Chereads / Pulau yang Hilang / Chapter 79 - Jadi Penjaga

Chapter 79 - Jadi Penjaga

"Jadi, begitulah, aku benar-benar sudah muak disini, mereka benar-benar kejam," Tegas Matt dengan suara lirih pada pria yang kini tinggal di dalam kamarnya.

Kemarin, Matt menemukan seorang pria tergeletak di bawah pohon saat sedang berpatroli malam di tempat para abnormal beristirahat. Kalian tahu siapa pria itu?

Pria yang sudah sekitar 2 hari tersesat diantara luasnya gurun pasir yang gersang tanpa perlengkapan sedikitpun. Dalam kepasrahan hidupnya di tengah gurun tersebut, baiknya, dia menemukan sebuah pohon lebat berdiri kokoh dalam panasnya gurun. Ia meneduhkan diri disana. Memanfaatkan embun pagi yang menyisakan tetesan air di atas dedaunan lebatnya untuk meredakan rasa haus di tenggorokan pria itu.

Entah apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya hingga ia bisa sampai di tempat gersang itu, terpisah dari kawanannya, hingga akhirnya tinggal seorang diri disana. Siang hari, perutnya terasa lapar, rintihan di dalamnya menggema hingga terdengar keras olehnya seorang.

Ia tak mau mati kelaparan di tempat itu, ia memutuskan untuk kembali menyusuri padang pasir yang luas itu seorang diri. Tak seorang pun dijumpainya, tak satupun bala bantuan ditemuinya, tak ada secuil pun makanan dilihatnya. Tapi ia pantang menyerah, tetesan air dari embun pagi tadi dikumpulkannya menggunakan botol kemasan yang ia temukan hampir terkubur tebalnya pasir gersang di bawah pohon tempatnya meneduh.

2 hari sebelumnya, Matt dengan ingatan dan raga yang telah kembali normal berhasil merampas seragam penjaga dari penjaga lain yang kemudian ia singkirkan pria tersebut. Keberuntungan kini ada di pihaknya, nama di baju penjaga itu sama dengan namanya, Matt.

Waktu itu, Sepasang mata akan nampak dari lubang kecil di pintu besi. Biasanya itu terjadi saat malam hampir mencapai puncaknya, para penjaga akan bergiliran berpatroli malam mengelilingi kamar para abnormal untuk memastikan tak terjadi kejadian yang diluar dugaan seperti yang akan terjadi malam ini.

Derap langkah kembali menggema dari lorong selebar 2 meter menuju pintu besi kamar Matt. Beberapa saat kemudian, sepasang mata mendarat di depan lubang selebar mata yang bisa dibuka tutup dari luar ataupun dari dalam itu.

"Kemana abnormal itu?!" Cemas penjaga yang tak melihat ada Matt di dalam sana. Terlebih lagi kayu dari ranjang yang biasa ditiduri Matt terhampar berserakan.

Suara gesekan kunci dan lubang terdengar begitu cepat sebelum seseorang mendorong pintu besi itu dengan kuat.

'Aww!!' Rintih Matt saat tubuhnya terhimpit di belakang pintu besi itu kala dibuka.

"Kemana dia?!" Tanya Penjaga terheran sembari melirik kesana kemari mencari Matt.

Bugh..

Seketika penjaga itu tumbang sembari merintih kesakitan, "Ahh!!"

Matt yang memukulnya dengan balok kayu dari belakang melihat ia masih tersadar, kian panik. Namun pandangannya gesit melirik sebuah pisau dari saku celana penjaga yang kini masih tergeletak.

Clab..

Cucuran darah membasahi tempat penjaga itu terbaring kini. Dengan cepat Matt menutup pintu kamarnya, menyeret pria yang baru saja tewas di tangannya itu ke belakang pintu, membuka pakaian yang hampir sebagiannya terlumur darah kemudian memakaikan seragam itu di badannya.

Matt dengan langkah tak mencurigakan keluar dari kamarnya itu. Seragam itu benar-benar pas di badannya. Tanpa disangka, seorang penjaga lain sudah menantinya di ujung gang kamarnya.

