langit menjawab dengan semua kebingungan dalam dirinya, penjaga yang bersamanya kini akhirnya kembali mengeluarkan sebuah kalimat, "Tapi terserahlah aku tak peduli, yang penting itu..."
Ucapannya terpotong oleh kalimat lain yang kini ditujukan pada Langit, "Yang penting apa coba?"
Langit hanya diam dan mengangkat sebelah alisnya di balik penutup wajah yang tak dapat ditembus siapapun.
Pria itupun kembali melanjutkan ucapannya, "Yang penting, aku dibayar disini,"
Brrrrrr...
Deru helikopter terdengar, tumpukan kotak kardus sudah ada di depan mata, tinggal dipindah ke dalam helikopter.
Setelah helikopter mendarat dengan kepulan pasir yang berhasil diterbangkannya hingga membatasi pandangan. Langit dan penjaga tadi segera memindahkan tumpukan kotak kardus berukuran besar itu ke dalam helikopter, dan tak lupa mereka juga ikut naik untuk menurunkan benda-benda itu lagi di tujuan.
Langit hanya diam dalam helikopter, hanya menyimak apa yang dibicarakan penjaga yang mengajaknya tadi dengan sang pilot.
"Para abnormal itu benar-benar menguntungkan para penguasa, mereka semakin kaya kini," Ucap sang pilot.
"Benarkah? Entah apa yang mereka lakukan sampai membuat manusia tak berdosa itu jadi abnormal macam zombie baik," Timpal Penjaga.
"Mereka hanya memberi gas racun saja, tak lebih, entah siapa yang mengakali semua ini, kadang-kadang aku tidak tega melihat mereka diperbudak seperti itu,"
"Yaa.. Tapi apa boleh buat ya kan? Kita juga cuma babu, masih baik kita tak dijadikan abnormal macam mereka,"
Makin lama mereka berbincang tentang abnormal dan penguasa, Langit akhirnya buka suara karena rasa penasaran dalam dirinya lebih berani mendorong mulutnya untuk terbuka, "Ngomong-ngomong, kalau mereka habis, apa para penguasa akan mencari mangsa lagi untuk dijadikan abnormal?"
"Kau bisa bicara ternyata," Ejek penjaga yang memang dari tadi hanya mendengar beberapa patah kata saja, sisanya hanya dengan bahasa tubuh.
"Oh iya, bagaimana kalau perlahan abnormal-abnormal itu mati, apa mereka akan mencari mangsa lagi, pak pilot?"
Sang pilot pun hanya mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu. "Mungkin mereka akan menjadikan kalian para penjaga mangsa selanjutnya," Ceplos Pilot .
"Enak saja," Kesal Penjaga.
"Suruh saja mereka memangsa penduduk miskin sekitaran sini seperti dulu," Tambah Penjaga.
"Mana ada lagi penduduk sekitar sini yang masih hidup, mereka membombardir semuanya sampai habis tak tersisa, itupun perbuatanmu kan?" Jelas Pilot dengan akhiran menyindir penjaga.
"Aish.. Tidaklah, aku hanya mencekoki beberapa, sisanya para tetua yang melakukannya, sebenarnya aku kasihan pada mereka, apa salah mereka coba, apa karena mereka miskin, hah? Dasar orang kaya, macam tak punya kegiatan lain saja,"
"Itu.. Itulah pemikiran babu macam kau, mereka orang kaya melakukannya agar mereka semakin kaya lah, mereka memutar uang mereka seperti itu, memanfaatkan keadaan sekitar semaksimal mungkin,"
"Terserahlah apa omonganmu Kap,"
"Ish.. Kau kesal rupanya," Sahut Pilot.
Langit tak lagi mencampuri pembicaraan mereka, ia lebih baik mengamati keadaan sekitar. Bangunan tengah laut sudah nampak di matanya. Nampak seperti tambang minyak bumi yang pernah ia lihat dalam berita.
Tiba-tiba dalam benak Langit teringat sebuah keadaan dimana ia tengah berdiri menatap sebuah layar kecil di sudut ruangan. Televisi di rumah bututnya yang berisi liputan berita tentang tambang minyak di saudi arabia. Ia benar-benar mengingat hal itu. Sesosok pria setengah renta duduk di atas kursi yang kayu hampir roboh.
~~~
"Lihat Beno! Mereka bekerja disana dibayar mahal, kalau kau mau punya cita-cita, punya cita-cita seperti mereka, dibayar mahal meski memang harus jauh dari orang tua dan bertarung dengan laut," Ujar Bapak tua yang tengah menyantap makan siangnya dengan lahap meski dengan lauk seadanya.
"Lalu kenapa tak Ayah saja yang bekerja disana?" Tanya dirinya.
"Yee.. Ayah kan sudah tua dan tak ada masa lagi untuk belajar, kamu kan masih muda, masih belum terlambat untuk jadi seperti mereka,"
"Tak mau lah, lebih baik aku jadi nelayan seperti Ayah, bisa berjumpa dengan ikan-ikan di lautan, sedangkan mereka, aku rasa mereka tak punya waktu untuk menikmati itu, tampaknya mereka hanya sibuk dengan kapal besar itu,"
~~~
Matanya mengerjap sekaligus saat tiba-tiba bayangan dalam benaknya hilang juga.
"Beno? Apa aku yang bernama Beno itu?" Tanyanya dalam hati penuh kebingungan.
"Hei! Cepat turun! Kita sudah sampai!" Ucap penjaga yang membuatnya terkejut dalam lamunan.
"Oh iya iya," Jawab Langit.
Mereka pun menurunkan benda-benda yang sebelumnya mereka naikkan ke atas heli. Setelah itu, Langit berniat untuk kembali ke komplek para abnormal dengan kembali naik ke atas heli. Namun, langkahnya dihentikan pria penjaga yang dari tadi bersamanya, "Hei! Kau mau kemana?"
Langit terheran, ia kira tugasnya sudah selesai. "Bukannya sudah selesai?" Tanyanya.
"Tentu saja belum tuan sedikit bicara," Timpal penjaga bergaya sopan.
"Lalu?" Tanya Langit lagi sembari kembali turun dari heli yang sudah dinaikinya lagi.
"Bantu aku membawanya masuk juga tuan,"
"Oke," Langit mengisyaratkan kata itu dengan jarinya. Kemudian mereka membawa masuk tumpukan kotak yang sudah disusun diatas troli sejak diturunkan dari helikopter tadi.
Langit membantu penjaga itu mendorong troli besar memasuki kawasan tambang minyak bumi, bangunan tengah laut yang dalam beberapa cerita ke belakang disebut oleh Matt.