Raise up a cup up for all my day ones
Two middle fingers for the haters
Life's only getting greater
Straight up from nothing we go
Higher than the highest skyscraper
No Little League, we major
The proof is in the paper
We put the good in the good in the good life
We put the good in the good in the good life
We put the bad in the past, now we alright
Seorang gadis sedang berjalan sambil mendengarkan lagu melalui earphone yang bertengger ditelinganya. Ia berjalan dengan langkah yang santai sembari memasukkan kedua telapak tangan kedalam saku hoodie merah yang menutupi seragamnya. Jalanan masih belum terlalu ramai, udara pagi masih terasa segar. Ya, walaupun tidak sesejuk di perdesaan atau di pegunungan. Saat mendekati gerbang sekolah, ia mengeluarkan sebuah termos mini dan meletakkannya di atas meja satpam. Kemudian melanjutkan langkahnya menuju rooftop yang berada di lantai lima.
"Pagi, Non Kaka," sapa seorang lelaki tua yang sedang membawa perlengkapan bersih-bersih.
Gadis yang disapa sebagai 'Kaka' pun tersenyum sangat tipis, kemudian melepaskan earphone yang dipakainya. "Pak Udin sudah sarapan?"
"Belum, Non. Ini Bapak mau beresin kerja dulu," ujar Pak Udin seraya tersenyum.
"Ini, Pak. Kaka ada bawa bekal. Tadi udah sarapan juga di rumah." Gadis itu menyodorkan kotak tupperware kepada Pak Udin kemudian melenggang pergi.
"Makasih, Non. Nanti pulang sekolah Bapak balikin ya kotak bekalnya," teriak Pak Udin. Yang diteriaki hanya mengangkat tangan sembari menyatukan ujung jari telunjuk dan jempolnya sebagai isyarat 'Ok'.
Kaka, yang bernama asli Kaia telah sampai di tempat tujuannya. Disinilah ia menghabiskan waktu. Ah, lebih tepatnya menikmati waktu sendiri sebelum bel masuk berdering. Dari ketinggian, dia dapat melihat suasana pagi yang tampak begitu sibuk. Memperhatikan gerak gerik orang-orang tanpa mereka sadari. Ya, sebagai pengamat itu menyenangkan. Begitulah menurut Kaia. Tanpa perlu ikut campur kita akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Jika tidak bermanfaat untuk orang lain setidaknya sebagai nasehat untuk pribadi. Lihatlah, bagaimana mereka tergesa-gesa di pagi hari yang seharusnya dijalani dengan relax. Katanya, 'kan ontime'. Tapi tidak bagi seorang Kaia. Ontime itu bukan datang tepat waktu, tapi lebih tepatnya bagaimana memanfaatkan waktu sebaik mungkin sehingga bukan hanya tujuan yang tercapai, tapi ada manfaat juga yang dapat diperoleh. Sudahlah, kembali pada Kaia. Ia melihat smart watch yang melingkar di pergelangan tangannya. Lima menit lagi bel pelajaran pertama akan berbunyi. Ia segera bangkit dan menuju lantai dua dimana kelasnya berada.
Omong-omong hanya Pak Udin memangilnya dengan panggilan Kaka karena agak susah menyebut panggilan Kaia dan juga Kai biasanya nama laki-laki, katanya. Kaia pun tidak keberatan dipanggil Kaka. Toh, tidak ada maksud jelek.
-
"Letakkan saja disamping komputer itu ya, Kai," ujar Bu Awi, salah satu guru matematika yang baru saja selesai mengajar di kelas XI IPS 1, kelas Kaia. Setelah meletakkan buku tugas sesuai dengan yang diperintahkan, Kaia izin meninggalkan ruangan untuk istirahat pertama. Namun, langkahnya terhenti saat Pak Julian, guru Bahasa Inggris sekaligus wali kelasnya memanggil. Kaia berjalan mendekat. Selain Julian, dia mendapati seorang gadis berambut hitam sepunggung tengah tersenyum kepadanya. Kaia pun bingung harus bagaimana. Pasalnya di sekolah ini, rata-rata semua orang sudah tahu bahwa Kai adalah seorang gadis yang cuek dan irit senyum.
"Flora, kenalkan ini Kaia ketua kelas XI IPS 1. Kai, ini Flora murid baru pindahan dari luar kota. Dia ditambahkan ke kelas kita." Julian memperkenalkan mereka. Kaia dan Flora bejabat tangan. "Flora," ujar siswi pindahan tersebut diikuti dengan senyum lebarnya. Kai hanya membalas menyebutkan namanya namun terkesan seperti gumaman serta senyum yang agak dipaksakan.
"Nah, Kai. Saya masih ada tugas yang harus saya selesaikan. Tolong, ya kamu antarkan Flora ke kelas dan Flora, kamu bisa bertanya seputar sekolah ini kepada Kai," senyum Julian kemudian kembali menekuni beberapa kertas dihadapannya. Kaia dan Flora pamit undur diri.
"Nama kamu apa tadi? Kai apa?" tanya Flora mencairkan suasana.
"Kaia," jawab Kai singkat.
"Kaia? Nama yang unik. Panggilannya Kai. Seperti nama cowok," ucap Flora dengan memperlihatkan deretan gigi rapinya. Kai hanya mendehem.
"Kai!" panggil Flora. Si empunya nama hanya menoleh ke samping dan menautkan alisnya sebagai ungkapan 'apa?'