"Ayo!" Seru penjaga itu pada Matt yang terdengar seperti suara wanita baginya.

Tak ingin terlihat mencurigakan, Ia membalas ajakan penjaga yang diduga seorang wanita itu dan mengikuti langkahnya yang menuju ruang para penjaga.

Ruang itu tak berada jauh dari kamar Matt, bisa dibilang ruang itu hampir bersebelahan. Ruangannya 3 kali lebih luas dari kamar yang selama ini Matt tinggali.

Para penjaga yang kebetulan ada di tengah komplek kamar abnormal berkumpul di ruangan itu. Beberapa meja dan kursi juga ada disana, bar kecil-kecilan, serta botol-botol berisi minuman beralkohol dengan kualitas tinggi tersusun di atas rak-rak belakang bar.

Hampir semua dari mereka yang ada disana melepas pelindung wajahnya. Begitu Matt dan penjaga yang ia ikuti tadi datang dan masuk ke dalam ruang itu, mereka disambut oleh penghuni di dalamnya.

"Hai Matt!!" Sapa pria dengan brewok hampir memenuhi pipinya seraya mengangkat tangan menyambut Matt.

Sekali lagi, Matt yang tak ingin dicurigai, ia berpura-pura akrab saja pada penjaga itu, ia mengangkat tangannya sembari mendekat kearahnya.

"Hai!! Pria tampan!" Timpal Matt yang sok akrab.

Pria itu nampaknya tengah mabuk, matanya nampak lelah dan sayu namun masih memaksa terbuka. "Apa?! Dia baru sadar kalau aku ini tampan, Hah??!" Ucap penjaga itu diakhiri gelegar tawa dari dirinya dan juga penjaga-penjaga lain yang juga tampaknya trngah mabuk.

Matt yang masih saja berdiri di hadapan pria-pria yang sedang mabuk tadi. Mata Matt tiba-tiba mencari penjaga yang tadi ada di sampingnya namun kini kemana penjaga itu?

Matanya menangkap beberapa penjaga dengan pelindung wajah. Tapi, ia sulit mengenalinya, semuanya tampak serupa. Namun, jeli matanya melirik setiap penjaga-penjaga itu, benaknya mencoba mengingat bagaimana postur tubuh penjaga tadi.

Saat matanya mulai mengunci objek yang dicarinya, kakinya hendak melangkah menuju kesana, genggaman berat sebuah tangan di bahunya terasa.

"Kemana?! Ayo sini duduk dulu! Kita harus merayakan kemenanganmu!!" Ucap penjaga berbrewok tadi yang kemudian mengajak Matt duduk di kursi kosong yang sengaja disediakan untuknya.

'Kemenangan apa maksudnya?!' Gumamnya dalam hati. Matt terpaksa duduk di atas kursi yang sengaja disediakan oleh pria itu.

"Minumlah!! Kau pasti lelah kan?" Ucap pria itu seraya mengasongkan botol berisi minuman beralkohol tepat di hadapan Matt.

Matt benar-benar belum pernah mencoba minuman itu sebelumnya, bahkan ia tak berniat mencobanya sama sekali sampai kapanpun. Karena Matt tak juga mengambil botol itu dan meminumnya, akhirnya pria tadi mengambil kembali botol dari hadapan Matt dan hampir mencekoki Matt olehnya, namun aksinya itu terhenti saat penjaga yang tadi masuk bersamanya segera menariknya keluar dari kerumunan disana.

"Ayo, Matt!! Cepat ikut aku!!" Ucapnya seraya menarik lengan Matt.

"Teman-teman, aku minta maaf! Ada urusan lain untuk Matt kali ini urgent!!" Lanjutnya pada para penjaga yang mengerumuni Matt tadi dan kini mereka terperangah karena aksi seorang penjaga tersebut.

Suasana sudah hening kini, Matt dibawa keluar dari ruangan itu untuk menghindarkannya dari minuman yang bisa membuatnya mabuk hingga hilang kesadaran.

"Kenapa kau menyeretku seperti itu?" Tanya Matt agak kesal meski sebenarnya ia merasa sangat bersyukur. Tapi tetap saja ia kesal pada penjaga itu karena menyeretnya dengan cara yang buruk.

