" Ini adalah penawarnya!!" Girang Dr. Ben.
Sebenarnya Andre sudah bisa menebak benda apa yang dimaksud Dr. Ben. Namun untuk memastikan, ia bertanya pada Dr. Ben, "Penawar apa maksudmu?"
"Penawar untuk manusia-manusia itu!," Tegas Dr. Ben.
"Manusia abnormal maksudmu?" Tanya Andre.
Dr. Ben hanya menganggukkan kepalanya pelan. Kemudian benaknya mulai merancang ide-ide untuk pembebasan para manusia abnormal itu.
"Kenapa dulu kau tidak bilang kalau penawarnya ada di desa ini?"Gertak Andre.
"Aku.. Aku tidak ingat aku menyimpan benda ini di saku jaketku, Dre" Tegas Dr. Ben
"Ya sudahlah, banyak pelajaran dari semua ini, kau dan adikmu bisa bertemu kembali dan berdamai kan?"
Andre pun menyudahi topiknya dengan Dr. Ben saat Dr. Ben berjalan melewatinya dan keluar dari rumah itu.
Andre dan Arash datang di belakang Dr. Ben. Mereka pun membawa Dr. Ben masuk ke dalam rumah Kepala desa.
"Dia tau cara menyembuhkan manusia-manusia itu", jelas Andre mewakili Dr. Ben.
"Benarkah?"
"Ya!!", seru Dr. Ben yang sudah bisa bernapas normal kembali.
"Tapi aku butuh ruang makan penjara desa untuk itu."
"Tentu, lakukanlah untukku!", perintah Kepala desa.
Dr. Ben pun kembali bersemangat menuju Penjara desa diikuti semua orang yang ada di rumah Kepala desa.
"Hei!! Kalian mau kemana??", teriak Max saat semua orang hendak pergi keluar. Sedangkan ia baru saja habis dari kamar mandi hingga ia tak mendengar percakapan dan rencana mereka.
Dr. Ben berbalik dan berteriak menjawab pertanyaan Max, "Kami mau ke Penjara dulu!!". Kemudian ia kembali berbalik dan berlari menuju Penjara yang dituju.
Max yang penasaran apa yang akan dilakukan mereka semua beramai-ramai ke penjara, ia pun menyusul mereka.
Langkah Max hampir menyamai semua orang yang tengah menuju Penjara desa. Hingga Ia pun memperlambat langkahnya saat itu.
"Kalian mau apa?", ucapnya saat langkahnya setara dengan mereka.
"Lihat saja nanti", ketus Dr. Ben.
Max pun terdiam sampai mereka tiba di penjara.
Tampak Kepala desa berbincang dengan Pimpinan penjara yang tampak sangat gagah dengan seragamnya.
"Selamat siang, Komandan!"
"Siang, Pak! Apa yang membuat anda beramai-ramai datang kemari, Pak?"
"Apa kami boleh meminjam ruang makan penjaramu sebentar?"
"Tentu, tapi kalau boleh tau untuk apa ya?"
"Kami akan membebaskan manusia-manusia abnormal"
Mendengar hal itu, Pimpinan penjaga tak langsung mengijinkan Kepala desa untuknya. Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya sadar ada Max bersama rombongan Kepala desa.
"Pak Max?", sapanya untuk meyakinkan apa yang ia lihat benar-benar Max.
Max mendekat ke tempat pria gagah itu mematung. "Ijinkanlah mereka", pintanya.
"T.. Tapi Pak?"
"Bunkerku hangus tak bersisa, aku baru sadar yang kulakukan itu salah. Jadi, ijinkan mereka menggunakannya untuk menyembuhkan manusia-manusia tak bersalah itu."
Setelah itu, Pimpinan penjaga pun melaksanakan apa yang dipinta oleh Max. Ia mengijinkan rombongan Kepala desa untuk menggunakannya.
Setibanya di ruang makan, Dr. Ben dibantu Andre dan Arash menyiapkan beberapa benda untuk memperlancar rencananya. Ia juga meminta Kepala desa, Elia, Max dan Pak Hendra mengumpulkan manusia-manusia abnormal yang merupakan warganya.
Ia mengambil beberapa kain untuk menutup setiap celah kecil seperti lubang ventilasi di ruang makan itu. Mereka memastikan tak ada udara masuk atau keluar dari ruang itu. Bukan hanya menutup ventilasi, mereka juga memindahkan meja dan kursi dari dalam ruangan itu menuju ruang lain untuk memperluar ruang gerak di ruang makan yang nantinya akan diisi manusia-manusia abnormal itu.
Manusia-manusia abnormal berbondong-bondong digiring Max, Kepala desa, Pak Hendra dan Elia dari berbagai arah menuju Gerbang masuk penjara.
Manusia-manusia abnormal berjalan lamban, berpandangan kosong, matanya sayu, dan berjalan agak bungkuk. Mereka masuk lewat gerbang besar penjara kemudian digiring masuk ke dalam ruang makan yang telah Dr. Ben dan yang lainnya siapkan.