"Sekarang kan jam istirahat. Temenin aku ke kantin dong. Laper nih," pinta gadis berambut hitam itu sambil meraih tangan Kai.
"Lurus, mentok belok kiri terus ke belakang," jelas Kai seadanya diikuti gertur tangan.
"Yah, tapi kan nanti aku mesti ke kelas. Lah, aku kan masih belum tahu kelasnya dimana. Ayolah! Kamu pasti belum makan juga kan ?" Kaia hanya menghembuskan nafas pelan kemudian berjalan menuju kantin. Flora mengikutinya dengan menggandeng tangan Kai seakan takut akan tersesat bila genggamannya terlepas.
Setibanya di kantin, beberapa orang menatap dua gadis tersebut dengan terheran-heran. Lebih tepatnya menatap Kaia. Melihat Kaia sangat akrab dengan seseorang itu tidak lazim bagi mereka. Terlebih lagi gadis yang bersamanya itu belum pernah nampak di sekolah ini. Walapun kenyataannya Flora lah yang lebih agresif terhadap Kaia. Suara bisik-bisik pun memenuhi penjuru kantin.
"Kaia punya teman, ya?"
"Tumben mau nempel sama orang, biasanya juga jaga jarak seperti orang lain itu virus."
"Anak baru, ya?"
"Teman lamanya kali."
"Palingan itu anak baru cuma tahan bentaran temenan sama si 'cewek kutub'. Secara kan hidupnya monoton, ngebosenin!"
"Akrab banget,"
"Bodo lah. Nggak penting."
Bla bla bla.
Kaia mendengar beberapa komentar tersebut. Ia tidak menghiraukan apa yang mereka katakan tentangnya. Sedangkan Flora tidak menyadarinya karena sedari tadi dia begitu sibuk mengoceh tentang persepsinya terhadap sekolah barunya ini. Kaia hanya menanggapinya sesekali dengan deheman.
"By the way, kamu mau makan apa?" tanya Flora.
"Kamu saja," jawab Kai singkat
"Aku aja apanya? Yang pilihin menunya? Yang pesan makanannya? Atau yang bayarin? Oke deh, aman itu. Pesen nasi goreng aja, ya. Suka nasi goreng, kan? Topping-nya apa?" Flora berbicara tanpa jeda. Bahkan Kaia perlu sedikit berpikir tentang apa yang dikatakan Flora.
"Kamu saja yang makan."
"Yah, kok gitu? Nggak ah, kamu kudu makan juga. Masa iya aku sendiri. Aku nggak setega itu, ya. Tenang aku yang traktir kok. Sebagai tanda terima kasih juga. Ya ya ya?" ujarnya sembari mengguncang-guncang tangan Kaia.
"Oke, tapi bayar sendiri-sendiri." putus Kaia.
"Tap ..." ucapan Flora terpotong saat Kaia menatapnya tajam seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Oke, oke".
Kaia pun pergi memesan nasi goreng diikuti oleh Flora. Seperti yang disepakati, mereka membayarnya masing-masing. Saat makan pun Flora sesekali masih mengajak Kaia mengobrol yang menurut Kai itu adalah hal yang tidak penting.
Tringgggg...
Waktu istirahat sudah habis. Kaia menyelesaikan makannya begitu pun dengan Flora. Ia meneguk air minum lalu bangkit dari duduk. Mereka berjalan beriringan menuju kelas.
Sesampainya di kelas, Kaia meninggalkan Flora di depan pintu dan langsung menuju tempat duduknya yaitu di pojok belakang kelas. Flora hanya menganga tidak tahu apa yang akan diperbuat. Beberapa menit kemudian datanglah Julian dengan menenteng beberapa buku pelajaran Bahasa Inggris. Flora masih tak bergeming sehingga Julian pun menepuk bahunya dari belakang. "Excuse, me."
"Eh, monyong lu ayam kamvret," latah Flora yang disambut gelak tawa para siswa. Julian pun sedikit menyemburkan tawanya namun secepat mungkin mengubah mimiknya kembali menjadi menjadi normal. Namun tidak dengan Kaia, dia hanya menghembuskan nafas pelan dan mengeluarkan buku dari lacinya.
"Apa?" Tanya Julian dengan nada yang terdengar serius namun matanya sedikit berkedut karena menahan tawa.
"Eh, Bapak. Anu maaf, Pak. Saya tidak sengaja," ucapnya dengan nada penyesalan.
"Kenapa kamu berdiri disini? Ayo, masuk. Sudah perkenalan? Jika belum silahkan memperkenalkan diri terlebih dahulu."
"Baik, Pak." Flora pun memperkenalkan dirinya di depan siswa. Setelah itu ia dipersilahkan duduk disamping siswa laki-laki bermata coklat terang, tepatnya barisan di depan Kaia.
Laki-laki itu menatapnya tajam. Flora menyadarinya, namun ia menganggap mungkin saja laki-laki itu hanya tidak suka ada orang lain yang menempati kursi di sampingnya atau mungkin dia memang begitu kepada orang yang baru dikenal. Flora menatap Kaia yang duduk di belakangnya, tepatnya dibelakang laki-laki itu. Ia tersenyum sangat lebar namun orang yang diberikan senyuman hanya menatapnya tanpa ekspresi. Laki-laki disampinya tersebut masih menatapnya dengan tatapan yang menusuk. Flora sedikit merasa ngeri, tapi ia segera mengalihkan pandangannya ke depan kelas memperhatikan Julian yang mulai menerangkan pelajaran.
***
Tbc.
~SA Sua