"Tapi aku berhasil menyelamatkanmu dari godaan mereka, kan? Bisa-bisa kalau kau mabuk, penyamaranmu terbongkar nanti," Timpal penjaga yang Matt yakini kalau suaranya adalah suara seorang wanita.

"Apa maksudnya penyamaran?" Tanya Matt berpura-pura tak tahu maksud penjaga itu.

'Jangan-jangan dia tahu aksiku tadi,' Gumamnya dalam hati.

Penjaga itupun kembali melangkah semakin menjauh dari kerumunan para penjaga. Dan dengan terpaksa, Matt juga harus mengikuti langkahnya, karena ia ingin tahu apa yang dimaksud perkataan penjaga itu tadi.

Matt menarik lengan penjaga itu, dan saat lengan penjaga itu ada dalam genggamannya ia semakin yakin kalau penjaga berpenutup wajah itu adalah seorang wanita. Ukuran linglar lengannya lebih kecil dalam genggamannya.

"Stop! Kau mau bawa aku kemana?!" Tanya Matt saat kembali menghentikan langkah penjaga di depannya.

"Udah! Jangan banyak omong! Ikut aja!" Jawab tegas penjaga itu yang kini malah berbalik menarik lengan Matt.

Mereka melangkah cukup jauh dari sana, bahkan sampai harus keluar dari gerbang pembatas bangunan tempat para abnormal terlelap. Melewati penjaga gerbang dengan pertanyaan ketat, namun mereka berhasil melewatinya.

Padang pasir yang cukup luas tercipta. Bukan hanya hamparan, melainkan berbukit-bukit. Mereka berjalan menerobos dinginnya malam menuju bukit pasir tertinggi disana. Bukan sekedar bukit pasir tinggi, melainkan ada sesuatu hal yang mungkin tak ada di tempat lain. Pohon lebat tumbuh disana. Berdiri tepat di bukit pasir tertinggi.

Akhirnya mereka tiba tepat di bukit tertinggi. Pemandangannya memang tak terlalu indah, hanya gemerlap di kejauhan dan memang hanya beberapa saja. Mereka pun duduk diatas hampar pasir di bawah pohon berdaun lebat itu.

"Aku tahu semuanya," Ucap penjaga itu seraya membuka penutup wajahnya.

Yups! Dia benar-benar seorang wanita. Bukan hanya sekedar wanita biasa, dia sempurna di mata Matt. Matt sampai diam terkesima melihat kecantikannya, meski dalam gelap, wajahnya tetap indah di matanya.

"Matt! Halloo!!" Sapa wanita yang kini duduk di samping Matt, melihat Matt yang terdiam beberapa saat sembari terus melihat kearahnya.

"CANTIK," Lirih Matt meski pelan namun ucapannya barusan masih terdengar oleh wanita yang masih saja membuatnya terpana.

"Apa?!" Timpal wanita itu dengan nada sedikit membentak, meski itu sebuah pujian untuknya, ia membenci pria yang terpana karena hanya parasnya saja.

Keterpanaan Matt seketika buyar saat timpalan wanita tadi terdengar cukup keras baginya. "Ah.. Tidak-tidak," Dalih Matt.

"Mmm.. Kau ternyata seorang perempuan?" Ucap Matt mengalihkan pembicaraan.

"Kau pikir aku seorang pria, hah?" Tanya wanita berlesung pipi itu dengan nada yang lagi-lagi seperti membentak.

Matt mengedarkan pandangannya ke sekitar. "Ya.. Tadinya seperti itu," Timpal Matt cuek.

Wanita itupun mengedarkan pandangannya ke arah lain seperti yang Matt lakukan sebelumnya. Mereka terjebak dalam aksi saling diam dalam hening malam untuk beberapa saat. Tak ada suara lain selain suara hewan malam kini. Namun aksi diam-diaman itu akhirnya terhenti setelah wanita itu kembali memulai percakapan diantara mereka, "Sudahlah. Mm.. Aku tahu kau bukan Matt, Kepala penjaga kami yang baru,"