"Siap!!", seru Andre seraya menutup pintu masuk ruang makan penjara.
"Siap!!", diserukan juga oleh Arash yang berdiri beberapa meter setelah Andre.
"Siap!!", diikuti Max yang ada di samping bangunan ruang makan setelah mendengar seruan Arash.
"Siap!!", dilanjutkan oleh Pak Hendra.
"Siap!!", Lalu oleh Elia kemudian terdengar oleh Dr. Ben di pintu belakang yang telah siap dengan masker respirator di wajahnya. Setelah itu ia masuk ke dalam ruang makan dimana semua manusia abnormal telah berkumpul. Tak lama kemudian, ia menarik pelatuk kecil di atas benda yang digenggamnya.
Cyyuuuss...
Gas dari benda itu melebar memebuhi ruangan tertutup itu. Dr. Ben segera keluar lewat pintu belakang untuk menghindari gas tersebut terhirup olehnya meski ia telah memakai masker.
Mereka dibiarkan beberapa menit di dalam ruangan tertutup itu.
"Aku harap ini berhasil", gumam Dr. Ben.
Mereka menunggu di bagian depan ruang makan itu. Sebelum akhirnya...
"Uhukk.. Uhuk.."
Seorang pria muncul dari balik pintu besar ruang makan seraya menutup mulutnya yang terus terbatuk-batuk.
"Hei! Dia keluar!!", seru Andre.
Dr. Ben menghampiri pria itu dan mencoba mengecek keadaanya. Pria itu tampak linglung. Tapi, sepertinya ia sudah benar-benar menjadi manusia kembali jika dilihat dari caranya berjalan.
"Dia sudah pulih", ucapnya seraya melirik haru semua temannya setelah mengecek keadaan pria itu.
Semua temannya menghampirinya. Dan satu persatu manusia-manusia abnormal keluar dari dalam ruang makan. Mereka masih tampak kebingungan dengan apa yang telah terjadi. Tapi, itu tak terlalu penting saat ini, yang paling penting mereka sudah kembali pulih seperti sedia kala.
"Andai Beno bisa melihat ini", lirih Dr. Ben. Tak lama tangisnya pecah meski hanya berisak sembari menundukkan kepalanya.
Sesaat setelah semuanya hampir kembali normal, Dr. Ben, Arash, Kepala desa, Andre, Elia dan Pak Hendra kembali ke rumah Kepala desa kecuali Max. Ia tampaknya tengah berbincang dengan Komandan tadi.
Max memintanya untuk menghentikan semua pengawasan di desa itu. Ia juga membebaskan para tawanan di dalam sangkar penjara.
Tapi tak sampai disitu, ia mencari kedua orang angkatnya di desa itu. Seingatnya, ia mengurung desa ini karena ada orang tua brengsek itu disini. Tapi kemana orang tua itu?
Setiap pelosok desa ia jarah, namun tak ada hasil yang didapat. Kedua orang tuanya tak ada disana.
"Kemana mereka?" batin Max.
~~~
Gercapan kedua mata terhias di wajah seorang pria yang tengah terbaring. Sinar tengah hari menusuk memasuki celah antara kelopak matanya. Tubuhnya sulit digerakkan. Rasanya seperti patah semua tulang di dalamnya.
Matanya terbuka secara lebar setelah menyesuaikan intensitas cahaya yang sangat menusuk. Tenggorakannya terasa kering.
"Dimana ini?" gumamnya.
Tubuhnya dipaksa bangun untuk melihat keadaan sekitarnya lebih jelas. Matanya makin melebar setelah mendapati hamparan pasir yang luas di sekitarnya. Pantas saja ia merasa sangat kehausan.
Beno ada di dalam padang pasir yang entah ada dimana keberadaannya. Tak ada bangunan atau reruntuhan untuk berlindung disana.
"Andre!!" teriaknya.
"Dokter Ben!!"
"Arash!!"
"Max!!"
"Kalian dimana??!!"
Beno terpaksa berjalan mencari bantuan. Tubuhnya kehilangan banyak cairan. Tapi sayang tak ada air untuk menyegarkan.
Saat berjalan, benaknya mencoba mengingat apa yang terakhir kali terjadi padanya.
Langkahnya terhenti sesaat setelah merasakan kilasan memori di benaknya, "Aku terjatuh dari heli itu"
Gulungan air yang besar menerpa tubuhnya kala itu. Terpaan gulungan itu membuatnya kalut hingga hilang kesadaran. Itu yang terjadi terakhir kali padanya. "Tapi kenapa aku bisa disini?" lirihnya.
Tubuhnya terjatuh. Ia berlutut di tengah-tengah padang pasir itu. "Aku mau pulang!!!!" Jeritnya dalam hening padang pasir. Hanya bunyi riuh pasir ditiup angin yang didengar Beno.