Sesuatu yang sangat aneh terjadi pada Ze Ai Zima.
Ia tidak lagi mengenali tempat dimana ia berdiri saat ini. Seluruh yang terlihat adalah kabut putih yang sangat kental.
Ia mengangkat tangan kedepan mata, namun ia tidak melihat tangannya itu bahkan dalam jarak 10 cm.
Ia mencoba merabanya, untuk memastikan apakah tangannya memang ada disana.
Anehnya, tangannya terasa kosong, tidak ada gelang berlian yang biasa menghiasnya. Bahkan, tidak juga dipergelangan tangannya,
di lengannya
dan juga tubuhnya!
Ze Ai Zima meraba-raba dirinya dengan lebih teliti.
Betapa terkejutnya ia ketika telapak tangannya langsung menyentuh kulitnya. Tidak ada gaun, tidak ada apapun, semuanya polos, kosong.
Ia telanjang!
Bukankah beberapa menit yang lalu dia sedang berdiri di sebuah singgasana, memakai gaun mewah berlapis emas, mengalahkan kemewahan jubah sang Kaisar, ayahnya.
Ze Ai Zima berputar-putar di tempat, ia tidak tau dimana dirinya saat ini, atau bagaimana ia bisa ada disini. Yang pasti kakinya menginjak lantai.
Lantai yang lebih lembut dari sutera. Seperti permadani berkualitas tinggi, yang tak pernah ditemukan Ze Ai Zima dimanapun, bahkan di istananya sendiri tidak ada.
Mungkin Ze Ai Zima berada di Istana yang lebih megah daripada istana ayahnya.
Dimana itu?
Bahkan seluruh dunia mengakui bahwa Istana Kerajaan Crocus di Tanah Dewa adalah istana terbesar dan termegah yang pernah ada di negara Peimei, istana itulah yang ia tinggali selama ini. Lalu bagaimana bisa ada istana lain yang memiliki permadani lebih berkualitas daripada permadaninya.
Ze Ai Zima mencoba meraba-raba dinding, namun ia tak mendapatkan apa-apa. Tidak ada apapun yang bisa ia sentuh selain kabut itu. Ia pun berjalan lurus kedepan, tanpa tau itu utara, selatan, barat atau timur. Ia hanya berjalan, mencoba menemukan ujung jalan ini.
Sekitar 20 langkah, ia menabrak sesuatu. Ternyata itu adalah dinding kayu yang juga lembut ketika disentuh. Ze Ai Zima terus meraba dinding tak terlihat itu sampai tangannya menyentuh dua buah benda berdekatan yang rasanya seperti gagang pintu.
Mungkin itu memang gagang pintu!
Ze Ai Zima menggenggam kedua gagang itu dan menarik ke arah dirinya. Pintu terbuka lebar menampilkan sebuah ruangan yang sederhana namun elegan.
Ruangan itu berbentuk segi enam dimana setiap sisinya saling berhadapan. Dindingnya terbuat dari kabut, lantainya dilapisi permadani lembut yang bercahaya merah muda, bahkan mata Ze Ai Zima berbinar kagum ketika melihat permadani itu. Ini pertama kalinya ia melihat permadani yang bisa bercahaya.
Disetiap sudut ruangan berdiri dengan anggun pilar-pilar silinder dari kristal biru yang membuat ruangan itu tampak semakin elegan.
Tepat di sisi ruang segi enam yang berhadapan dengan posisi muncul Ze Ai Zima, terdapat sebuah singgasana yang sangat megah dan indah. Jauh lebih indah dari singgasana Kaisar Ze-11, ayahnya.
Semua itu tampak sangat elegan dan memanjakan mata, namun tidak terlalu menarik perhatian Ze Ai Zima kecuali sebuah jendela persegi selebar dua meter yang menempel manis di dinding sebelah kiri Ze Ai Zima. Tepat dua sisi dari tempat Ze Ai Zima berdiri.
Sebenarnya bukan jendelanya yang menarik, melainkan pemandangan diluar jendela itu.
Ze Ai Zima melangkah masuk menyusuri permadani lembut bercahaya merah muda itu dengan hati-hati. Tanpa melepaskan pandangannya dari pemandangan yang ada didalam jendela. Semua yang ada didalamnya bergerak dan hidup, menunjukkan aktivitas disebuah kerajaan. Kerajaan yang tampak sangat suram dan mengerikan. Di setiap sudut dindingnya terdapat berbagai jenis monster yang tampak senang menyiksa penghuni istana yang melaluinya.
Seluruh perkakas didalamnya berwarna hitam kelam, manusia-manusianya bahkan memiliki tatapan kosong penuh penderitaan. Tidak satupun dari manusia penghuni istana itu yang memakai pakaian bagus, kecuali seorang raja yang memakai mahkota berbentuk tengkorak manusia yang berwarna merah darah. Jubah raja itu tampak sangat hitam dan mengkilap, sekilas terlihat indah, namun memancarkan aura kejahatan yang berlipat kali lebih besar daripada monster-monster disekitarnya. Dia seperti raja jelmaan Iblis.
Ia sedang berdiri di sebuah menara tinggi yang terbuat dari berlian hitam. Disampingnya, berdiri seorang wanita yang luar biasa cantik. Wanita itu memakai gaun merah yang sangat pas ditubuhnya.
Hati Ze Ai Zima berdesir tak nyaman ketika tatapan kosong wanita itu menatap dirinya, seolah meminta bantuan, mengundangnya untuk datang kesisinya, memeluknya, membawanya pergi dari kekosongan itu.